SUMBERSARI, Radar Jember – Laju alih fungsi lahan yang tak terkendali selama ini dianggap sebagai salah satu pekerjaan rumah pemerintah daerah dalam hal penataan kawasan dan tata ruang kota. Terlebih, Kabupaten Jember belum memiliki regulasi tentang rencana detail tata ruang (RDTR) yang merupakan penjabaran dari Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
BACA JUGA :Â Jelang Ramadan, Polsek Panti Jember Sita Ratusan Botol Miras
Sekretaris Komisi B DPRD Jember David Handoko Seto menilai, meski Pemkab Jember memiliki Perda RTRW yang telah disahkan tahun 2015 lalu, namun hingga kini belum ditindaklanjuti dengan pembentukan Perda atau Perbup tentang RDTR. “Kaitan RDTR ini sebenarnya sudah lama dan sangat dibutuhkan. Namun, selama ini tidak pernah diutak-atik oleh pemerintah,” urainya.
Menurutnya, kepentingan RDTR menyangkut hajat hidup orang banyak yang ada di Jember. Salah satunya tentang lahan pertanian berkelanjutan. Tak hanya menata pembangunan di kota dan di desa-desa, namun juga mengatur alih fungsi lahan pertanian menjadi area perumahan yang banyak terjadi di Jember selama ini. “Ini perlunya kita (Jember, Red) memiliki regulasi RDTR ini, agar kepentingan semua unsur tertampung. Kalau tidak, nantinya tata ruang Jember akan rusak,” katanya.
Menurutnya, keberadaan RDTR juga diperlukan untuk mengatur wilayah sempadan pantai yang belakangan kembali menuai sorotan. Menurut David, untuk mempermudah dan mempercepat proses terbentuknya RDTR itu, pengkajiannya tidak perlu dilakukan mulai awal lagi. David meyakini, sejak kepemimpinan Bupati Samsul, lalu ke MZA Djalal, sampai Faida, telah ada kajian-kajian tentang sempadan pantai. “Tinggal Bappeda membuka kembali arsipnya, apa yang kurang menyesuaikan dengan lingkungan atau situasi sekarang. Contoh, dulu belum ada JLS, tambak, dan pariwisata. Sekarang sudah ada semua, tinggal disesuaikan,” bebernya.
Legislator Partai Nasdem tersebut juga menyarankan pemerintah daerah mulai menyeriusi kembali terkait RDTR. “Kami mengharap bupati mengeluarkan regulasi RDTR ini. Tidak harus perda, namun bisa berupa perbup yang memang turunan dari Perda RTRW tersebut. Tentunya setelah dilakukan kajian-kajiannya,” pungkasnya. (mau/c2/dwi)