MATARAM, RADARJEMBER.ID – Kesadaran para pendaki untuk menjaga kebersihan di Rinjani sangatlah rendah. Terbukti dengan berserakannya sampah di seindah dipandang dari jauh. Begitu dilihat dari dekat, sampah dengan mudah dijumpai tepi Danau Segara Anak Taman Nasional Gunung Rinjani beberapa waktu lalu. Dari pantauan Lombok Post (Jawa Pos Grup), jarang terlihat pendaki membawa sampahnya kembali.
BACA JUGA : Pasca Lebaran, Pantai Pancer Jadi Lautan Sampah
Bahkan menurut Agit, salah satu pendaki yang menemani Lombok Post, tak pernah dijumpai para pendaki membawa kantong plastik untuk menyimpan sampah. Padahal hal itu sudah menjadi aturan yang harus dipatuhi sebelum memulai pendakian. “Bawa sampah sendiri jadi pemandangan aneh, padahal ini adalah aturan bagi pendaki,” celetuknya.
Sampah-sampah tersebut, kata Agit, mulai bungkus mi instan, bungkus madu sasetan, dan segala macam plastik mudah dijumpai sepanjang jalur pendakian bahkan di jalan setapak dengan sampingnya jurang yang menganga. “Kalau hujan bisa berbahaya, plastiknya licin. Ya kita berdoa semua tidak terjadi apa-apa,” imbuhnya.
Kondisi memprihatinkan juga terlihat di pinggir danau Segara Anak, sampah berserakan. Juga di sekitar pemandian air panas bahkan hingga titik mata air bersih. Di balik keindahan Rinjani menumpuk banyak masalah.
Anggota Komisi 2 Bidang Perekonomian DPRD NTB Made Slamet, pada Lombok Post mengatakan, tak hanya tentang sampah tetapi banyak sisi lain. Ada keresahan para porter dengan rencana pembangunan kereta listrik, pembakaran hutan di kaki Rinjani, pembalakan liar, hingga percaloan tiket. Salah satu yang memprihatinkan adalah tentang sampah yang tak kunjung menemui solusi dari pengelola Taman Nasional Gunung Rinjani. “Andai saja di sepanjang jarak tertentu jalur pendakian disiapkan tong sampah dan para porter diberi pekerjaan mengangkut sampah turun, mungkin mereka tidak terlalu khawatir dengan rencana pembangunan kereta listrik,” katanya.
Belum tertanganinya persoalan sampah dengan baik di Rinjani, menurut politisi PDIP itu sebagai bukti program Pemerintahan Zul-Rohmi tidak ada yang efektif menangani persoalan. “Ini bukti program zero waste tidak ada bahkan di taman Nasional yang menjadi kebanggaan kita yang harusnya dijaga dan dipelihara dengan baik,” imbuhnya.
Bagi Made kondisi itu menunjukkan pengelolaan Rinjani masih lemah. “Bahkan sampai ada yang menemukan alat kontrasepsi di Rinjani itu kan keterlaluan,” sesalnya. Idealnya program zero waste yang disebut sebagai program unggulan, digunakan untuk memastikan kawasan vital dan kebanggaan daerah dilindungi. “Suatu daerah yang menjadi kawasan wisata, tontonan setiap hari, itu yang seharusnya dijaga dengan program zero waste itu. Jangan malah terkesan program itu hanya sebagai alat cuci uang tanpa hasil yang nyata,” kritiknya tajam.
Miliaran uang rakyat tersedot untuk program Zero Waste. Tetapi mengonservasi lingkungan di sekitar Rinjani saja dinilai gagal. “Apalagi berharap akan dapat mengubah perilaku masyakat (rasanya sangat jauh). Bagi saya ini hanya memperkuat pendapat saya bahwa program ini memang gagal,” cetusnya.
Munculnya persoalan sosial akibat rencana pembangunan kereta listrik, menurut dia, karena lemahnya pemerintah provinsi dalam melakukan sosialisasi. “Pemerintah tidak berhasil meyakinkan masyakat bahwa rencana ini tidak akan sampai merusak lingkungan,” ujarnya.
Hal itu juga disesalkan Made, bahwa pemerintah termasuk pengelola yang sejauh ini terlihat mau menangnya sendiri dalam mengelola Rinjani. “Saya masih melihat belum ada pelibatan masyakat secara intens dalam mengelola Rinjani,” ujarnya.
Made membandingkan seperti pengelolaan hutan dan kawasan terlindungi lainnya di Bali dengan melibatkan masyakat setempat. “Ada desa adat yang dilibatkan, tentu dengan memberikan kemanfaatan ekonomi yang sesuai juga bagi masyakat yang menjaga Rinjani,” ulasnya. Munculnya percaloan tiket, hingga terbukanya akses-akses jalur ilegal untuk muncak, hanya sebagai dampak saja karena pihak pengelola tidak melibatkan masyakat acara maksimal. “Ya karena masyarakat merasa, tidak dilibatkan dan diberi ruang pengelolaan secara proporsional, akhirnya masyakat bilang ‘peduli amat’ dengan aturan yang dibuat pemerintah, mereka saja (pemerintah, Red) tidak peduli, akhirnya begini jadinya, muncul calo tiket,” cetusnya.
Kalau saja, pemerintah lebih mengedepankan perlindungan kawasan daripada mencari PAD lewat Rinjani, maka politisi asal Mataram itu yakin, Rinjani akan jauh lebih terawat dari kondisinya saat ini. “Asal pemerintah tidak memburu pendapatan dari Rinjani saja, biar sudah pendapatan itu untuk masyarakat sekitar, yang penting kita bisa ambil komitmen masyarakat mereka harus melindungi Rinjani, saya kira Rinjani akan terawat dengan baik,” pungkasnya.
Editor : Yerry Arintoko Aji
Foto : Istimewa
Sumber Berita : Lombok Post Jawa Pos Grup