JEMBER, RADARJEMBER.ID – Pagi menjelang siang, sekitar pukul 10.30, Yana Ariska menceritakan kisah perjalanan hidupnya yang sukses berkat hobinya. Dia mengaku berjuang demi masa depannya yang lebih cerah.
Baca Juga :Â Kasus Terapi Otak Jadi Alasan Terawan Dipecat IDI
Gadis yang akrab disapa Ariska ini memang memiliki hobi menggambar. Itu jauh hari sebelum dirinya mengenyam dunia pendidikan formal. Kegemarannya tersebut menjadi kebiasaan saat ia memasuki bangku pendidikan SD hingga SMA.
Saat itu, ia gemar menggambar pakaian, kemudian menggambar manusia dengan gaun pernikahan dengan seni dua dimensi. Di sinilah ia memilih bakat tersebut sebagai passion-nya yang akan terus ia tekuni.
Berkat ketekunannnya, lingkungan pendidikan dan guru wakil kepala sekolah di SMA-nya meminta agar Ariska bisa berkuliah di perguruan tinggi luar negeri. Tepatnya di Australia ataupun Inggris.
Namun, karena ia merasa skill bahasa Inggris minim, ia pun memilih perguruan tinggi di negara lain yang menyediakan jurusan sesuai keinginannya, yakni desain grafis. Dengan segala pertimbangan dan diskusi bersama gurunya, Ariska akhirnya memilih China sebagai negara tujuannya untuk melanjutkan studi.
Saat itu ia sudah merasa bahwa keberhasilan memilih jurusan akan berpihak kepadanya. Sebab, ia memang sangat mengidam-idamkan jurusan yang sesuai dengan bakatnya itu. Sayangnya, kehendak alam berkata lain. Jurusan impiannya ternyata sudah memenuhi kuota. “Akhirnya ikut jurusan lain, tourism management. Masih sedikit bersangkutan dengan tujuanku, tour guide,” kenangnya.
Kegagalannya itu memang sempat membuatnya kecewa. Namun itu tak berlangsung lama. Sebab, ia merasa kegagalannya tersebut justru membawa keberuntungan. Ia bisa memperkenalkan ragam keunikan, seni, budaya, dan sejumlah sektor pariwisata di Indonesia. Di sana ia juga bertemu dengan mahasiswa asal Indonesia lainnya yang juga sedang menempuh pendidikan di Negeri Tirai Bambu itu.
Sejak pertemuan itu, ia kemudian bergabung dalam organisasi mahasiswa Indonesia yang menganggap dirinya sebagai keluarga di negeri perantauan. Di sinilah ia mendapatkan banyak pengalaman dan menemukan kebanggaannya kepada negara tercintanya, Indonesia.
“Bisa memperkenalkan Indonesia lewat tarian, presentasi, dan acara kesenian lain. Terus aku ikut acaranya anak Indo untuk promo agar berwisata ke Indonesia,” sebutnya.
Selama hidup di Cina, ia justru merasa lebih memiliki jiwa nasionalisme. Apalagi, setiap semester dirinya selalu mendapatkan penghargaan untuk mewakili mahasiswa Indonesia di jurusannya tersebut. “Krungu lagu Indonesia Raya titik, nangis. Jadi lebih menghargai negara gitu,” tuturnya dengan mata berkaca-kaca.
Sebagai penduduk di negara tropis, terkadang Ariska merasa kesulitan bertahan hidup ketika memasuki musim dingin. Ia harus berjalan kaki kurang lebih sejauh 1 kilometer sambil menahan dingin akibat salju yang tebal. “Kalau dingin suka lapar. Di Indo kalau makan sesuka hati jam berapa pun. Tapi, kalau di Cina ada jamnya, pagi, siang, malam,” katanya.
Saat merasa kelaparan di luar jam makan, ia terkadang kebingungan mencari warung makan dengan makanan berbahan halal. Setelah cukup lama beradaptasi dengan kondisi itu, akhirnya ia memilih untuk memasak makanan sendiri bersama temannya. “Biaya makan murah sebenarnya, cuma takut terkontaminasi makanan tidak halal,” sebutnya.
Tak terasa, empat tahun telah berlalu. Ariska telah berhasil menamatkan pendidikannya di negara penghasil emas terbesar di dunia itu. Dengan perasaan bangga, ia kembali ke tanah kelahirannya dan kembali menggeluti hobinya, yakni di bidang desain. Kini ia fokus menggambar realistic drawing alias gambar tiga dimensi yang tampak nyata seperti bentuk aslinya. “Sekarang kerja di desain, memang nggak sesuai jurusan, tapi sesuai minat dan impianku di sejak dulu,” ungkapnya sambil tersenyum.
Jurnalis : mg1
Fotografer : Istimewa
Redaktur : Nur Hariri