Setelah lama tidak mengadakan pawai obor untuk memeriahkan malam takbir Idul Fitri karena pandemi Covid-19, kini warga mulai menggelar kembali tradisi tahunan itu.
DEBUR ombak yang bergulung-gulung beradu dengan putihnya pasir pantai lembut, menyatu menjadi keindahan menakjubkan. Hamparan batu karang dan tumbuhan rindang di tepian seolah menjadi paket lengkap pemandangan yang asri.
Hari Raya Idul Fitri 1443 Hijriyah atau 2022 Masehi Senin (2/5), pasti akan sangat spesial. Bagaimana tidak, sudah dua kali lebaran, protokol kesehatan (prokes) super ketat, sehingga tradisi mudik tertangguhkan.
Momen yang berbeda terlihat selama Lebaran tahun ini. Saat malam takbiran, misalnya. Biasanya dilakukan dengan megah, tetapi kini sangat sederhana. “Hanya menggunakan mikrofon, sound system kecil, dan beberapa alat musik islami saja,” kata Kuswantoro, salah satu warga setempat.
Kondisi yang dirasakan masyarakat Kaliuling, Tempursari, begitu memilukan. Hari raya tahun ini diselimuti dengan kenangan pilu sebulan lalu. Gempa bumi yang berpusat di Malang menghancurkan rumah mereka. Sebagian masyarakat sudah mempersiapkan dengan membangun rumah baru atau sekadar mempercantik tampilan. Kini, mereka merayakan hari raya di tenda.
Jamaah Aboge di Dusun Penitik, Desa Wonosari, Kecamatan Puger, merayakan malam takbir, Kamis (13/5) malam, dan disusul dengan salat Idul Fitri, Jumat (14/5) pagi. Pelaksanaan salat Idul Fitri jamaah Aboge di kampung ini berbeda dari kebanyakan masyarakat lain yang pada umumnya melaksanakan sehari sebelumnya.
Rencana pelaksanaan salat Idul Fitri di Masjid Jamik Al Baitul Amien Jember tak jauh berbeda dengan Lebaran pada awal pandemi 2020 lalu. Pihak takmir masjid tetap menyiapkan sarana cuci tangan sebagai pendukung penerapan protokol kesehatan (prokes). Terlihat, beberapa wastafel lengkap dengan tandon air terpasang di halaman masjid tersebut.