Musibah dan bencana di Lumajang silih berganti. Diawali dengan pandemi korona selama kurang lebih dua sampai tiga tahun, disusul gempa bumi, lalu erupsi Gunung Semeru yang merusak ribuan rumah warga hingga dilanjutkan melandanya wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak.
Kurang lebih hampir empat tahun memimpin Lumajang, pasangan kepala daerah Thoriq-Indah dinilai masih kurang maksimal. Sebab, selama ini program kerja seluruh OPD di lingkungan Pemkab Lumajang masih terkesan hanya menjalankan program rutinitas pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat.
Optimisme Pemkab Lumajang mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD) terlihat sejak tahun 2019. Pada tahun itu, target pajak dan retribusi yang menjadi salah satu sektor pemasukan kas daerah dipatok tinggi.
Meskipun dua kursi pimpinan DPRD Lumajang dikuasai partai pendukung Pemkab Lumajang, namun lembaga legislatif itu berusaha tetap profesional menyampaikan kritik, saran, maupun masukan untuk pembangunan daerah.
Meninggalnya orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) asal Desa Lempeni, Kecamatan Tempeh, setahun lalu, ketika hendak dibawa berobat membuat DPRD Lumajang turun tangan.
Mendekati akhir tahun, beban pekerjaan DPRD Lumajang tampaknya semakin bertambah. Sebab, selain merampungkan beberapa rancangan peraturan daerah (raperda) yang belum dibahas, tahun ini juga mendapat tiga raperda tambahan untuk diselesaikan.