Suasana politik di Kabupaten Jember pasca-terjadinya pemakzulan membuat komunikasi eksekutif-legislatif kian buntu. Di sinilah muncul pertanyaan: apakah kondisi yang demikian ini akan berpengaruh pada tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada)?
Keputusan politik pemakzulan yang dilakukan DPRD kepada Bupati Jember dr Faida MMR masih menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat. Tak sedikit yang bertanya, apakah pemakzulan tersebut menjadi akhir dari kepemimpinan bupati? Bagaimana jalannya pemerintahan di Kota Santri pasca-pemakzulan tersebut?
DPRD Jember telah mengambil keputusan memakzulkan Bupati Jember Faida. Bahkan, Ketua DPRD M Itqon Syauqi menyatakan, saat ini Faida tak lagi dianggap sebagai bupati secara politis. Pernyataan ini mengundang kontroversi di masyarakat. Sebab, secara hukum, hingga saat ini Faida tetap menjabat sebagai orang nomor satu di Kabupaten Jember.
Penggunaan hak menyatakan pendapat (HMP) yang dilakukan DPRD Jember dinilai cacat prosedur oleh Bupati Jember dr Faida MMR. Secara resmi, melalui surat yang juga dikirim ke DPRD, Faida menilai HMP tidak dilaksanakan sesuai regulasi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2018.
Seribuan massa menggelar aksi mendukung penggunaan hak menyatakan pendapat (HMP) oleh anggota dewan. Sedari pagi hingga sore kemarin (22/7), massa menyuarakan agar Bupati Faida dimakzulkan.
Paripurna hak menyatakan pendapat (HMP) telah dilakukan anggota dewan di gedung DPRD Jember, kemarin (22/7). Hasilnya, sebanyak 45 dari total 50 orang sepakat memakzulkan Faida dari jabatannya sebagai Bupati Jember.
Ketegangan antara Bupati Lumajang dengan perusahaan tambak udang PT Lautan Udang Indonesia Sejahtera (PT LUIS) makin membesar. Setelah perusahaan melapor ke Polda Jatim terkait dugaan pencemaran nama baik, kemarin bupati berkunjung ke lokasi tambak. Saat kunjungan itulah, bupati dan pengelola terlibat perang mulut.