23.2 C
Jember
Friday, 24 March 2023

Suporter Ingin Yayasan Persid Dibubarkan

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Spanduk berwarna kuning dan bertuliskan “bubarkan” terlihat jelas dari kejauhan sebelum melewati jembatan penyeberangan orang (JPO) Jompo. Tulisan berwarna merah dengan tiga tanda seru itu sangat mencolok. Setelah dari dekat, ternyata spanduk tersebut merupakan bentuk protes dari suporter bola yang ingin Yayasan Persid Jember (YPJ) dibubarkan.

Bubarkan!!! Yayasan Persid Jember, Ruwet Thok Gak Berprestasi. Begitulah isi lengkap tulisan spanduk yang dibentangkan di JPO Jompo. “Selasa kemarin, tidak ada. Spanduk itu baru hari ini (kemarin, Red),” ucap Abdul Rofik, juru parkir daerah Jompo.

Mereka yang memasang spanduk protes terhadap YPJ tersebut adalah suporter Persid. Reza Mustofa, atau yang akrab disapa Cak Mus, dari suporter Persid Wilayah Kota Jember, itu membentangkan spanduk di JPO Jompo pada tengah malam. “Sekitar lima orang yang memasang,” terangnya, kemarin (2/6).

Mobile_AP_Rectangle 2

Kepada Jawa Pos Radar Jember, Cak Mus mengaku, suporter sudah gerah dengan keadaan YPJ. Sebab, tidak kunjung mendatangkan prestasi, dan justru sibuk dengan persoalan sendiri. Bahkan hingga kini, juga masih tercatat terjadi dualisme. Karena itu, Persid tidak bisa ikut kompetisi. Menurutnya, yayasan yang selama ini mengurusi Persid Jember itu lebih baik dibubarkan saja, dan dikembalikan ke Pemkab Jember seperti dulu.

Sementara itu, Ketua Pengurus YPJ Sholahuddin Amrullah tidak berkomentar lebih jauh terkait spanduk yang menyuarakan pembubaran yayasan tersebut. “Terkait banner itu, pengurus no comment dulu,” terangnya.

Namun, menurut dia, adanya spanduk yang membentang di JPO Jompo tersebut adalah suara hati dari pecinta Persid. Oleh karenanya, wajar saja bila para pendukung mengekspresikan kekesalannya dengan memasang spanduk.

Jo, sapaan akrabnya, menegaskan, sikap pengurus YPJ, yaitu dirinya, sekretaris, dan bendahara, tetap sama seperti kesepakatan dengan suporter dalam HUT Persid, Mei kemarin. Yaitu, ingin mengembalikan Persid ke Pemkab Jember. Namun, Jo bersikap seperti itu juga tidak bisa memutuskan apakah yayasan dikembalikan ke pemkab atau tidak. Sebab, masih ada pembina yang punya kewenangan lebih terkait keputusan masa depan atau arah yayasan selanjutnya.

Jawa Pos Radar Jember mencoba menghubungi Suparno, Ketua Pembina YPJ. Namun, dia tidak merespons. Sebelumnya, saat dikonfirmasi terkait keinginan pengembalian Persid ke Pemkab Jember, Suparno mengatakan belum bisa mengambil keputusan karena masih ingin bertemu dengan Bupati Jember terlebih dahulu.

Hal yang tak jauh berbeda juga diutarakan oleh anggota Pembina YPJ, yaitu Agus Rizki. Pria berambut putih itu juga tidak banyak berkomentar terkait spanduk bubarkan YPJ yang dibentangkan di JPO Jompo. “Terkait itu, yayasan tidak berkomentar dulu,” paparnya.

Sebab, kata dia, yayasan masih ingin bertemu dengan bupati terlebih dahulu. “Kalau sudah bertemu bupati, kami akan berkomentar dan menjawab pertanyaan, termasuk kepada media,” terangnya.

Keterangan dari pembina berbeda dengan anggota pembina YPJ lainnya yang juga menjabat Wakil Ketua DPRD Jember, Ahmad Halim. Menurutnya, bila mengulik dari sejarahnya, yayasan ini terdiri atas berbagai unsur. Waktu itu, unsur pemerintah adalah Kantor Pemuda dan Olahraga (Kanpora) dan Suparno sebagai Kepala Kanpora masuk menjadi pembina. Kemudian, juga ada unsur Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Jember yang diwakili oleh Wagino.

Sementara, unsur dari Askab PSSI Jember waktu itu adalah Sirajudin. Sedangkan unsur DPRD adalah almarhum Cak Ulum, yang waktu itu menjadi Ketua Pembina YPJ. “Jadi, dulu ketuanya YPJ adalah Cak Ulum. Anggotanya ada Sirajuddin, Wagino, dan Suparno,” ungkapnya.

Bila dari sejarahnya, Halim menegaskan, yang masuk pembina adalah keterwakilan dari lembaga. Maka, seharusnya nama yang masuk dalam pembina itu berubah dan disesuaikan dengan keterwakilan lembaga tersebut. “Kalau keterwakilan lembaga, seharusnya ya berubah nama-nama pembinanya,” ujarnya.

Karena itu, nama ke YPJ itu bukan mencantumkan nama pribadi, melainkan keterwakilan lembaga. Apalagi, pembentukan yayasan tersebut pada 2011 adalah sebagai bentuk syarat mengikuti kompetisi. “Pada waktu itu ada ketentuan, tim yang berlaga di liga profesional tidak diperkenankan mendapat pendanaan dari pemerintah. Dan harus berbadan hukum,” jelasnya.

Halim yang pernah menjabat sebagai Ketua KONI Jember itu menambahkan, karena waktu itu Persid berkompetisi profesional di kasta kedua Divisi Utama (saat ini Liga II), maka harus membentuk badan hukum. “Pilihannya ada dua. Mau bentuk PT atau yayasan. Jadi, waktu itu bentuk yayasan murni sebagai syarat berkompetisi,” terangnya.

Sebagai anggota dewan, Halim juga sempat mendengar keluhan masyarakat dan disampaikan kepada dirinya tentang desakan pembubaran yayasan. Termasuk agar yayasan segera dikembalikan ke bupati. “Sebelum ada yayasan, dulu yang memegang Persid itu ditunjuk bupati. Jadi, bupati yang menunjuk,” tuturnya.

 

 

Jurnalis : Dwi Siswanto
Fotografer : Dwi Siswanto
Redaktur : Mahrus Sholih

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Spanduk berwarna kuning dan bertuliskan “bubarkan” terlihat jelas dari kejauhan sebelum melewati jembatan penyeberangan orang (JPO) Jompo. Tulisan berwarna merah dengan tiga tanda seru itu sangat mencolok. Setelah dari dekat, ternyata spanduk tersebut merupakan bentuk protes dari suporter bola yang ingin Yayasan Persid Jember (YPJ) dibubarkan.

Bubarkan!!! Yayasan Persid Jember, Ruwet Thok Gak Berprestasi. Begitulah isi lengkap tulisan spanduk yang dibentangkan di JPO Jompo. “Selasa kemarin, tidak ada. Spanduk itu baru hari ini (kemarin, Red),” ucap Abdul Rofik, juru parkir daerah Jompo.

Mereka yang memasang spanduk protes terhadap YPJ tersebut adalah suporter Persid. Reza Mustofa, atau yang akrab disapa Cak Mus, dari suporter Persid Wilayah Kota Jember, itu membentangkan spanduk di JPO Jompo pada tengah malam. “Sekitar lima orang yang memasang,” terangnya, kemarin (2/6).

Kepada Jawa Pos Radar Jember, Cak Mus mengaku, suporter sudah gerah dengan keadaan YPJ. Sebab, tidak kunjung mendatangkan prestasi, dan justru sibuk dengan persoalan sendiri. Bahkan hingga kini, juga masih tercatat terjadi dualisme. Karena itu, Persid tidak bisa ikut kompetisi. Menurutnya, yayasan yang selama ini mengurusi Persid Jember itu lebih baik dibubarkan saja, dan dikembalikan ke Pemkab Jember seperti dulu.

Sementara itu, Ketua Pengurus YPJ Sholahuddin Amrullah tidak berkomentar lebih jauh terkait spanduk yang menyuarakan pembubaran yayasan tersebut. “Terkait banner itu, pengurus no comment dulu,” terangnya.

Namun, menurut dia, adanya spanduk yang membentang di JPO Jompo tersebut adalah suara hati dari pecinta Persid. Oleh karenanya, wajar saja bila para pendukung mengekspresikan kekesalannya dengan memasang spanduk.

Jo, sapaan akrabnya, menegaskan, sikap pengurus YPJ, yaitu dirinya, sekretaris, dan bendahara, tetap sama seperti kesepakatan dengan suporter dalam HUT Persid, Mei kemarin. Yaitu, ingin mengembalikan Persid ke Pemkab Jember. Namun, Jo bersikap seperti itu juga tidak bisa memutuskan apakah yayasan dikembalikan ke pemkab atau tidak. Sebab, masih ada pembina yang punya kewenangan lebih terkait keputusan masa depan atau arah yayasan selanjutnya.

Jawa Pos Radar Jember mencoba menghubungi Suparno, Ketua Pembina YPJ. Namun, dia tidak merespons. Sebelumnya, saat dikonfirmasi terkait keinginan pengembalian Persid ke Pemkab Jember, Suparno mengatakan belum bisa mengambil keputusan karena masih ingin bertemu dengan Bupati Jember terlebih dahulu.

Hal yang tak jauh berbeda juga diutarakan oleh anggota Pembina YPJ, yaitu Agus Rizki. Pria berambut putih itu juga tidak banyak berkomentar terkait spanduk bubarkan YPJ yang dibentangkan di JPO Jompo. “Terkait itu, yayasan tidak berkomentar dulu,” paparnya.

Sebab, kata dia, yayasan masih ingin bertemu dengan bupati terlebih dahulu. “Kalau sudah bertemu bupati, kami akan berkomentar dan menjawab pertanyaan, termasuk kepada media,” terangnya.

Keterangan dari pembina berbeda dengan anggota pembina YPJ lainnya yang juga menjabat Wakil Ketua DPRD Jember, Ahmad Halim. Menurutnya, bila mengulik dari sejarahnya, yayasan ini terdiri atas berbagai unsur. Waktu itu, unsur pemerintah adalah Kantor Pemuda dan Olahraga (Kanpora) dan Suparno sebagai Kepala Kanpora masuk menjadi pembina. Kemudian, juga ada unsur Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Jember yang diwakili oleh Wagino.

Sementara, unsur dari Askab PSSI Jember waktu itu adalah Sirajudin. Sedangkan unsur DPRD adalah almarhum Cak Ulum, yang waktu itu menjadi Ketua Pembina YPJ. “Jadi, dulu ketuanya YPJ adalah Cak Ulum. Anggotanya ada Sirajuddin, Wagino, dan Suparno,” ungkapnya.

Bila dari sejarahnya, Halim menegaskan, yang masuk pembina adalah keterwakilan dari lembaga. Maka, seharusnya nama yang masuk dalam pembina itu berubah dan disesuaikan dengan keterwakilan lembaga tersebut. “Kalau keterwakilan lembaga, seharusnya ya berubah nama-nama pembinanya,” ujarnya.

Karena itu, nama ke YPJ itu bukan mencantumkan nama pribadi, melainkan keterwakilan lembaga. Apalagi, pembentukan yayasan tersebut pada 2011 adalah sebagai bentuk syarat mengikuti kompetisi. “Pada waktu itu ada ketentuan, tim yang berlaga di liga profesional tidak diperkenankan mendapat pendanaan dari pemerintah. Dan harus berbadan hukum,” jelasnya.

Halim yang pernah menjabat sebagai Ketua KONI Jember itu menambahkan, karena waktu itu Persid berkompetisi profesional di kasta kedua Divisi Utama (saat ini Liga II), maka harus membentuk badan hukum. “Pilihannya ada dua. Mau bentuk PT atau yayasan. Jadi, waktu itu bentuk yayasan murni sebagai syarat berkompetisi,” terangnya.

Sebagai anggota dewan, Halim juga sempat mendengar keluhan masyarakat dan disampaikan kepada dirinya tentang desakan pembubaran yayasan. Termasuk agar yayasan segera dikembalikan ke bupati. “Sebelum ada yayasan, dulu yang memegang Persid itu ditunjuk bupati. Jadi, bupati yang menunjuk,” tuturnya.

 

 

Jurnalis : Dwi Siswanto
Fotografer : Dwi Siswanto
Redaktur : Mahrus Sholih

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Spanduk berwarna kuning dan bertuliskan “bubarkan” terlihat jelas dari kejauhan sebelum melewati jembatan penyeberangan orang (JPO) Jompo. Tulisan berwarna merah dengan tiga tanda seru itu sangat mencolok. Setelah dari dekat, ternyata spanduk tersebut merupakan bentuk protes dari suporter bola yang ingin Yayasan Persid Jember (YPJ) dibubarkan.

Bubarkan!!! Yayasan Persid Jember, Ruwet Thok Gak Berprestasi. Begitulah isi lengkap tulisan spanduk yang dibentangkan di JPO Jompo. “Selasa kemarin, tidak ada. Spanduk itu baru hari ini (kemarin, Red),” ucap Abdul Rofik, juru parkir daerah Jompo.

Mereka yang memasang spanduk protes terhadap YPJ tersebut adalah suporter Persid. Reza Mustofa, atau yang akrab disapa Cak Mus, dari suporter Persid Wilayah Kota Jember, itu membentangkan spanduk di JPO Jompo pada tengah malam. “Sekitar lima orang yang memasang,” terangnya, kemarin (2/6).

Kepada Jawa Pos Radar Jember, Cak Mus mengaku, suporter sudah gerah dengan keadaan YPJ. Sebab, tidak kunjung mendatangkan prestasi, dan justru sibuk dengan persoalan sendiri. Bahkan hingga kini, juga masih tercatat terjadi dualisme. Karena itu, Persid tidak bisa ikut kompetisi. Menurutnya, yayasan yang selama ini mengurusi Persid Jember itu lebih baik dibubarkan saja, dan dikembalikan ke Pemkab Jember seperti dulu.

Sementara itu, Ketua Pengurus YPJ Sholahuddin Amrullah tidak berkomentar lebih jauh terkait spanduk yang menyuarakan pembubaran yayasan tersebut. “Terkait banner itu, pengurus no comment dulu,” terangnya.

Namun, menurut dia, adanya spanduk yang membentang di JPO Jompo tersebut adalah suara hati dari pecinta Persid. Oleh karenanya, wajar saja bila para pendukung mengekspresikan kekesalannya dengan memasang spanduk.

Jo, sapaan akrabnya, menegaskan, sikap pengurus YPJ, yaitu dirinya, sekretaris, dan bendahara, tetap sama seperti kesepakatan dengan suporter dalam HUT Persid, Mei kemarin. Yaitu, ingin mengembalikan Persid ke Pemkab Jember. Namun, Jo bersikap seperti itu juga tidak bisa memutuskan apakah yayasan dikembalikan ke pemkab atau tidak. Sebab, masih ada pembina yang punya kewenangan lebih terkait keputusan masa depan atau arah yayasan selanjutnya.

Jawa Pos Radar Jember mencoba menghubungi Suparno, Ketua Pembina YPJ. Namun, dia tidak merespons. Sebelumnya, saat dikonfirmasi terkait keinginan pengembalian Persid ke Pemkab Jember, Suparno mengatakan belum bisa mengambil keputusan karena masih ingin bertemu dengan Bupati Jember terlebih dahulu.

Hal yang tak jauh berbeda juga diutarakan oleh anggota Pembina YPJ, yaitu Agus Rizki. Pria berambut putih itu juga tidak banyak berkomentar terkait spanduk bubarkan YPJ yang dibentangkan di JPO Jompo. “Terkait itu, yayasan tidak berkomentar dulu,” paparnya.

Sebab, kata dia, yayasan masih ingin bertemu dengan bupati terlebih dahulu. “Kalau sudah bertemu bupati, kami akan berkomentar dan menjawab pertanyaan, termasuk kepada media,” terangnya.

Keterangan dari pembina berbeda dengan anggota pembina YPJ lainnya yang juga menjabat Wakil Ketua DPRD Jember, Ahmad Halim. Menurutnya, bila mengulik dari sejarahnya, yayasan ini terdiri atas berbagai unsur. Waktu itu, unsur pemerintah adalah Kantor Pemuda dan Olahraga (Kanpora) dan Suparno sebagai Kepala Kanpora masuk menjadi pembina. Kemudian, juga ada unsur Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Jember yang diwakili oleh Wagino.

Sementara, unsur dari Askab PSSI Jember waktu itu adalah Sirajudin. Sedangkan unsur DPRD adalah almarhum Cak Ulum, yang waktu itu menjadi Ketua Pembina YPJ. “Jadi, dulu ketuanya YPJ adalah Cak Ulum. Anggotanya ada Sirajuddin, Wagino, dan Suparno,” ungkapnya.

Bila dari sejarahnya, Halim menegaskan, yang masuk pembina adalah keterwakilan dari lembaga. Maka, seharusnya nama yang masuk dalam pembina itu berubah dan disesuaikan dengan keterwakilan lembaga tersebut. “Kalau keterwakilan lembaga, seharusnya ya berubah nama-nama pembinanya,” ujarnya.

Karena itu, nama ke YPJ itu bukan mencantumkan nama pribadi, melainkan keterwakilan lembaga. Apalagi, pembentukan yayasan tersebut pada 2011 adalah sebagai bentuk syarat mengikuti kompetisi. “Pada waktu itu ada ketentuan, tim yang berlaga di liga profesional tidak diperkenankan mendapat pendanaan dari pemerintah. Dan harus berbadan hukum,” jelasnya.

Halim yang pernah menjabat sebagai Ketua KONI Jember itu menambahkan, karena waktu itu Persid berkompetisi profesional di kasta kedua Divisi Utama (saat ini Liga II), maka harus membentuk badan hukum. “Pilihannya ada dua. Mau bentuk PT atau yayasan. Jadi, waktu itu bentuk yayasan murni sebagai syarat berkompetisi,” terangnya.

Sebagai anggota dewan, Halim juga sempat mendengar keluhan masyarakat dan disampaikan kepada dirinya tentang desakan pembubaran yayasan. Termasuk agar yayasan segera dikembalikan ke bupati. “Sebelum ada yayasan, dulu yang memegang Persid itu ditunjuk bupati. Jadi, bupati yang menunjuk,” tuturnya.

 

 

Jurnalis : Dwi Siswanto
Fotografer : Dwi Siswanto
Redaktur : Mahrus Sholih

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca