23.3 C
Jember
Wednesday, 29 March 2023

Dari Jember ke Jakarta, Perjuangkan Alih Status Dosen Non-PNS menjadi PPPK

Mobile_AP_Rectangle 1

JAKARTA, RADARJEMBER.ID- Demi memperjuangkan alih status anggotanya, Ketua Ikatan Dosen Tetap Non-PNS RI (IDTN-PNS) Dr Moh Nor Afandi datang ke Jakarta untuk menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Gedung DPR RI, Senayan Jakarta, Rabu (30/3).

Dosen di Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember ini meminta dukungan kepada DPR atas perubahan alih status alih status menjadi Aparatur Sipil Negara Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (ASN PPPK). Karena regulasi terkait PPPK tahun 2018 tidak mengakomodasi dan tidak memiliki landasan hukum yang kuat bagi DTNPNS.

Menurut dosen yang sekaligus Ketua Pusat Data dan Informasi Kelembagaan UIN KHAS Jember itu, peraturan perundang-undangan di bawahnya, yakni Permendikbud RI Nomor 84 Tahun 2013 dan Permenag Nomor 3 Tahun 2016, bukanlah merupakan pengaturan lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan di atasnya. “Yaitu UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara,” ungkap Afandi, di depan Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf yang menjadi pimpinan rapat.

Mobile_AP_Rectangle 2

BACA JUGA: UIN KHAS Jember Gelar Wisuda Tatap Muka

Sementara itu, anggota Komisi X DPR RI Muhammad Nur Purnamasidi menguatkan, moraturium penerimaan CPNS dan tuntutan akan akreditasi membolehkan perguruan tinggi merekrut DTN-PNS. Menurutnya, hal ini menimbulkan diskriminasi status kepegawaian, ketidakjelasan karir, serta minimnya tingkat kesejahteraan bagi DTN-PNS.

Nur Purnamasidi menjelaskan, keluarnya PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja, membuat status DTN-PNS semakin tidak jelas. “Mulai tahun 2023 nanti, nomenklatur yang ada hanya PNS dan PPPK,” tuturnya.

Dia menambahkan, alih status DTN-PNS menjadi ASN PPPK menciptakan rasa adil bagi dosen profesional. Mengingat, program terobosan Kemendikbudristek RI, yakni Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang sangat prestisius, akan sia-sia bila DTN-PNS sebagai bagian dari civitas akademika masih berjuang dengan ketidakjelasan status administrasi.

Masalah mendasar, kata dia, ada pada regulasi yang menjadi pijakannya. “Bisa kita bayangkan bagaimana nasib bangsa ke depan jika DTN-PNS yang berjumlah sekitar 9.500 orang lebih itu, tidak menjalankan tupoksinya. Maka dampaknya akan luar biasa bagi pendidikan tinggi,” urainya.

Untuk itu, Nur Purnamasidi berharap, Kemendikbudristek dan Kemenag RI, serta lembaga negara terkait, berani melakukan terobosan secara hukum untuk mengakomodasi eksistensi DTN-PNS. “Bantu mereka (DTN-PNS, Red) merdeka,” pungkasnya. (*)

Fotografer: Humas UIN KHAS Jember for Radar Jember

Editor: Mahrus Sholih

- Advertisement -

JAKARTA, RADARJEMBER.ID- Demi memperjuangkan alih status anggotanya, Ketua Ikatan Dosen Tetap Non-PNS RI (IDTN-PNS) Dr Moh Nor Afandi datang ke Jakarta untuk menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Gedung DPR RI, Senayan Jakarta, Rabu (30/3).

Dosen di Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember ini meminta dukungan kepada DPR atas perubahan alih status alih status menjadi Aparatur Sipil Negara Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (ASN PPPK). Karena regulasi terkait PPPK tahun 2018 tidak mengakomodasi dan tidak memiliki landasan hukum yang kuat bagi DTNPNS.

Menurut dosen yang sekaligus Ketua Pusat Data dan Informasi Kelembagaan UIN KHAS Jember itu, peraturan perundang-undangan di bawahnya, yakni Permendikbud RI Nomor 84 Tahun 2013 dan Permenag Nomor 3 Tahun 2016, bukanlah merupakan pengaturan lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan di atasnya. “Yaitu UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara,” ungkap Afandi, di depan Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf yang menjadi pimpinan rapat.

BACA JUGA: UIN KHAS Jember Gelar Wisuda Tatap Muka

Sementara itu, anggota Komisi X DPR RI Muhammad Nur Purnamasidi menguatkan, moraturium penerimaan CPNS dan tuntutan akan akreditasi membolehkan perguruan tinggi merekrut DTN-PNS. Menurutnya, hal ini menimbulkan diskriminasi status kepegawaian, ketidakjelasan karir, serta minimnya tingkat kesejahteraan bagi DTN-PNS.

Nur Purnamasidi menjelaskan, keluarnya PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja, membuat status DTN-PNS semakin tidak jelas. “Mulai tahun 2023 nanti, nomenklatur yang ada hanya PNS dan PPPK,” tuturnya.

Dia menambahkan, alih status DTN-PNS menjadi ASN PPPK menciptakan rasa adil bagi dosen profesional. Mengingat, program terobosan Kemendikbudristek RI, yakni Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang sangat prestisius, akan sia-sia bila DTN-PNS sebagai bagian dari civitas akademika masih berjuang dengan ketidakjelasan status administrasi.

Masalah mendasar, kata dia, ada pada regulasi yang menjadi pijakannya. “Bisa kita bayangkan bagaimana nasib bangsa ke depan jika DTN-PNS yang berjumlah sekitar 9.500 orang lebih itu, tidak menjalankan tupoksinya. Maka dampaknya akan luar biasa bagi pendidikan tinggi,” urainya.

Untuk itu, Nur Purnamasidi berharap, Kemendikbudristek dan Kemenag RI, serta lembaga negara terkait, berani melakukan terobosan secara hukum untuk mengakomodasi eksistensi DTN-PNS. “Bantu mereka (DTN-PNS, Red) merdeka,” pungkasnya. (*)

Fotografer: Humas UIN KHAS Jember for Radar Jember

Editor: Mahrus Sholih

JAKARTA, RADARJEMBER.ID- Demi memperjuangkan alih status anggotanya, Ketua Ikatan Dosen Tetap Non-PNS RI (IDTN-PNS) Dr Moh Nor Afandi datang ke Jakarta untuk menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Gedung DPR RI, Senayan Jakarta, Rabu (30/3).

Dosen di Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember ini meminta dukungan kepada DPR atas perubahan alih status alih status menjadi Aparatur Sipil Negara Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (ASN PPPK). Karena regulasi terkait PPPK tahun 2018 tidak mengakomodasi dan tidak memiliki landasan hukum yang kuat bagi DTNPNS.

Menurut dosen yang sekaligus Ketua Pusat Data dan Informasi Kelembagaan UIN KHAS Jember itu, peraturan perundang-undangan di bawahnya, yakni Permendikbud RI Nomor 84 Tahun 2013 dan Permenag Nomor 3 Tahun 2016, bukanlah merupakan pengaturan lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan di atasnya. “Yaitu UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara,” ungkap Afandi, di depan Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf yang menjadi pimpinan rapat.

BACA JUGA: UIN KHAS Jember Gelar Wisuda Tatap Muka

Sementara itu, anggota Komisi X DPR RI Muhammad Nur Purnamasidi menguatkan, moraturium penerimaan CPNS dan tuntutan akan akreditasi membolehkan perguruan tinggi merekrut DTN-PNS. Menurutnya, hal ini menimbulkan diskriminasi status kepegawaian, ketidakjelasan karir, serta minimnya tingkat kesejahteraan bagi DTN-PNS.

Nur Purnamasidi menjelaskan, keluarnya PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja, membuat status DTN-PNS semakin tidak jelas. “Mulai tahun 2023 nanti, nomenklatur yang ada hanya PNS dan PPPK,” tuturnya.

Dia menambahkan, alih status DTN-PNS menjadi ASN PPPK menciptakan rasa adil bagi dosen profesional. Mengingat, program terobosan Kemendikbudristek RI, yakni Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang sangat prestisius, akan sia-sia bila DTN-PNS sebagai bagian dari civitas akademika masih berjuang dengan ketidakjelasan status administrasi.

Masalah mendasar, kata dia, ada pada regulasi yang menjadi pijakannya. “Bisa kita bayangkan bagaimana nasib bangsa ke depan jika DTN-PNS yang berjumlah sekitar 9.500 orang lebih itu, tidak menjalankan tupoksinya. Maka dampaknya akan luar biasa bagi pendidikan tinggi,” urainya.

Untuk itu, Nur Purnamasidi berharap, Kemendikbudristek dan Kemenag RI, serta lembaga negara terkait, berani melakukan terobosan secara hukum untuk mengakomodasi eksistensi DTN-PNS. “Bantu mereka (DTN-PNS, Red) merdeka,” pungkasnya. (*)

Fotografer: Humas UIN KHAS Jember for Radar Jember

Editor: Mahrus Sholih

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca