JawaPos.com – Kabar gembira untuk produk panel surya (Crystalline Silicon Photovoltaic Cells and Modules/CSPV) Indonesia. Produk ini kembali siap bersaing di Amerika Serikat (AS) karena terbebas dari pengenaan pengamanan atau pengamanan pengamanan (BMTP) dari Pemerintah AS. Presiden AS Joe Biden dokumen dokumen yang memggembirakan ini.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyambut baik keputusan tersebut. Menurutnya, dengan pengecualiannya Indonesia dari BMTP memberikan peluang bagi eksportir panel surya Indonesia untuk meningkatkan ekspor ke AS.
“Pemerintah merespons dan menyambut baik keputusan AS untuk mengecualikan produk solar panel Indonesia dari penambahan pengenaan BMTP. Hal ini menjadi angin segar bagi eksportir solar panel Indonesia untuk membuka kembali dan memperluas akses pasar di AS,” ujar Mendag Lutfi.
Informasi bebasnya produk panel surya terkena BMTP disampaikan Atase Perdagangan Washington DC dalam dokumen ‘Proklamasi Untuk Terus Memfasilitasi Penyesuaian Positif terhadap Persaingan dari Impor Sel Fotovoltaik Silikon Kristal Tertentu (Dirakit Sebagian atau Sepenuhnya Menjadi Produk Lain) di bawah Bagian 201’ yang dirilis pada 4 Februari 2022.
Dokumen ini sekaligus memperkuat laporan akhir penyelidikan pengamanan untuk produk solar panel yang telah dirilis Otoritas AS pada 8 Desember 2021 lalu. Produk solar panel yang diinvestigasi tersebut meliputi produk solar panel dalam bentuk sel dan modul.
Dalam laporan tersebut, United States International Trade Commission (US ITC) sebagai pengawas penyelidikan kembali mereferensikan perpanjangan pengenaan BMTP selama empat tahun. Keputusan tersebut berlaku untuk semua negara kecuali negara-negara berkembang, termasuk Indonesia dengan pangsa impor di bawah 3 persen.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Indrasari Wisnu Wardhana mengatakan eksportir solar panel Indonesia dapat memanfaatkan kesempatan ini secara maksimal untuk melakukan ekspor ke AS.
“Pemerintah Indonesia mendorong eksportir panel surya di Indonesia untuk memanfaatkan peluang tersebut secara optimal guna meningkatkan ekspor ke pasar AS, terutama mendorong pertumbuhan perekonomian nasional di tengah pandemi saat ini,” kata Wisnu.
Sebelumnya, AS telah mengenakan produk panel surya BMTP sejak 23 Januari 2018 hingga 6 Februari 2022. Selanjutnya, pengenaan BMTP diperpanjang selama empat tahun hingga 6 Februari 2026 atas permintaan dari industri panel surya dalam negeri AS. Pemohon mengklaim telah terjadi kerugian serius akibat pembelian produk solar panel pada 2015—2018. hal ini, Pemerintah Indonesia terus berupaya agar lolos dari kebijakan pengenaan BMTP oleh AS.
Direktur Pengamanan Perdagangan Natan Kambuno menanggapi keputusan AS dengan optimisme tinggi. Menurutnya, Pemerintah Indonesia telah terlibat aktif dan kooperatif sejak awal inisiasi penyelidikan guna membela pengusaha/eksportir Indonesia. Di sisi lain, penyelidikan AS juga transparan dan objektif dalam investigasi panel surya tersebut.
“Pemerintah Indonesia melalui koordinasi Direktorat Pengamanan Perdagangan (DPP) yang terlibat aktif selama proses penyelidikan dengan menambahkan sejumlah pembelaan tertulis kepada otoritas AS. Selain itu, proses penyelidikan ini diikuti dengan kooperatif dengan tujuan agar Indonesia dibebaskan dari BMTP sehingga memberikan peluang bagi eksportir Indonesia untuk memperluas pasar di AS,” terang Natan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Januari 2022, nilai ekspor produk solar panel Indonesia ke dunia cenderung mengalami tren peningkatan sebesar 12,26 persen dalam lima tahun terakhir (2016—2021). Nilai ekspor tertinggi Indonesia ke AS untuk produk ini terjadi pada 2021 yakni sebesar USD 22,69 juta. Pada tahun tersebut, AS menjadi negara tujuan ekspor produk solar panel Indonesia dengan pangsa pasar mencapai 34 persen. Selain AS, negara tujuan utama ekspor Indonesia untuk produk yang dimaksud adalah Singapura, Belanda, Tiongkok, dan Jepang.
Sebelumnya, AS telah mengenakan produk panel surya BMTP sejak 23 Januari 2018 hingga 6 Februari 2022. Selanjutnya, pengenaan BMTP diperpanjang selama empat tahun hingga 6 Februari 2026 atas permintaan dari industri panel surya dalam negeri AS. Pemohon mengklaim telah terjadi kerugian serius akibat pembelian produk solar panel pada 2015—2018. hal ini, Pemerintah Indonesia terus berupaya agar lolos dari kebijakan pengenaan BMTP oleh AS.
Direktur Pengamanan Perdagangan Natan Kambuno menanggapi keputusan AS dengan optimisme tinggi. Menurutnya, Pemerintah Indonesia telah terlibat aktif dan kooperatif sejak awal inisiasi penyelidikan guna membela pengusaha/eksportir Indonesia. Di sisi lain, penyelidikan AS juga transparan dan objektif dalam investigasi panel surya tersebut.
“Pemerintah Indonesia melalui koordinasi Direktorat Pengamanan Perdagangan (DPP) yang terlibat aktif selama proses penyelidikan dengan menambahkan sejumlah pembelaan tertulis kepada otoritas AS. Selain itu, proses penyelidikan ini diikuti dengan kooperatif dengan tujuan agar Indonesia dibebaskan dari BMTP sehingga memberikan peluang bagi eksportir Indonesia untuk memperluas pasar di AS,” terang Natan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Januari 2022, nilai ekspor produk solar panel Indonesia ke dunia cenderung mengalami tren peningkatan sebesar 12,26 persen dalam lima tahun terakhir (2016—2021). Nilai ekspor tertinggi Indonesia ke AS untuk produk ini terjadi pada 2021 yakni sebesar USD 22,69 juta. Pada tahun tersebut, AS menjadi negara tujuan ekspor produk solar panel Indonesia dengan pangsa pasar mencapai 34 persen. Selain AS, negara tujuan utama ekspor Indonesia untuk produk yang dimaksud adalah Singapura, Belanda, Tiongkok, dan Jepang.