23.7 C
Jember
Sunday, 26 March 2023

Ubah Strategi Sebelum Kecolongan!

# Politisi Kawakan Banyak Tak Diuntungkan # Soal Perubahan Dapil dari 6 Menjadi 7

Mobile_AP_Rectangle 1

SUMBERSARI, RADARJEMBER.ID – Penetapan daerah pemilihan (dapil) untuk Pemilu 2024 oleh KPU RI menuai respons yang beragam dari sejumlah partai politik (parpol) di Jember. Meski mayoritas menyetujui, namun sebenarnya mereka cukup berat hati karena penambahan dapil tak sesuai ekspektasi. Jika larut dalam situasi politik yang terus berjalan dan tidak punya strategi baru, bisa jadi akan semakin kecolongan.

BACA JUGA : Banyak Terminal Setoran Tidak Penuh, Uang Pajak Rp 230 M Ngendon!

Rasa berat itu tentu bukan tanpa alasan. Beberapa petinggi parpol mengungkapkan, yang paling krusial dari bertambahnya dapil itu adalah peta konstituen yang mereka rawat selama ini harus terpecah-pecah. Ada yang keluar masuk dari satu dapil ke dapil lainnya. Bahkan yang berat lagi yakni diikuti dengan pergeseran kuota kursi per dapil.

Mobile_AP_Rectangle 2

Anggota DPRD Jember Fraksi Gerindra Siswono mengutarakan, sebenarnya penambahan dapil itu yang paling krusial mengubah peta daftar konstituen. Hal itu merugikan bagi pada calon petahana. Namun, di satu sisi menguntungkan bagi calon penantang baru, karena memiliki peluang yang sama.

Ia mencontohkan di dapil 3, yang sebelum perubahan ada 6 kecamatan dengan 9 kursi. Namun, setelah perubahan, Kecamatan Ajung dan Sumbersari menjadi satu ikut dapil kota. Sementara, di dapil 3 yang lama, menjadi dapil 4 yang justru menyambung dengan Silo dan Mayang. Perubahan itu juga diikuti dengan penyusutan jumlah kursi, dari semula 9 kursi kini hanya menjadi 6 kursi. “Wilayah-wilayah yang sudah kita ramut, ibarat tanaman kita pupuk, ternyata harus berada di luar wilayah kami setelah perubahan dapil ini,” sesalnya.

Meski berat hati, pria yang juga mengetuai Komisi B DPRD Jember itu mengaku tetap menghormati apa-apa yang telah menjadi keputusan dari wasit pemilu, dalam hal ini pihak KPU. “Ini menjadi tantangan tersendiri, bagaimana para calon melakukan hubungan yang lebih luas dengan masyarakat yang selama ini di luar kewilayahannya,” imbuhnya.

DPC Partai Gerindra Jember secara umum sepertinya tidak terlalu menyoal penambahan dapil tersebut. Ketua DPC Gerindra Jember Ahmad Halim menilai, keputusan KPU RI yang menetapkan menjadi tujuh dapil di Jember sudah konkret. Hal itu jika didasarkan pada letak geografis maupun jumlah daftar pemilih tetap (DPT) yang dinilainya ada titik kesesuaian. “Menurut kami penambahan dapil ini sudah sesuai. Tidak jomplang antara alokasi kursi dengan jumlah pemilih di dapil tersebut,” kata pria yang juga menjabat Wakil Ketua 2 DPRD Jember itu, kemarin.

Anggota DPRD Jember Fraksi Nasdem David Handoko Seto mengutarakan sedikit berbeda. Menurut dia, apa yang telah menjadi keputusan KPU RI, dengan apa yang telah disosialisasikan oleh KPU Jember selama ini mengenai dapil tersebut, dinilainya di luar prediksi alias melenceng. Sebab, opsi 7 dapil beserta pembagian wilayah dan kuota kursinya yang mulanya disosialisasikan KPU Jember kepada parpol-parpol di Jember, tidaklah sama dengan 7 dapil yang telah ditetapkan oleh KPU RI. “Format yang ditetapkan oleh KPU RI ini adalah format yang tidak pernah didiskusikan sebelumnya, antara KPU Jember dengan parpol di Jember, saat sosialisasi beberapa pekan lalu,” gerutunya.

David juga merasa, keputusan KPU RI itu perlu dijelaskan secara gamblang kepada publik, utamanya ke parpol-parpol di Jember, mengapa antara yang disosialisasikan dengan yang diputuskan berbeda. “Percuma diskusi kemarin, buang-buang duit dan tenaga, jika yang sosialisasikan dan yang diputuskan berbeda. Atau jangan-jangan hanya pesanan partai politik yang berkepentingan untuk 7 dapil ini,” duganya.

DPD Partai Nasdem Jember juga merasa tidak habis pikir mengapa rancangan dapil yang disodorkan KPU Jember berbeda dari yang diputuskan KPU RI. Wakil Ketua DPD Partai Nasdem Jember Dedy Dwi Setiawan mengatakan, sejak awal pihaknya mengaku siap dengan rancangan penataan dapil yang sempat disosialisasikan tersebut. “Sejak awal kami siap, hanya lucu saja, ternyata rancangan dari KPU Jember yang notabenenya lebih tahu peta di daerah, justru tidak diadopsi sama sekali,” sergahnya.

Meski begitu, Dedy mengaku pihak petinggi partainya sebenarnya lebih menyetujui rancangan 7 dapil versi yang disodorkan KPU Jember, bukan 7 dapil versi yang diputuskan KPU RI. Pihaknya juga tidak terlalu menyoal keputusan penambahan dan perubahan dapil tersebut. Justru hal itu semakin menguntungkan bagi partainya yang mematok target perolehan kursi cukup tinggi di Pemilu 2024 nanti. “Bagi kami bisa saja menguntungkan. Kami tetap akan mengikuti aturan yang ada,” papar pria yang juga sebagai Wakil Ketua DPRD Jember itu.

Beberapa parpol lain juga mengutarakan hal tak jauh berbeda. Dari anggota DPRD Jember Fraksi PPP misalnya, Achmad Faeshol. Secara pribadi, Faeshol mengaku sebenarnya penambahan dan perubahan menjadi 7 dapil itu menuntut kesiapan para calon anggota DPRD yang akan mengikuti kontestasi Pemilu 2024 nanti. “Kalau saya pribadi sebagai politisi, mau jadi dapil berapa pun di Jember ini, ya kita harus tetap siap. Di mana pun dan berapa pun jumlah dapil tersebut,” jelasnya.

 

Peluang Wajah Lama dan Wajah Baru Sama

SEBAGAIMANA diketahui, KPU RI telah menetapkan jumlah dapil beserta kursi di masing-masing wilayah/kecamatan di Jember untuk Pemilu 2024 mendatang. Berdasarkan PKPU Nomor 6 Tahun 2023. Keputusan itu sekaligus mengubah jumlah dapil pemilu di Jember, dari semula 6 dapil kini menjadi 7 dapil.

Antara lain, dapil 1 ada 7 kursi, dengan 4 kecamatan, yakni Ajung, Kaliwates, Sumbersari, dan Pakusari. Dapil 2 ada 7 kursi, dengan 5 kecamatan; Rambipuji, Panti, Sukorambi, Patrang, dan Arjasa. Dapil 3 ada 6 kursi, dengan 5 kecamatan; Jelbuk, Kalisat, Ledokombo, Sukowono, dan Sumberjambe. Dapil 4 ada 6 kursi, dengan 4 kecamatan; Tempurejo, Mumbulsari, Mayang, dan Silo.

Lalu, dapil 5 ada 8 kursi dengan 4 kecamatan; Balung, Wuluhan, Ambulu, dan Jenggawah. Dapil 6 ada 7 kursi, dengan 4 kecamatan; Jombang, Kencong, Gumukmas, dan Puger. Serta dapil 7 ada 9 kursi, dengan 5 kecamatan; Sumberbaru, Umbulsari, Tanggul, Semboro, dan Bangsalsari.

Menanggapi hal itu, pakar komunikasi politik UIN KHAS Jember, Dr Kun Wazis, mengungkapkan, penetapan 7 dapil itu diprediksinya akan lebih sengit karena ada banyak perubahan peta medan juang para calon legislatif untuk merawat konstituennya, atau calon pemilih. “Perubahan dapil ini bisa tidak menguntungkan. Namun, di sisi lain mungkin menguntungkan bagi new comer,” urainya.

Menurut Kun Wazis, partai-partai juga memiliki otoritas penuh untuk memetakan kandidat atau calon legislator yang diberangkatkan di tiap-tiap dapil atau kecamatan. Mereka bisa memetakan calon-calon legislatornya untuk berangkat dari dapil mana, yang itu memiliki komunikasi politik cukup baik di dapilnya.

Namun demikian, jika parpol-parpol setuju terhadap penetapan dapil itu, hal itu akan menjadi tantangan tersendiri bagi parpol dan para politisi bisa berkompetisi, mengomunikasikan pesan-pesan politiknya kepada masyarakat di dapilnya masing-masing agar memilih. Sekaligus, hal itu menjadi pertaruhan kredibilitas calon dan partai politik di dapil tersebut.

Namun, lanjut Kun Wazis, jika parpol-parpol ada yang keberatan atau tidak setuju, hal itu juga dinilainya sah-sah saja. Serta merupakan bagian hak dari partai politik selaku peserta pemilu untuk menggugat atau meminta kejelasan ke KPU RI. “Kalau misalnya parpol-parpol keberatan atau tidak setuju dengan keputusan KPU RI ini, mereka sah-sah saja menggugat. Di ranah hukum juga dipersilakan,” jelasnya.

Kun Wazis menambahkan, publik selaku calon pemilih juga akan menilai kiprah para politisi di masing-masing dapil dalam rangka merebut hati calon konstituen mereka. Sebab, menurutnya, setiap produk regulasi dalam setiap kajian politik itu akan menjadi tantangan besar bagi komunikator politik atau politisi dalam merebut hati pemilih di wilayah masing-masing. Hal itu juga menjadi pertaruhan marwah parpol-parpol, seberapa laku parpol di tiap-tiap dapil tersebut. “Perubahan dapil ini tentu ada plus minusnya. Yang tidak setuju mereka sah-sah saja menggugat. Kalau setuju, berarti itu tantangan bagi politisi dan parpol,” kata Kun Wazis.

Sebelumnya, Komisioner KPU Jember Achmad Susanto mengungkapkan bahwa penetapan 7 dapil itu merupakan otoritas penuh dari KPU RI. Susanto meyakinkan, selama ini KPU Jember dalam upaya menyodorkan atau memberikan usulan. Sementara kewenangan yang menetapkan adalah dari KPU RI atau pusat. Susanto juga mempersilakan siapa-siapa yang keberatan, menolak, atau menggugat keputusan KPU RI mengenai penetapan dapil tersebut. “Kalau ada yang tidak setuju, monggo dipersilakan ke KPU RI, karena yang memutuskan KPU RI. KPU daerah hanya mengusulkan,” katanya. (mau/c2/nur)

- Advertisement -

SUMBERSARI, RADARJEMBER.ID – Penetapan daerah pemilihan (dapil) untuk Pemilu 2024 oleh KPU RI menuai respons yang beragam dari sejumlah partai politik (parpol) di Jember. Meski mayoritas menyetujui, namun sebenarnya mereka cukup berat hati karena penambahan dapil tak sesuai ekspektasi. Jika larut dalam situasi politik yang terus berjalan dan tidak punya strategi baru, bisa jadi akan semakin kecolongan.

BACA JUGA : Banyak Terminal Setoran Tidak Penuh, Uang Pajak Rp 230 M Ngendon!

Rasa berat itu tentu bukan tanpa alasan. Beberapa petinggi parpol mengungkapkan, yang paling krusial dari bertambahnya dapil itu adalah peta konstituen yang mereka rawat selama ini harus terpecah-pecah. Ada yang keluar masuk dari satu dapil ke dapil lainnya. Bahkan yang berat lagi yakni diikuti dengan pergeseran kuota kursi per dapil.

Anggota DPRD Jember Fraksi Gerindra Siswono mengutarakan, sebenarnya penambahan dapil itu yang paling krusial mengubah peta daftar konstituen. Hal itu merugikan bagi pada calon petahana. Namun, di satu sisi menguntungkan bagi calon penantang baru, karena memiliki peluang yang sama.

Ia mencontohkan di dapil 3, yang sebelum perubahan ada 6 kecamatan dengan 9 kursi. Namun, setelah perubahan, Kecamatan Ajung dan Sumbersari menjadi satu ikut dapil kota. Sementara, di dapil 3 yang lama, menjadi dapil 4 yang justru menyambung dengan Silo dan Mayang. Perubahan itu juga diikuti dengan penyusutan jumlah kursi, dari semula 9 kursi kini hanya menjadi 6 kursi. “Wilayah-wilayah yang sudah kita ramut, ibarat tanaman kita pupuk, ternyata harus berada di luar wilayah kami setelah perubahan dapil ini,” sesalnya.

Meski berat hati, pria yang juga mengetuai Komisi B DPRD Jember itu mengaku tetap menghormati apa-apa yang telah menjadi keputusan dari wasit pemilu, dalam hal ini pihak KPU. “Ini menjadi tantangan tersendiri, bagaimana para calon melakukan hubungan yang lebih luas dengan masyarakat yang selama ini di luar kewilayahannya,” imbuhnya.

DPC Partai Gerindra Jember secara umum sepertinya tidak terlalu menyoal penambahan dapil tersebut. Ketua DPC Gerindra Jember Ahmad Halim menilai, keputusan KPU RI yang menetapkan menjadi tujuh dapil di Jember sudah konkret. Hal itu jika didasarkan pada letak geografis maupun jumlah daftar pemilih tetap (DPT) yang dinilainya ada titik kesesuaian. “Menurut kami penambahan dapil ini sudah sesuai. Tidak jomplang antara alokasi kursi dengan jumlah pemilih di dapil tersebut,” kata pria yang juga menjabat Wakil Ketua 2 DPRD Jember itu, kemarin.

Anggota DPRD Jember Fraksi Nasdem David Handoko Seto mengutarakan sedikit berbeda. Menurut dia, apa yang telah menjadi keputusan KPU RI, dengan apa yang telah disosialisasikan oleh KPU Jember selama ini mengenai dapil tersebut, dinilainya di luar prediksi alias melenceng. Sebab, opsi 7 dapil beserta pembagian wilayah dan kuota kursinya yang mulanya disosialisasikan KPU Jember kepada parpol-parpol di Jember, tidaklah sama dengan 7 dapil yang telah ditetapkan oleh KPU RI. “Format yang ditetapkan oleh KPU RI ini adalah format yang tidak pernah didiskusikan sebelumnya, antara KPU Jember dengan parpol di Jember, saat sosialisasi beberapa pekan lalu,” gerutunya.

David juga merasa, keputusan KPU RI itu perlu dijelaskan secara gamblang kepada publik, utamanya ke parpol-parpol di Jember, mengapa antara yang disosialisasikan dengan yang diputuskan berbeda. “Percuma diskusi kemarin, buang-buang duit dan tenaga, jika yang sosialisasikan dan yang diputuskan berbeda. Atau jangan-jangan hanya pesanan partai politik yang berkepentingan untuk 7 dapil ini,” duganya.

DPD Partai Nasdem Jember juga merasa tidak habis pikir mengapa rancangan dapil yang disodorkan KPU Jember berbeda dari yang diputuskan KPU RI. Wakil Ketua DPD Partai Nasdem Jember Dedy Dwi Setiawan mengatakan, sejak awal pihaknya mengaku siap dengan rancangan penataan dapil yang sempat disosialisasikan tersebut. “Sejak awal kami siap, hanya lucu saja, ternyata rancangan dari KPU Jember yang notabenenya lebih tahu peta di daerah, justru tidak diadopsi sama sekali,” sergahnya.

Meski begitu, Dedy mengaku pihak petinggi partainya sebenarnya lebih menyetujui rancangan 7 dapil versi yang disodorkan KPU Jember, bukan 7 dapil versi yang diputuskan KPU RI. Pihaknya juga tidak terlalu menyoal keputusan penambahan dan perubahan dapil tersebut. Justru hal itu semakin menguntungkan bagi partainya yang mematok target perolehan kursi cukup tinggi di Pemilu 2024 nanti. “Bagi kami bisa saja menguntungkan. Kami tetap akan mengikuti aturan yang ada,” papar pria yang juga sebagai Wakil Ketua DPRD Jember itu.

Beberapa parpol lain juga mengutarakan hal tak jauh berbeda. Dari anggota DPRD Jember Fraksi PPP misalnya, Achmad Faeshol. Secara pribadi, Faeshol mengaku sebenarnya penambahan dan perubahan menjadi 7 dapil itu menuntut kesiapan para calon anggota DPRD yang akan mengikuti kontestasi Pemilu 2024 nanti. “Kalau saya pribadi sebagai politisi, mau jadi dapil berapa pun di Jember ini, ya kita harus tetap siap. Di mana pun dan berapa pun jumlah dapil tersebut,” jelasnya.

 

Peluang Wajah Lama dan Wajah Baru Sama

SEBAGAIMANA diketahui, KPU RI telah menetapkan jumlah dapil beserta kursi di masing-masing wilayah/kecamatan di Jember untuk Pemilu 2024 mendatang. Berdasarkan PKPU Nomor 6 Tahun 2023. Keputusan itu sekaligus mengubah jumlah dapil pemilu di Jember, dari semula 6 dapil kini menjadi 7 dapil.

Antara lain, dapil 1 ada 7 kursi, dengan 4 kecamatan, yakni Ajung, Kaliwates, Sumbersari, dan Pakusari. Dapil 2 ada 7 kursi, dengan 5 kecamatan; Rambipuji, Panti, Sukorambi, Patrang, dan Arjasa. Dapil 3 ada 6 kursi, dengan 5 kecamatan; Jelbuk, Kalisat, Ledokombo, Sukowono, dan Sumberjambe. Dapil 4 ada 6 kursi, dengan 4 kecamatan; Tempurejo, Mumbulsari, Mayang, dan Silo.

Lalu, dapil 5 ada 8 kursi dengan 4 kecamatan; Balung, Wuluhan, Ambulu, dan Jenggawah. Dapil 6 ada 7 kursi, dengan 4 kecamatan; Jombang, Kencong, Gumukmas, dan Puger. Serta dapil 7 ada 9 kursi, dengan 5 kecamatan; Sumberbaru, Umbulsari, Tanggul, Semboro, dan Bangsalsari.

Menanggapi hal itu, pakar komunikasi politik UIN KHAS Jember, Dr Kun Wazis, mengungkapkan, penetapan 7 dapil itu diprediksinya akan lebih sengit karena ada banyak perubahan peta medan juang para calon legislatif untuk merawat konstituennya, atau calon pemilih. “Perubahan dapil ini bisa tidak menguntungkan. Namun, di sisi lain mungkin menguntungkan bagi new comer,” urainya.

Menurut Kun Wazis, partai-partai juga memiliki otoritas penuh untuk memetakan kandidat atau calon legislator yang diberangkatkan di tiap-tiap dapil atau kecamatan. Mereka bisa memetakan calon-calon legislatornya untuk berangkat dari dapil mana, yang itu memiliki komunikasi politik cukup baik di dapilnya.

Namun demikian, jika parpol-parpol setuju terhadap penetapan dapil itu, hal itu akan menjadi tantangan tersendiri bagi parpol dan para politisi bisa berkompetisi, mengomunikasikan pesan-pesan politiknya kepada masyarakat di dapilnya masing-masing agar memilih. Sekaligus, hal itu menjadi pertaruhan kredibilitas calon dan partai politik di dapil tersebut.

Namun, lanjut Kun Wazis, jika parpol-parpol ada yang keberatan atau tidak setuju, hal itu juga dinilainya sah-sah saja. Serta merupakan bagian hak dari partai politik selaku peserta pemilu untuk menggugat atau meminta kejelasan ke KPU RI. “Kalau misalnya parpol-parpol keberatan atau tidak setuju dengan keputusan KPU RI ini, mereka sah-sah saja menggugat. Di ranah hukum juga dipersilakan,” jelasnya.

Kun Wazis menambahkan, publik selaku calon pemilih juga akan menilai kiprah para politisi di masing-masing dapil dalam rangka merebut hati calon konstituen mereka. Sebab, menurutnya, setiap produk regulasi dalam setiap kajian politik itu akan menjadi tantangan besar bagi komunikator politik atau politisi dalam merebut hati pemilih di wilayah masing-masing. Hal itu juga menjadi pertaruhan marwah parpol-parpol, seberapa laku parpol di tiap-tiap dapil tersebut. “Perubahan dapil ini tentu ada plus minusnya. Yang tidak setuju mereka sah-sah saja menggugat. Kalau setuju, berarti itu tantangan bagi politisi dan parpol,” kata Kun Wazis.

Sebelumnya, Komisioner KPU Jember Achmad Susanto mengungkapkan bahwa penetapan 7 dapil itu merupakan otoritas penuh dari KPU RI. Susanto meyakinkan, selama ini KPU Jember dalam upaya menyodorkan atau memberikan usulan. Sementara kewenangan yang menetapkan adalah dari KPU RI atau pusat. Susanto juga mempersilakan siapa-siapa yang keberatan, menolak, atau menggugat keputusan KPU RI mengenai penetapan dapil tersebut. “Kalau ada yang tidak setuju, monggo dipersilakan ke KPU RI, karena yang memutuskan KPU RI. KPU daerah hanya mengusulkan,” katanya. (mau/c2/nur)

SUMBERSARI, RADARJEMBER.ID – Penetapan daerah pemilihan (dapil) untuk Pemilu 2024 oleh KPU RI menuai respons yang beragam dari sejumlah partai politik (parpol) di Jember. Meski mayoritas menyetujui, namun sebenarnya mereka cukup berat hati karena penambahan dapil tak sesuai ekspektasi. Jika larut dalam situasi politik yang terus berjalan dan tidak punya strategi baru, bisa jadi akan semakin kecolongan.

BACA JUGA : Banyak Terminal Setoran Tidak Penuh, Uang Pajak Rp 230 M Ngendon!

Rasa berat itu tentu bukan tanpa alasan. Beberapa petinggi parpol mengungkapkan, yang paling krusial dari bertambahnya dapil itu adalah peta konstituen yang mereka rawat selama ini harus terpecah-pecah. Ada yang keluar masuk dari satu dapil ke dapil lainnya. Bahkan yang berat lagi yakni diikuti dengan pergeseran kuota kursi per dapil.

Anggota DPRD Jember Fraksi Gerindra Siswono mengutarakan, sebenarnya penambahan dapil itu yang paling krusial mengubah peta daftar konstituen. Hal itu merugikan bagi pada calon petahana. Namun, di satu sisi menguntungkan bagi calon penantang baru, karena memiliki peluang yang sama.

Ia mencontohkan di dapil 3, yang sebelum perubahan ada 6 kecamatan dengan 9 kursi. Namun, setelah perubahan, Kecamatan Ajung dan Sumbersari menjadi satu ikut dapil kota. Sementara, di dapil 3 yang lama, menjadi dapil 4 yang justru menyambung dengan Silo dan Mayang. Perubahan itu juga diikuti dengan penyusutan jumlah kursi, dari semula 9 kursi kini hanya menjadi 6 kursi. “Wilayah-wilayah yang sudah kita ramut, ibarat tanaman kita pupuk, ternyata harus berada di luar wilayah kami setelah perubahan dapil ini,” sesalnya.

Meski berat hati, pria yang juga mengetuai Komisi B DPRD Jember itu mengaku tetap menghormati apa-apa yang telah menjadi keputusan dari wasit pemilu, dalam hal ini pihak KPU. “Ini menjadi tantangan tersendiri, bagaimana para calon melakukan hubungan yang lebih luas dengan masyarakat yang selama ini di luar kewilayahannya,” imbuhnya.

DPC Partai Gerindra Jember secara umum sepertinya tidak terlalu menyoal penambahan dapil tersebut. Ketua DPC Gerindra Jember Ahmad Halim menilai, keputusan KPU RI yang menetapkan menjadi tujuh dapil di Jember sudah konkret. Hal itu jika didasarkan pada letak geografis maupun jumlah daftar pemilih tetap (DPT) yang dinilainya ada titik kesesuaian. “Menurut kami penambahan dapil ini sudah sesuai. Tidak jomplang antara alokasi kursi dengan jumlah pemilih di dapil tersebut,” kata pria yang juga menjabat Wakil Ketua 2 DPRD Jember itu, kemarin.

Anggota DPRD Jember Fraksi Nasdem David Handoko Seto mengutarakan sedikit berbeda. Menurut dia, apa yang telah menjadi keputusan KPU RI, dengan apa yang telah disosialisasikan oleh KPU Jember selama ini mengenai dapil tersebut, dinilainya di luar prediksi alias melenceng. Sebab, opsi 7 dapil beserta pembagian wilayah dan kuota kursinya yang mulanya disosialisasikan KPU Jember kepada parpol-parpol di Jember, tidaklah sama dengan 7 dapil yang telah ditetapkan oleh KPU RI. “Format yang ditetapkan oleh KPU RI ini adalah format yang tidak pernah didiskusikan sebelumnya, antara KPU Jember dengan parpol di Jember, saat sosialisasi beberapa pekan lalu,” gerutunya.

David juga merasa, keputusan KPU RI itu perlu dijelaskan secara gamblang kepada publik, utamanya ke parpol-parpol di Jember, mengapa antara yang disosialisasikan dengan yang diputuskan berbeda. “Percuma diskusi kemarin, buang-buang duit dan tenaga, jika yang sosialisasikan dan yang diputuskan berbeda. Atau jangan-jangan hanya pesanan partai politik yang berkepentingan untuk 7 dapil ini,” duganya.

DPD Partai Nasdem Jember juga merasa tidak habis pikir mengapa rancangan dapil yang disodorkan KPU Jember berbeda dari yang diputuskan KPU RI. Wakil Ketua DPD Partai Nasdem Jember Dedy Dwi Setiawan mengatakan, sejak awal pihaknya mengaku siap dengan rancangan penataan dapil yang sempat disosialisasikan tersebut. “Sejak awal kami siap, hanya lucu saja, ternyata rancangan dari KPU Jember yang notabenenya lebih tahu peta di daerah, justru tidak diadopsi sama sekali,” sergahnya.

Meski begitu, Dedy mengaku pihak petinggi partainya sebenarnya lebih menyetujui rancangan 7 dapil versi yang disodorkan KPU Jember, bukan 7 dapil versi yang diputuskan KPU RI. Pihaknya juga tidak terlalu menyoal keputusan penambahan dan perubahan dapil tersebut. Justru hal itu semakin menguntungkan bagi partainya yang mematok target perolehan kursi cukup tinggi di Pemilu 2024 nanti. “Bagi kami bisa saja menguntungkan. Kami tetap akan mengikuti aturan yang ada,” papar pria yang juga sebagai Wakil Ketua DPRD Jember itu.

Beberapa parpol lain juga mengutarakan hal tak jauh berbeda. Dari anggota DPRD Jember Fraksi PPP misalnya, Achmad Faeshol. Secara pribadi, Faeshol mengaku sebenarnya penambahan dan perubahan menjadi 7 dapil itu menuntut kesiapan para calon anggota DPRD yang akan mengikuti kontestasi Pemilu 2024 nanti. “Kalau saya pribadi sebagai politisi, mau jadi dapil berapa pun di Jember ini, ya kita harus tetap siap. Di mana pun dan berapa pun jumlah dapil tersebut,” jelasnya.

 

Peluang Wajah Lama dan Wajah Baru Sama

SEBAGAIMANA diketahui, KPU RI telah menetapkan jumlah dapil beserta kursi di masing-masing wilayah/kecamatan di Jember untuk Pemilu 2024 mendatang. Berdasarkan PKPU Nomor 6 Tahun 2023. Keputusan itu sekaligus mengubah jumlah dapil pemilu di Jember, dari semula 6 dapil kini menjadi 7 dapil.

Antara lain, dapil 1 ada 7 kursi, dengan 4 kecamatan, yakni Ajung, Kaliwates, Sumbersari, dan Pakusari. Dapil 2 ada 7 kursi, dengan 5 kecamatan; Rambipuji, Panti, Sukorambi, Patrang, dan Arjasa. Dapil 3 ada 6 kursi, dengan 5 kecamatan; Jelbuk, Kalisat, Ledokombo, Sukowono, dan Sumberjambe. Dapil 4 ada 6 kursi, dengan 4 kecamatan; Tempurejo, Mumbulsari, Mayang, dan Silo.

Lalu, dapil 5 ada 8 kursi dengan 4 kecamatan; Balung, Wuluhan, Ambulu, dan Jenggawah. Dapil 6 ada 7 kursi, dengan 4 kecamatan; Jombang, Kencong, Gumukmas, dan Puger. Serta dapil 7 ada 9 kursi, dengan 5 kecamatan; Sumberbaru, Umbulsari, Tanggul, Semboro, dan Bangsalsari.

Menanggapi hal itu, pakar komunikasi politik UIN KHAS Jember, Dr Kun Wazis, mengungkapkan, penetapan 7 dapil itu diprediksinya akan lebih sengit karena ada banyak perubahan peta medan juang para calon legislatif untuk merawat konstituennya, atau calon pemilih. “Perubahan dapil ini bisa tidak menguntungkan. Namun, di sisi lain mungkin menguntungkan bagi new comer,” urainya.

Menurut Kun Wazis, partai-partai juga memiliki otoritas penuh untuk memetakan kandidat atau calon legislator yang diberangkatkan di tiap-tiap dapil atau kecamatan. Mereka bisa memetakan calon-calon legislatornya untuk berangkat dari dapil mana, yang itu memiliki komunikasi politik cukup baik di dapilnya.

Namun demikian, jika parpol-parpol setuju terhadap penetapan dapil itu, hal itu akan menjadi tantangan tersendiri bagi parpol dan para politisi bisa berkompetisi, mengomunikasikan pesan-pesan politiknya kepada masyarakat di dapilnya masing-masing agar memilih. Sekaligus, hal itu menjadi pertaruhan kredibilitas calon dan partai politik di dapil tersebut.

Namun, lanjut Kun Wazis, jika parpol-parpol ada yang keberatan atau tidak setuju, hal itu juga dinilainya sah-sah saja. Serta merupakan bagian hak dari partai politik selaku peserta pemilu untuk menggugat atau meminta kejelasan ke KPU RI. “Kalau misalnya parpol-parpol keberatan atau tidak setuju dengan keputusan KPU RI ini, mereka sah-sah saja menggugat. Di ranah hukum juga dipersilakan,” jelasnya.

Kun Wazis menambahkan, publik selaku calon pemilih juga akan menilai kiprah para politisi di masing-masing dapil dalam rangka merebut hati calon konstituen mereka. Sebab, menurutnya, setiap produk regulasi dalam setiap kajian politik itu akan menjadi tantangan besar bagi komunikator politik atau politisi dalam merebut hati pemilih di wilayah masing-masing. Hal itu juga menjadi pertaruhan marwah parpol-parpol, seberapa laku parpol di tiap-tiap dapil tersebut. “Perubahan dapil ini tentu ada plus minusnya. Yang tidak setuju mereka sah-sah saja menggugat. Kalau setuju, berarti itu tantangan bagi politisi dan parpol,” kata Kun Wazis.

Sebelumnya, Komisioner KPU Jember Achmad Susanto mengungkapkan bahwa penetapan 7 dapil itu merupakan otoritas penuh dari KPU RI. Susanto meyakinkan, selama ini KPU Jember dalam upaya menyodorkan atau memberikan usulan. Sementara kewenangan yang menetapkan adalah dari KPU RI atau pusat. Susanto juga mempersilakan siapa-siapa yang keberatan, menolak, atau menggugat keputusan KPU RI mengenai penetapan dapil tersebut. “Kalau ada yang tidak setuju, monggo dipersilakan ke KPU RI, karena yang memutuskan KPU RI. KPU daerah hanya mengusulkan,” katanya. (mau/c2/nur)

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca