26.4 C
Jember
Saturday, 10 June 2023

Hanya Petani Na Oogst yang Dapat Bantuan Pupuk DBHCHT

Mobile_AP_Rectangle 1

SUMBERSARI, Radar Jember – Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) merupakan penerimaan negara dari sektor cukai hasil tembakau yang dibagi hasilkan kepada pemerintah daerah. Di Jember, DBHCHT berupa pupuk yang peruntukannya menyasar petani tembakau. Namun, hanya petani tembakau Na Oogst yang mendapat jatah. Sementara itu, petani tembakau jenis lainnya, seperti kasturi dan ranjang, justru tidak mendapatkan.

BACA JUGA : Rawan Macet, Dishub Jember Segera Kembalikan Fungsi Traffic Light Mastrip

Kabid Perkebunan Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan (DTPHP) Jember Adrian S Sapnadi membenarkan tentang hal tersebut. Menurut dia, pada tahun ini bantuan yang bersumber dari DBHCHT itu diperuntukkan petani tembakau Na Oogst berupa subsidi pupuk yang memiliki kandungan kalium nitrat dan nitrogen.

Mobile_AP_Rectangle 2

Jumlahnya cukup lumayan, mencapai 15 ton dan didistribusikan kepada 10 kelompok petani (poktan) di empat kecamatan yang ditetapkan sebagai sentra produksi tembakau Na Oogst. Yakni di Kecamatan Ambulu, Wuluhan, Puger, dan Kecamatan Balung. “Memang untuk tahun ini DBHCHT diperuntukkan tembakau Na-Oogst sebanyak 15 ton. Itu sudah terdistribusi semuanya,” katanya saat dikonfirmasi, belum lama ini.

DTPHP Jember beralasan, diberikannya bantuan DBHCHT itu ke petani tembakau Na Oogst karena tembakau jenis ini terbilang komoditas unggul di Jember. Selain itu, dinas juga beranggapan bahwa rekomendasi dari Pemprov Jatim juga menyarankan demikian, agar DBHCHT menyasar jenis Na Oogst.

Sementara itu, untuk para petani tembakau jenis kasturi maupun rajang, kata Adrian, sebenarnya ada alokasi bantuan yang tidak bersumber dari DBHCHT. Melainkan dari Pemprov Jatim. Bantuannya yaitu untuk jenis pupuk nitrogen, fosfat, dan kalium atau NPK, yang jumlahnya mencapai 76 ton dan didistribusikan kepada 38 kelompok petani (poktan) di Jember. Khususnya kawasan Jember utara. “Yang petani tembakau kasturi atau ranjang kami arahkan pada bantuan pupuk NPK dari provinsi. Jadi, bantuan-bantuan itu dibagi rata,” sebutnya.

Namun demikian, pihaknya mengakui bahwa jumlah keseluruhan bantuan itu memang kurang jika dibandingkan kebutuhan petani di lapangan. Kendati pemerintah daerah di tahun 2022 ini juga telah mengalokasikan Rp 500 juta untuk membantu pupuk ke petani, nilai itu juga diakuinya kurang.

Adrian berpendapat, sebenarnya ada peluang untuk petani bisa mendapatkan alokasi subsidi tambahan pada saat perubahan APBD (PAPBD) nanti. Namun, pihaknya tidak bisa memastikan berapa proyeksi PAPBD untuk dialokasikan ke pupuk petani nantinya. “Kami belum tahu diproyeksikan ke angka berapa, karena tentu melihat kekuatan APBD Jember. Dan kami mengharapkan memang ada tambahan. Khususnya untuk petani tembakau ini,” tambah dia.

Ada program bantuan pupuk untuk petani tembakau yang bersumber dari DBHCHT tersebut, DPRD Jember justru baru mengetahui dalam forum rapat dengar pendapat, beberapa pekan lalu. Saat itu DPRD melalui Komisi B sempat mengorek program itu sumber anggarannya dari mana, jenis pupuknya apa, dan berapa alokasinya, hingga soal petani tembakau apa saja yang jadi sasarannya. “Ini kami menyayangkan, tidak pernah ada sosialisasi sebelumnya, ada bantuan pupuk bersumber dari DBHCHT. Sehingga kami tahu hanya matangnya,” sesal David Handoko Seto, Sekretaris Komisi B DPRD Jember.

Komisi B menyayangkan langkah DTPHP mengucurkan DBHCHT itu ke petani tembakau Na Oogst semata, sama sekali tak mencerminkan rasa berkeadilan. Sebab, selama ini yang kerap dirundung masalah soal pupuk mayoritas petani tembakau kasturi maupun rajang. Petani tembakau kasturi juga turut berkontribusi besar menyumbangkan pajak pendapatan negara dari sektor cukai tembakau ini. “Petani tembakau rajang dan kasturi itulah yang betul-betul hari ini menangis karena kesulitan pupuk,” kata David.

David juga mengakui, komoditas tembakau jenis Na Oogst di Jember memang jadi produk unggulan. Selain itu, perawatan hingga operasionalnya memang cukup tinggi, hasil yang didapatkan pun cukup besar. Karena itulah tembakau jenis ini jarang dilirik petani konvensional. Petani kebanyakan justru lebih berminat menanam jenis kasturi maupun rajang. “Tembakau Na Oogst rata-rata ditanam pengusaha. Sementara kasturi maupun rajang ini dilaksanakan oleh petani-petani konvensional,” paparnya.

Komisi B juga mendesak, ke depan dinas bisa menyosialisasikan terlebih dahulu. Semisal kembali ada rencana program-program prioritas untuk petani. Selain itu, DPRD juga menyarankan agar pemerintah daerah bisa turut menambah alokasi anggaran untuk petani pada saat pembahasan perubahan APBD atau P APBD mendatang.

Sementara itu, menurut Sekretaris Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jember Hendro Saputro, memang ada beberapa tembakau Na Oogst yang digerakkan oleh petani konvensional. Istilahnya Na-Oogst tradisional, yang banyak tersebar di daerah Jember selatan.

Namun demikian, ia menyebut, seharusnya pemerintah tidak membeda-bedakan penerima bantuan berupa pupuk tersebut, khususnya ke petani tembakau. “Supaya adil, kalau petani Na Oogst diberi, petani kasturi maupun rajang harusnya juga diberi. Karena DBHCHT itu kan dari alokasi tembakau keseluruhan,” kata Hendro.

Dia mendengar kabar bahwa anggaran bantuan yang bersumber dari DBHCHT senilai total Rp70 miliar lebih. Sementara yang dialokasikan untuk menyubsidi pupuk petani tembakau hanya Rp 500 juta. Nilai itu diakuinya sangat timpang ketika diaplikasikan dalam rupa pupuk KNO sebanyak 15 ton ke 10 kelompok tani. Bahkan jauh dari kata layak. “Kalau hanya menjangkau 10 kelompok tani, itu hanya sedikit. Sementara di Jember ini ada ratusan kelompok tani,” sesalnya.

HKTI Jember juga meminta, seharusnya pemerintah daerah peka terhadap permasalahan petani hari ini. Termasuk tentang pupuk tersebut. Dengan begitu, ketika ada bantuan Rp 500 juta itu, bila dari pemerintah mengetahui bahwa nilai tersebut sangat kurang, maka jangan diam saja. Tapi ada solusi untuk menambah anggaran tersebut. “Ini tidak sesuai dengan sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” terangnya.

Kondisi sekarang, kata Hendro, berdasarkan Permentan Nomor 10 Tahun 2022 yang memangkas komoditas yang diperbolehkan menggunakan pupuk subsidi, dari semula 70 komoditas menjadi hanya 9 komoditas saja. Ironisnya lagi, tembakau dan jeruk yang tumbuh subur di Jember tidak masuk dalam sembilan komoditas yang diperbolehkan itu. “Kalau pemerintah memang berpihak ke petani dan sektor pertanian, di sinilah pemerintah seharusnya hadir menjawab permasalahan petani,” pungkasnya. (mau/c2/dwi)

 

- Advertisement -

SUMBERSARI, Radar Jember – Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) merupakan penerimaan negara dari sektor cukai hasil tembakau yang dibagi hasilkan kepada pemerintah daerah. Di Jember, DBHCHT berupa pupuk yang peruntukannya menyasar petani tembakau. Namun, hanya petani tembakau Na Oogst yang mendapat jatah. Sementara itu, petani tembakau jenis lainnya, seperti kasturi dan ranjang, justru tidak mendapatkan.

BACA JUGA : Rawan Macet, Dishub Jember Segera Kembalikan Fungsi Traffic Light Mastrip

Kabid Perkebunan Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan (DTPHP) Jember Adrian S Sapnadi membenarkan tentang hal tersebut. Menurut dia, pada tahun ini bantuan yang bersumber dari DBHCHT itu diperuntukkan petani tembakau Na Oogst berupa subsidi pupuk yang memiliki kandungan kalium nitrat dan nitrogen.

Jumlahnya cukup lumayan, mencapai 15 ton dan didistribusikan kepada 10 kelompok petani (poktan) di empat kecamatan yang ditetapkan sebagai sentra produksi tembakau Na Oogst. Yakni di Kecamatan Ambulu, Wuluhan, Puger, dan Kecamatan Balung. “Memang untuk tahun ini DBHCHT diperuntukkan tembakau Na-Oogst sebanyak 15 ton. Itu sudah terdistribusi semuanya,” katanya saat dikonfirmasi, belum lama ini.

DTPHP Jember beralasan, diberikannya bantuan DBHCHT itu ke petani tembakau Na Oogst karena tembakau jenis ini terbilang komoditas unggul di Jember. Selain itu, dinas juga beranggapan bahwa rekomendasi dari Pemprov Jatim juga menyarankan demikian, agar DBHCHT menyasar jenis Na Oogst.

Sementara itu, untuk para petani tembakau jenis kasturi maupun rajang, kata Adrian, sebenarnya ada alokasi bantuan yang tidak bersumber dari DBHCHT. Melainkan dari Pemprov Jatim. Bantuannya yaitu untuk jenis pupuk nitrogen, fosfat, dan kalium atau NPK, yang jumlahnya mencapai 76 ton dan didistribusikan kepada 38 kelompok petani (poktan) di Jember. Khususnya kawasan Jember utara. “Yang petani tembakau kasturi atau ranjang kami arahkan pada bantuan pupuk NPK dari provinsi. Jadi, bantuan-bantuan itu dibagi rata,” sebutnya.

Namun demikian, pihaknya mengakui bahwa jumlah keseluruhan bantuan itu memang kurang jika dibandingkan kebutuhan petani di lapangan. Kendati pemerintah daerah di tahun 2022 ini juga telah mengalokasikan Rp 500 juta untuk membantu pupuk ke petani, nilai itu juga diakuinya kurang.

Adrian berpendapat, sebenarnya ada peluang untuk petani bisa mendapatkan alokasi subsidi tambahan pada saat perubahan APBD (PAPBD) nanti. Namun, pihaknya tidak bisa memastikan berapa proyeksi PAPBD untuk dialokasikan ke pupuk petani nantinya. “Kami belum tahu diproyeksikan ke angka berapa, karena tentu melihat kekuatan APBD Jember. Dan kami mengharapkan memang ada tambahan. Khususnya untuk petani tembakau ini,” tambah dia.

Ada program bantuan pupuk untuk petani tembakau yang bersumber dari DBHCHT tersebut, DPRD Jember justru baru mengetahui dalam forum rapat dengar pendapat, beberapa pekan lalu. Saat itu DPRD melalui Komisi B sempat mengorek program itu sumber anggarannya dari mana, jenis pupuknya apa, dan berapa alokasinya, hingga soal petani tembakau apa saja yang jadi sasarannya. “Ini kami menyayangkan, tidak pernah ada sosialisasi sebelumnya, ada bantuan pupuk bersumber dari DBHCHT. Sehingga kami tahu hanya matangnya,” sesal David Handoko Seto, Sekretaris Komisi B DPRD Jember.

Komisi B menyayangkan langkah DTPHP mengucurkan DBHCHT itu ke petani tembakau Na Oogst semata, sama sekali tak mencerminkan rasa berkeadilan. Sebab, selama ini yang kerap dirundung masalah soal pupuk mayoritas petani tembakau kasturi maupun rajang. Petani tembakau kasturi juga turut berkontribusi besar menyumbangkan pajak pendapatan negara dari sektor cukai tembakau ini. “Petani tembakau rajang dan kasturi itulah yang betul-betul hari ini menangis karena kesulitan pupuk,” kata David.

David juga mengakui, komoditas tembakau jenis Na Oogst di Jember memang jadi produk unggulan. Selain itu, perawatan hingga operasionalnya memang cukup tinggi, hasil yang didapatkan pun cukup besar. Karena itulah tembakau jenis ini jarang dilirik petani konvensional. Petani kebanyakan justru lebih berminat menanam jenis kasturi maupun rajang. “Tembakau Na Oogst rata-rata ditanam pengusaha. Sementara kasturi maupun rajang ini dilaksanakan oleh petani-petani konvensional,” paparnya.

Komisi B juga mendesak, ke depan dinas bisa menyosialisasikan terlebih dahulu. Semisal kembali ada rencana program-program prioritas untuk petani. Selain itu, DPRD juga menyarankan agar pemerintah daerah bisa turut menambah alokasi anggaran untuk petani pada saat pembahasan perubahan APBD atau P APBD mendatang.

Sementara itu, menurut Sekretaris Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jember Hendro Saputro, memang ada beberapa tembakau Na Oogst yang digerakkan oleh petani konvensional. Istilahnya Na-Oogst tradisional, yang banyak tersebar di daerah Jember selatan.

Namun demikian, ia menyebut, seharusnya pemerintah tidak membeda-bedakan penerima bantuan berupa pupuk tersebut, khususnya ke petani tembakau. “Supaya adil, kalau petani Na Oogst diberi, petani kasturi maupun rajang harusnya juga diberi. Karena DBHCHT itu kan dari alokasi tembakau keseluruhan,” kata Hendro.

Dia mendengar kabar bahwa anggaran bantuan yang bersumber dari DBHCHT senilai total Rp70 miliar lebih. Sementara yang dialokasikan untuk menyubsidi pupuk petani tembakau hanya Rp 500 juta. Nilai itu diakuinya sangat timpang ketika diaplikasikan dalam rupa pupuk KNO sebanyak 15 ton ke 10 kelompok tani. Bahkan jauh dari kata layak. “Kalau hanya menjangkau 10 kelompok tani, itu hanya sedikit. Sementara di Jember ini ada ratusan kelompok tani,” sesalnya.

HKTI Jember juga meminta, seharusnya pemerintah daerah peka terhadap permasalahan petani hari ini. Termasuk tentang pupuk tersebut. Dengan begitu, ketika ada bantuan Rp 500 juta itu, bila dari pemerintah mengetahui bahwa nilai tersebut sangat kurang, maka jangan diam saja. Tapi ada solusi untuk menambah anggaran tersebut. “Ini tidak sesuai dengan sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” terangnya.

Kondisi sekarang, kata Hendro, berdasarkan Permentan Nomor 10 Tahun 2022 yang memangkas komoditas yang diperbolehkan menggunakan pupuk subsidi, dari semula 70 komoditas menjadi hanya 9 komoditas saja. Ironisnya lagi, tembakau dan jeruk yang tumbuh subur di Jember tidak masuk dalam sembilan komoditas yang diperbolehkan itu. “Kalau pemerintah memang berpihak ke petani dan sektor pertanian, di sinilah pemerintah seharusnya hadir menjawab permasalahan petani,” pungkasnya. (mau/c2/dwi)

 

SUMBERSARI, Radar Jember – Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) merupakan penerimaan negara dari sektor cukai hasil tembakau yang dibagi hasilkan kepada pemerintah daerah. Di Jember, DBHCHT berupa pupuk yang peruntukannya menyasar petani tembakau. Namun, hanya petani tembakau Na Oogst yang mendapat jatah. Sementara itu, petani tembakau jenis lainnya, seperti kasturi dan ranjang, justru tidak mendapatkan.

BACA JUGA : Rawan Macet, Dishub Jember Segera Kembalikan Fungsi Traffic Light Mastrip

Kabid Perkebunan Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan (DTPHP) Jember Adrian S Sapnadi membenarkan tentang hal tersebut. Menurut dia, pada tahun ini bantuan yang bersumber dari DBHCHT itu diperuntukkan petani tembakau Na Oogst berupa subsidi pupuk yang memiliki kandungan kalium nitrat dan nitrogen.

Jumlahnya cukup lumayan, mencapai 15 ton dan didistribusikan kepada 10 kelompok petani (poktan) di empat kecamatan yang ditetapkan sebagai sentra produksi tembakau Na Oogst. Yakni di Kecamatan Ambulu, Wuluhan, Puger, dan Kecamatan Balung. “Memang untuk tahun ini DBHCHT diperuntukkan tembakau Na-Oogst sebanyak 15 ton. Itu sudah terdistribusi semuanya,” katanya saat dikonfirmasi, belum lama ini.

DTPHP Jember beralasan, diberikannya bantuan DBHCHT itu ke petani tembakau Na Oogst karena tembakau jenis ini terbilang komoditas unggul di Jember. Selain itu, dinas juga beranggapan bahwa rekomendasi dari Pemprov Jatim juga menyarankan demikian, agar DBHCHT menyasar jenis Na Oogst.

Sementara itu, untuk para petani tembakau jenis kasturi maupun rajang, kata Adrian, sebenarnya ada alokasi bantuan yang tidak bersumber dari DBHCHT. Melainkan dari Pemprov Jatim. Bantuannya yaitu untuk jenis pupuk nitrogen, fosfat, dan kalium atau NPK, yang jumlahnya mencapai 76 ton dan didistribusikan kepada 38 kelompok petani (poktan) di Jember. Khususnya kawasan Jember utara. “Yang petani tembakau kasturi atau ranjang kami arahkan pada bantuan pupuk NPK dari provinsi. Jadi, bantuan-bantuan itu dibagi rata,” sebutnya.

Namun demikian, pihaknya mengakui bahwa jumlah keseluruhan bantuan itu memang kurang jika dibandingkan kebutuhan petani di lapangan. Kendati pemerintah daerah di tahun 2022 ini juga telah mengalokasikan Rp 500 juta untuk membantu pupuk ke petani, nilai itu juga diakuinya kurang.

Adrian berpendapat, sebenarnya ada peluang untuk petani bisa mendapatkan alokasi subsidi tambahan pada saat perubahan APBD (PAPBD) nanti. Namun, pihaknya tidak bisa memastikan berapa proyeksi PAPBD untuk dialokasikan ke pupuk petani nantinya. “Kami belum tahu diproyeksikan ke angka berapa, karena tentu melihat kekuatan APBD Jember. Dan kami mengharapkan memang ada tambahan. Khususnya untuk petani tembakau ini,” tambah dia.

Ada program bantuan pupuk untuk petani tembakau yang bersumber dari DBHCHT tersebut, DPRD Jember justru baru mengetahui dalam forum rapat dengar pendapat, beberapa pekan lalu. Saat itu DPRD melalui Komisi B sempat mengorek program itu sumber anggarannya dari mana, jenis pupuknya apa, dan berapa alokasinya, hingga soal petani tembakau apa saja yang jadi sasarannya. “Ini kami menyayangkan, tidak pernah ada sosialisasi sebelumnya, ada bantuan pupuk bersumber dari DBHCHT. Sehingga kami tahu hanya matangnya,” sesal David Handoko Seto, Sekretaris Komisi B DPRD Jember.

Komisi B menyayangkan langkah DTPHP mengucurkan DBHCHT itu ke petani tembakau Na Oogst semata, sama sekali tak mencerminkan rasa berkeadilan. Sebab, selama ini yang kerap dirundung masalah soal pupuk mayoritas petani tembakau kasturi maupun rajang. Petani tembakau kasturi juga turut berkontribusi besar menyumbangkan pajak pendapatan negara dari sektor cukai tembakau ini. “Petani tembakau rajang dan kasturi itulah yang betul-betul hari ini menangis karena kesulitan pupuk,” kata David.

David juga mengakui, komoditas tembakau jenis Na Oogst di Jember memang jadi produk unggulan. Selain itu, perawatan hingga operasionalnya memang cukup tinggi, hasil yang didapatkan pun cukup besar. Karena itulah tembakau jenis ini jarang dilirik petani konvensional. Petani kebanyakan justru lebih berminat menanam jenis kasturi maupun rajang. “Tembakau Na Oogst rata-rata ditanam pengusaha. Sementara kasturi maupun rajang ini dilaksanakan oleh petani-petani konvensional,” paparnya.

Komisi B juga mendesak, ke depan dinas bisa menyosialisasikan terlebih dahulu. Semisal kembali ada rencana program-program prioritas untuk petani. Selain itu, DPRD juga menyarankan agar pemerintah daerah bisa turut menambah alokasi anggaran untuk petani pada saat pembahasan perubahan APBD atau P APBD mendatang.

Sementara itu, menurut Sekretaris Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jember Hendro Saputro, memang ada beberapa tembakau Na Oogst yang digerakkan oleh petani konvensional. Istilahnya Na-Oogst tradisional, yang banyak tersebar di daerah Jember selatan.

Namun demikian, ia menyebut, seharusnya pemerintah tidak membeda-bedakan penerima bantuan berupa pupuk tersebut, khususnya ke petani tembakau. “Supaya adil, kalau petani Na Oogst diberi, petani kasturi maupun rajang harusnya juga diberi. Karena DBHCHT itu kan dari alokasi tembakau keseluruhan,” kata Hendro.

Dia mendengar kabar bahwa anggaran bantuan yang bersumber dari DBHCHT senilai total Rp70 miliar lebih. Sementara yang dialokasikan untuk menyubsidi pupuk petani tembakau hanya Rp 500 juta. Nilai itu diakuinya sangat timpang ketika diaplikasikan dalam rupa pupuk KNO sebanyak 15 ton ke 10 kelompok tani. Bahkan jauh dari kata layak. “Kalau hanya menjangkau 10 kelompok tani, itu hanya sedikit. Sementara di Jember ini ada ratusan kelompok tani,” sesalnya.

HKTI Jember juga meminta, seharusnya pemerintah daerah peka terhadap permasalahan petani hari ini. Termasuk tentang pupuk tersebut. Dengan begitu, ketika ada bantuan Rp 500 juta itu, bila dari pemerintah mengetahui bahwa nilai tersebut sangat kurang, maka jangan diam saja. Tapi ada solusi untuk menambah anggaran tersebut. “Ini tidak sesuai dengan sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” terangnya.

Kondisi sekarang, kata Hendro, berdasarkan Permentan Nomor 10 Tahun 2022 yang memangkas komoditas yang diperbolehkan menggunakan pupuk subsidi, dari semula 70 komoditas menjadi hanya 9 komoditas saja. Ironisnya lagi, tembakau dan jeruk yang tumbuh subur di Jember tidak masuk dalam sembilan komoditas yang diperbolehkan itu. “Kalau pemerintah memang berpihak ke petani dan sektor pertanian, di sinilah pemerintah seharusnya hadir menjawab permasalahan petani,” pungkasnya. (mau/c2/dwi)

 

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca