27.7 C
Jember
Tuesday, 6 June 2023

Salahkan Petani Jember Penyebab Kelangkaan Solar Subsidi

Mobile_AP_Rectangle 1

PUGER, RADARJEMBER.ID – Ketersediaan bahan bakar jenis solar rupanya tak hanya digunakan untuk aktivitas kendaraan bermotor di jalan. Namun, juga dibutuhkan oleh masyarakat yang bekerja sebagai nelayan maupun petani di sawah.

Bahkan, pada musim-musim tertentu, keberadaan solar kerap mendadak langka. Seperti yang sempat dirasakan nelayan di Puger, beberapa pekan lalu. “Kalau solar langka, yang pertama merugi jelas nelayan. Mereka tidak bisa lagi bekerja. Padahal sebagian besar masyarakat Puger sebagai nelayan,” terang Ketua Forum Komunikasi Nelayan Puger (FKNP) Hambali.

Dia mengetahui sempat beredar kabar bahwa kelangkaan saat itu karena banyak petani juga menggunakan solar dalam jumlah yang tidak sedikit. Kondisi itu dirasa serba salah. Di satu sisi, golongan petani belum memiliki payung kebijakan khusus yang mengatur alokasi penggunaan bahan bakar subsidi solar. Di sisi lain, petani merasa memiliki hak menggunakan bahan bakar subsidi itu untuk menggarap sawah mereka.

Mobile_AP_Rectangle 2

Selain itu, diketahui selama ini baru golongan nelayan yang mendapat jatah solar subsidi. Seperti nelayan di Puger yang memiliki stasiun pengisian bahan bakar khusus bagi nelayan, yaitu Solar Peaked Dealer Nelayan atau SPDN. Di sana mereka bisa membeli solar dengan menggunakan jeriken.

Namun, hal itu tidak berlaku jika petani yang membeli. Sebab, ada kalanya di waktu-waktu tertentu, petani harus menggunakan solar cukup banyak. “Kalau petani membeli solar dalam jumlah banyak, pakai jeriken tidak bisa. Kalau disiasati beli solar pakai mobil, tidak semua petani punya mobil,” kilah Supriyadi, petani asal Desa Bagon, Kecamatan Puger.

Lalu, bagaimana kondisi ini disikapi oleh stakeholder? Ketua DPC Hiswana Migas Daerah Besuki (Jember, Banyuwangi, Situbondo, dan Bondowoso) Soepratigto menjelaskan, ketersediaan bahan bakar solar subsidi sebenarnya telah diimbangi dengan jenis yang nonsubsidi. Namun, jika masih ada kelangkaan, bisa jadi disebabkan karena aktivitas di hilir atau saat penyalurannya. “Setiap pengguna solar di tiap SPBU itu sudah diawasi. Kalau SPBU ketahuan nakal, bisa didenda ganti rugi,” kata Soepratigto, belum lama ini.

Dia meyakini, jika penyaluran ketat dan sesuai sasaran, tak akan ada masyarakat yang dirugikan. Termasuk nelayan. Kendati begitu, untuk soal jatah petani, pihaknya belum tahu pasti. “Sudah seharusnya masyarakat yang mampu beralih ke nonsubsidi,” pintanya.

Terkait peruntukan subsidi untuk petani itu, Plt Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan (DTPHP) Jember Imam Sudarmaji belum menanggapi upaya konfirmasi Jawa Pos Radar Jember, petang kemarin (28/9). Imam belum merespons saat dikonfirmasi via telepon ataupun pesan singkat.

Reporter : Maulana

Fotografer : Maulana

Editor : Lintang Anis Bena Kinanti

- Advertisement -

PUGER, RADARJEMBER.ID – Ketersediaan bahan bakar jenis solar rupanya tak hanya digunakan untuk aktivitas kendaraan bermotor di jalan. Namun, juga dibutuhkan oleh masyarakat yang bekerja sebagai nelayan maupun petani di sawah.

Bahkan, pada musim-musim tertentu, keberadaan solar kerap mendadak langka. Seperti yang sempat dirasakan nelayan di Puger, beberapa pekan lalu. “Kalau solar langka, yang pertama merugi jelas nelayan. Mereka tidak bisa lagi bekerja. Padahal sebagian besar masyarakat Puger sebagai nelayan,” terang Ketua Forum Komunikasi Nelayan Puger (FKNP) Hambali.

Dia mengetahui sempat beredar kabar bahwa kelangkaan saat itu karena banyak petani juga menggunakan solar dalam jumlah yang tidak sedikit. Kondisi itu dirasa serba salah. Di satu sisi, golongan petani belum memiliki payung kebijakan khusus yang mengatur alokasi penggunaan bahan bakar subsidi solar. Di sisi lain, petani merasa memiliki hak menggunakan bahan bakar subsidi itu untuk menggarap sawah mereka.

Selain itu, diketahui selama ini baru golongan nelayan yang mendapat jatah solar subsidi. Seperti nelayan di Puger yang memiliki stasiun pengisian bahan bakar khusus bagi nelayan, yaitu Solar Peaked Dealer Nelayan atau SPDN. Di sana mereka bisa membeli solar dengan menggunakan jeriken.

Namun, hal itu tidak berlaku jika petani yang membeli. Sebab, ada kalanya di waktu-waktu tertentu, petani harus menggunakan solar cukup banyak. “Kalau petani membeli solar dalam jumlah banyak, pakai jeriken tidak bisa. Kalau disiasati beli solar pakai mobil, tidak semua petani punya mobil,” kilah Supriyadi, petani asal Desa Bagon, Kecamatan Puger.

Lalu, bagaimana kondisi ini disikapi oleh stakeholder? Ketua DPC Hiswana Migas Daerah Besuki (Jember, Banyuwangi, Situbondo, dan Bondowoso) Soepratigto menjelaskan, ketersediaan bahan bakar solar subsidi sebenarnya telah diimbangi dengan jenis yang nonsubsidi. Namun, jika masih ada kelangkaan, bisa jadi disebabkan karena aktivitas di hilir atau saat penyalurannya. “Setiap pengguna solar di tiap SPBU itu sudah diawasi. Kalau SPBU ketahuan nakal, bisa didenda ganti rugi,” kata Soepratigto, belum lama ini.

Dia meyakini, jika penyaluran ketat dan sesuai sasaran, tak akan ada masyarakat yang dirugikan. Termasuk nelayan. Kendati begitu, untuk soal jatah petani, pihaknya belum tahu pasti. “Sudah seharusnya masyarakat yang mampu beralih ke nonsubsidi,” pintanya.

Terkait peruntukan subsidi untuk petani itu, Plt Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan (DTPHP) Jember Imam Sudarmaji belum menanggapi upaya konfirmasi Jawa Pos Radar Jember, petang kemarin (28/9). Imam belum merespons saat dikonfirmasi via telepon ataupun pesan singkat.

Reporter : Maulana

Fotografer : Maulana

Editor : Lintang Anis Bena Kinanti

PUGER, RADARJEMBER.ID – Ketersediaan bahan bakar jenis solar rupanya tak hanya digunakan untuk aktivitas kendaraan bermotor di jalan. Namun, juga dibutuhkan oleh masyarakat yang bekerja sebagai nelayan maupun petani di sawah.

Bahkan, pada musim-musim tertentu, keberadaan solar kerap mendadak langka. Seperti yang sempat dirasakan nelayan di Puger, beberapa pekan lalu. “Kalau solar langka, yang pertama merugi jelas nelayan. Mereka tidak bisa lagi bekerja. Padahal sebagian besar masyarakat Puger sebagai nelayan,” terang Ketua Forum Komunikasi Nelayan Puger (FKNP) Hambali.

Dia mengetahui sempat beredar kabar bahwa kelangkaan saat itu karena banyak petani juga menggunakan solar dalam jumlah yang tidak sedikit. Kondisi itu dirasa serba salah. Di satu sisi, golongan petani belum memiliki payung kebijakan khusus yang mengatur alokasi penggunaan bahan bakar subsidi solar. Di sisi lain, petani merasa memiliki hak menggunakan bahan bakar subsidi itu untuk menggarap sawah mereka.

Selain itu, diketahui selama ini baru golongan nelayan yang mendapat jatah solar subsidi. Seperti nelayan di Puger yang memiliki stasiun pengisian bahan bakar khusus bagi nelayan, yaitu Solar Peaked Dealer Nelayan atau SPDN. Di sana mereka bisa membeli solar dengan menggunakan jeriken.

Namun, hal itu tidak berlaku jika petani yang membeli. Sebab, ada kalanya di waktu-waktu tertentu, petani harus menggunakan solar cukup banyak. “Kalau petani membeli solar dalam jumlah banyak, pakai jeriken tidak bisa. Kalau disiasati beli solar pakai mobil, tidak semua petani punya mobil,” kilah Supriyadi, petani asal Desa Bagon, Kecamatan Puger.

Lalu, bagaimana kondisi ini disikapi oleh stakeholder? Ketua DPC Hiswana Migas Daerah Besuki (Jember, Banyuwangi, Situbondo, dan Bondowoso) Soepratigto menjelaskan, ketersediaan bahan bakar solar subsidi sebenarnya telah diimbangi dengan jenis yang nonsubsidi. Namun, jika masih ada kelangkaan, bisa jadi disebabkan karena aktivitas di hilir atau saat penyalurannya. “Setiap pengguna solar di tiap SPBU itu sudah diawasi. Kalau SPBU ketahuan nakal, bisa didenda ganti rugi,” kata Soepratigto, belum lama ini.

Dia meyakini, jika penyaluran ketat dan sesuai sasaran, tak akan ada masyarakat yang dirugikan. Termasuk nelayan. Kendati begitu, untuk soal jatah petani, pihaknya belum tahu pasti. “Sudah seharusnya masyarakat yang mampu beralih ke nonsubsidi,” pintanya.

Terkait peruntukan subsidi untuk petani itu, Plt Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan (DTPHP) Jember Imam Sudarmaji belum menanggapi upaya konfirmasi Jawa Pos Radar Jember, petang kemarin (28/9). Imam belum merespons saat dikonfirmasi via telepon ataupun pesan singkat.

Reporter : Maulana

Fotografer : Maulana

Editor : Lintang Anis Bena Kinanti

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca