TEGALBESAR, RADARJEMBER.ID- Dwi Handoko, warga Kelurahan Tegalbesar, Kecamatan Kaliwates ini cukup lihai dalam melihat peluang usaha. Dengan modal nekat, dirinya memulai melakukan budi daya Jangkrik setelah melihat banyaknya pecinta burung. Meski tak memiliki pengalaman dan minim pengetahuan soal budi daya jangkrik, tidak menyurutkan semangat merambah usaha ini.
Handoko, sapaan akrabnya, merintis budi daya jangkrik ini sejak 2020 lalu. Waktu itu dia masih kuliah di UIN KHAS Jember. Meski tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Dakwah tidak membuatnya malu ketika memutuskan untuk menjadi peternak jangkrik. “Tidak ada masalah kuliah di Fakultas Dakwah jadi pengusaha jangkrik, ini pilihan,” terangnya.
Jangkrik dengan jenis Kalung sebagai makanan burung ini dipanen pada umur 30 hari. Pemasarannya, Handoko terkadang menjualnya di kios pakan burung sekitaran Jember kota. Namun, tak jarang ada pengepul yang sudah siap mengambil jangkrik yang siap panen dengan harga 20 ribu per satu kilogram.
Selain itu, tak jarang ada beberapa pecinta burung yang datang ke tempat budidayanya untuk membeli jangkrik. Sebab, jika dibandikngkan dengan harga jangkrik dikios, jangkrik yang dijual Handoko lebih murah. Sebab, langsung dari peternak.
Biasanya, dalam satu bulan Handoko bisa memanen jangkrik sebanyak satu kintal. Sehingga, setiap bulannya bisa mendapat omset kisaran Rp 2 juta bahkan bisa mencapai Rp 4 juta. Tergantung pola perawatan dan faktor cuaca.
Untuk budi daya jangkrik dia mengembangbiakkan dari telurnya. Dengan cara diletakkan didalam kandang atau boks seukuran 2×1 meter dengan dialasi triplek. Dalam setiap boks ditaburi pakan ayam atau konsentrat.
Satu ons telur yang ditetaskan bisa menghasilkan minimal 10 kilogram jangkrik. Namun demikian jangkrik sangat sensitif terhadap cuaca dingin. Karena itu ia harus menjaga boks dalam kondisi hangat. “Cuaca memang ancaman bagi jangkrik,” pungkasnya. (qal/bud)