22.9 C
Jember
Wednesday, 29 March 2023

Tiga Kecamatan di Jember yang Kehabisan Jatah Pupuk Urea Subsidi

Mobile_AP_Rectangle 1

SUMBERSARI, Radar Jember – Permentan Nomor 10 Tahun 2022 yang menetapkan 9 komoditas dari 70 jenis komoditas yang boleh menggunakan pupuk bersubsidi rupanya menyisakan permasalahan panjang. Kebijakan itu juga merembet ke petani penerima alokasi pupuk subsidi yang sebelumnya telah masuk dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok elektronik (e-RDKK), namun harus hilang atau terhapus.

BACA JUGA : Pelecehan Terhadap istri Sambo Tak Terbukti, Skenario Terbaru di Magelang

“Karena ada kebijakan hanya sembilan komoditas saja yang diakomodasi untuk mendapatkan pupuk subsidi, sehingga RDKK-nya hilang, otomatis turun juga. Artinya, sudah tidak berhak mendapat pupuk subsidi,” urai Yoyok Supriyanto, Asisten Produsen Vice (APV) Pupuk Indonesia, Penjualan Wilayah Jatim, ketika ditemui, kemarin.

Mobile_AP_Rectangle 2

Surat Keputusan (SK) Bupati Jember Hendy Siswanto Nomor 188 Tahun 2022 tentang Alokasi Pupuk Subsidi di Jember mencantumkan, ada jenis urea sebanyak 59.856 ton, SP-36 sebanyak 2.395 ton, ZA 16.020 ton, NPK sebanyak 29.849 ton, organik 8.532 ton, dan pupuk organik cair sebesar 5626 ton.

Namun, Permentan baru itu mengubah jenis pupuk subsidi dan sasaran petani dalam e-RDKK maupun sasaran komoditas, yang sebelumnya telah tertuang di SK bupati terkait alokasi pupuk bersubsidi tersebut. Pasalnya, Permentan itu hanya menyubsidi dua jenis pupuk, yakni urea dan NPK. Peruntukannya terbatas pada 9 komoditas saja. Yaitu padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, tebu rakyat, kopi, dan kakao. Memisahkan tembakau dan jeruk yang merupakan komoditas subur di Jember.

Terkait stok pupuk di Jember untuk alokasi di tahun 2022 ini, Yoyok meyakinkan sebenarnya lebih dari cukup. Ia menyebutkan, untuk urea yang teralokasi 59.856 ton, sudah terealisasi sebesar 42.780 ton, atau mencapai 71 persen. Sehingga sisanya hingga akhir tahun ini sebesar 17.076 ton. Untuk NPK dari alokasi 26.849 ton, sudah terealisasi 22.519 ton, atau 83 persen. Tersisa sekitar 4.430 atau 17 persen. “Itu gambaran penyaluran di Jember, sampai terakhir awal Agustus kemarin,” katanya.

Perubahan aturan dari pusat itu menyebabkan peruntukan pupuk yang sejak awal teralokasi untuk subsidi, malah beralih menjadi nonsubsidi. Bahkan pada beberapa kecamatan di Jember ada yang sudah tidak bisa menerima jatah urea subsidi, setelah Permentan 10/2022 itu berlaku. Yakni Kecamatan Sukowono, Semboro, dan Umbulsari.

Di Umbulsari, pada RDKK awal terencana 2.075 ton, masuk ke e-RDKK turun menjadi 1.002 ton, dan tersalurkan sudah 1.686 ton. Artinya, penyaluran sudah melebihi e-RDKK. Lalu, Kecamatan Semboro, di RDKK urea subsidi sebesar 1.730 ton, kini merosot menjadi 972 ton. Sementara penyalurannya telah mencapai 1.000 ton.

Sama halnya di Kecamatan Sukowono. Dalam RDKK awal teralokasi 2.779 ton, namun merosot menjadi 1.573 ton. Sementara realisasinya sudah 1.709 ton, melebihi 146 ton dari e-RDKK. “Kalau tidak terserap di subsidi, ya, kita alihkan ke nonsubsidi, karena kita punya kewajiban di keduanya (subsidi maupun nonsubsidi, Red),” paparnya.

Pihaknya selaku produsen mengaku hanya sebagai rantai distribusi dan menyiapkan stok. Ia juga tidak mengetahui dan tidak memiliki kapasitas dalam urusan menentukan kebijakan alokasi maupun peruntukan pupuk tersebut. “Kebijakan bukan di kami, tapi di pemerintah. Bagaimana kebijakan pemerintah, ya, kami akan mengikuti,” tambah dia.

Pemerintah daerah melalui Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan (DTPHP) Jember sepertinya juga tidak bisa berbuat banyak. Kepala Dinas DTPHP Jember Imam Sudarmadji melalui Sekretaris DTPHP Jember Atuk hanya menjanjikan bakal melakukan optimalisasi kala input sistem di RDKK nanti dan menyanggupi menambah alokasi anggaran pupuk. “Kebijakan alokasi pupuk ini merupakan kebijakan nasional. Jadi, kami nanti akan optimalkan pada saat input ke RDKK,” katanya, kala ditemui di DPRD Jember (10/8).

Pemkab Jember tahun ini telah mengalokasikan Rp 500 juta untuk pengadaan pupuk. Sayangnya, jumlah itu turun dibandingkan tahun 2021 kemarin yang masih sekitar Rp 900 juta untuk pengadaan pupuk. “Kalau pemerintah mau berpihak ke petani, jangan tanggung. Alokasikan misalnya Rp 50 miliar untuk pupuk ini, begitu. Asal ada good will pemerintah daerah dan paling penting sesuai perencanaan dan aturannya,” seru Ketua Komisi B DPRD Jember Siswono.

Politisi Gerindra itu mengaku miris melihat nasib petani. Khususnya petani di Jember. Terkhusus lagi di tiga kecamatan yang sudah tidak memiliki jatah urea subsidi. Ketika musim menjelang pemilu ataupun pileg, mereka kerap dijadikan objek sasaran janji-janji manis politik. Namun, nasibnya masih saja tidak jauh berbeda. “Kami mendorong pemerintah menambah alokasi anggaran untuk petani. Apalagi soal tiga kecamatan sudah kehabisan jatah, padahal belum tutup tahun. Ini ironis sekali,” sesalnya. (mau/c2/nur)

- Advertisement -

SUMBERSARI, Radar Jember – Permentan Nomor 10 Tahun 2022 yang menetapkan 9 komoditas dari 70 jenis komoditas yang boleh menggunakan pupuk bersubsidi rupanya menyisakan permasalahan panjang. Kebijakan itu juga merembet ke petani penerima alokasi pupuk subsidi yang sebelumnya telah masuk dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok elektronik (e-RDKK), namun harus hilang atau terhapus.

BACA JUGA : Pelecehan Terhadap istri Sambo Tak Terbukti, Skenario Terbaru di Magelang

“Karena ada kebijakan hanya sembilan komoditas saja yang diakomodasi untuk mendapatkan pupuk subsidi, sehingga RDKK-nya hilang, otomatis turun juga. Artinya, sudah tidak berhak mendapat pupuk subsidi,” urai Yoyok Supriyanto, Asisten Produsen Vice (APV) Pupuk Indonesia, Penjualan Wilayah Jatim, ketika ditemui, kemarin.

Surat Keputusan (SK) Bupati Jember Hendy Siswanto Nomor 188 Tahun 2022 tentang Alokasi Pupuk Subsidi di Jember mencantumkan, ada jenis urea sebanyak 59.856 ton, SP-36 sebanyak 2.395 ton, ZA 16.020 ton, NPK sebanyak 29.849 ton, organik 8.532 ton, dan pupuk organik cair sebesar 5626 ton.

Namun, Permentan baru itu mengubah jenis pupuk subsidi dan sasaran petani dalam e-RDKK maupun sasaran komoditas, yang sebelumnya telah tertuang di SK bupati terkait alokasi pupuk bersubsidi tersebut. Pasalnya, Permentan itu hanya menyubsidi dua jenis pupuk, yakni urea dan NPK. Peruntukannya terbatas pada 9 komoditas saja. Yaitu padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, tebu rakyat, kopi, dan kakao. Memisahkan tembakau dan jeruk yang merupakan komoditas subur di Jember.

Terkait stok pupuk di Jember untuk alokasi di tahun 2022 ini, Yoyok meyakinkan sebenarnya lebih dari cukup. Ia menyebutkan, untuk urea yang teralokasi 59.856 ton, sudah terealisasi sebesar 42.780 ton, atau mencapai 71 persen. Sehingga sisanya hingga akhir tahun ini sebesar 17.076 ton. Untuk NPK dari alokasi 26.849 ton, sudah terealisasi 22.519 ton, atau 83 persen. Tersisa sekitar 4.430 atau 17 persen. “Itu gambaran penyaluran di Jember, sampai terakhir awal Agustus kemarin,” katanya.

Perubahan aturan dari pusat itu menyebabkan peruntukan pupuk yang sejak awal teralokasi untuk subsidi, malah beralih menjadi nonsubsidi. Bahkan pada beberapa kecamatan di Jember ada yang sudah tidak bisa menerima jatah urea subsidi, setelah Permentan 10/2022 itu berlaku. Yakni Kecamatan Sukowono, Semboro, dan Umbulsari.

Di Umbulsari, pada RDKK awal terencana 2.075 ton, masuk ke e-RDKK turun menjadi 1.002 ton, dan tersalurkan sudah 1.686 ton. Artinya, penyaluran sudah melebihi e-RDKK. Lalu, Kecamatan Semboro, di RDKK urea subsidi sebesar 1.730 ton, kini merosot menjadi 972 ton. Sementara penyalurannya telah mencapai 1.000 ton.

Sama halnya di Kecamatan Sukowono. Dalam RDKK awal teralokasi 2.779 ton, namun merosot menjadi 1.573 ton. Sementara realisasinya sudah 1.709 ton, melebihi 146 ton dari e-RDKK. “Kalau tidak terserap di subsidi, ya, kita alihkan ke nonsubsidi, karena kita punya kewajiban di keduanya (subsidi maupun nonsubsidi, Red),” paparnya.

Pihaknya selaku produsen mengaku hanya sebagai rantai distribusi dan menyiapkan stok. Ia juga tidak mengetahui dan tidak memiliki kapasitas dalam urusan menentukan kebijakan alokasi maupun peruntukan pupuk tersebut. “Kebijakan bukan di kami, tapi di pemerintah. Bagaimana kebijakan pemerintah, ya, kami akan mengikuti,” tambah dia.

Pemerintah daerah melalui Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan (DTPHP) Jember sepertinya juga tidak bisa berbuat banyak. Kepala Dinas DTPHP Jember Imam Sudarmadji melalui Sekretaris DTPHP Jember Atuk hanya menjanjikan bakal melakukan optimalisasi kala input sistem di RDKK nanti dan menyanggupi menambah alokasi anggaran pupuk. “Kebijakan alokasi pupuk ini merupakan kebijakan nasional. Jadi, kami nanti akan optimalkan pada saat input ke RDKK,” katanya, kala ditemui di DPRD Jember (10/8).

Pemkab Jember tahun ini telah mengalokasikan Rp 500 juta untuk pengadaan pupuk. Sayangnya, jumlah itu turun dibandingkan tahun 2021 kemarin yang masih sekitar Rp 900 juta untuk pengadaan pupuk. “Kalau pemerintah mau berpihak ke petani, jangan tanggung. Alokasikan misalnya Rp 50 miliar untuk pupuk ini, begitu. Asal ada good will pemerintah daerah dan paling penting sesuai perencanaan dan aturannya,” seru Ketua Komisi B DPRD Jember Siswono.

Politisi Gerindra itu mengaku miris melihat nasib petani. Khususnya petani di Jember. Terkhusus lagi di tiga kecamatan yang sudah tidak memiliki jatah urea subsidi. Ketika musim menjelang pemilu ataupun pileg, mereka kerap dijadikan objek sasaran janji-janji manis politik. Namun, nasibnya masih saja tidak jauh berbeda. “Kami mendorong pemerintah menambah alokasi anggaran untuk petani. Apalagi soal tiga kecamatan sudah kehabisan jatah, padahal belum tutup tahun. Ini ironis sekali,” sesalnya. (mau/c2/nur)

SUMBERSARI, Radar Jember – Permentan Nomor 10 Tahun 2022 yang menetapkan 9 komoditas dari 70 jenis komoditas yang boleh menggunakan pupuk bersubsidi rupanya menyisakan permasalahan panjang. Kebijakan itu juga merembet ke petani penerima alokasi pupuk subsidi yang sebelumnya telah masuk dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok elektronik (e-RDKK), namun harus hilang atau terhapus.

BACA JUGA : Pelecehan Terhadap istri Sambo Tak Terbukti, Skenario Terbaru di Magelang

“Karena ada kebijakan hanya sembilan komoditas saja yang diakomodasi untuk mendapatkan pupuk subsidi, sehingga RDKK-nya hilang, otomatis turun juga. Artinya, sudah tidak berhak mendapat pupuk subsidi,” urai Yoyok Supriyanto, Asisten Produsen Vice (APV) Pupuk Indonesia, Penjualan Wilayah Jatim, ketika ditemui, kemarin.

Surat Keputusan (SK) Bupati Jember Hendy Siswanto Nomor 188 Tahun 2022 tentang Alokasi Pupuk Subsidi di Jember mencantumkan, ada jenis urea sebanyak 59.856 ton, SP-36 sebanyak 2.395 ton, ZA 16.020 ton, NPK sebanyak 29.849 ton, organik 8.532 ton, dan pupuk organik cair sebesar 5626 ton.

Namun, Permentan baru itu mengubah jenis pupuk subsidi dan sasaran petani dalam e-RDKK maupun sasaran komoditas, yang sebelumnya telah tertuang di SK bupati terkait alokasi pupuk bersubsidi tersebut. Pasalnya, Permentan itu hanya menyubsidi dua jenis pupuk, yakni urea dan NPK. Peruntukannya terbatas pada 9 komoditas saja. Yaitu padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, tebu rakyat, kopi, dan kakao. Memisahkan tembakau dan jeruk yang merupakan komoditas subur di Jember.

Terkait stok pupuk di Jember untuk alokasi di tahun 2022 ini, Yoyok meyakinkan sebenarnya lebih dari cukup. Ia menyebutkan, untuk urea yang teralokasi 59.856 ton, sudah terealisasi sebesar 42.780 ton, atau mencapai 71 persen. Sehingga sisanya hingga akhir tahun ini sebesar 17.076 ton. Untuk NPK dari alokasi 26.849 ton, sudah terealisasi 22.519 ton, atau 83 persen. Tersisa sekitar 4.430 atau 17 persen. “Itu gambaran penyaluran di Jember, sampai terakhir awal Agustus kemarin,” katanya.

Perubahan aturan dari pusat itu menyebabkan peruntukan pupuk yang sejak awal teralokasi untuk subsidi, malah beralih menjadi nonsubsidi. Bahkan pada beberapa kecamatan di Jember ada yang sudah tidak bisa menerima jatah urea subsidi, setelah Permentan 10/2022 itu berlaku. Yakni Kecamatan Sukowono, Semboro, dan Umbulsari.

Di Umbulsari, pada RDKK awal terencana 2.075 ton, masuk ke e-RDKK turun menjadi 1.002 ton, dan tersalurkan sudah 1.686 ton. Artinya, penyaluran sudah melebihi e-RDKK. Lalu, Kecamatan Semboro, di RDKK urea subsidi sebesar 1.730 ton, kini merosot menjadi 972 ton. Sementara penyalurannya telah mencapai 1.000 ton.

Sama halnya di Kecamatan Sukowono. Dalam RDKK awal teralokasi 2.779 ton, namun merosot menjadi 1.573 ton. Sementara realisasinya sudah 1.709 ton, melebihi 146 ton dari e-RDKK. “Kalau tidak terserap di subsidi, ya, kita alihkan ke nonsubsidi, karena kita punya kewajiban di keduanya (subsidi maupun nonsubsidi, Red),” paparnya.

Pihaknya selaku produsen mengaku hanya sebagai rantai distribusi dan menyiapkan stok. Ia juga tidak mengetahui dan tidak memiliki kapasitas dalam urusan menentukan kebijakan alokasi maupun peruntukan pupuk tersebut. “Kebijakan bukan di kami, tapi di pemerintah. Bagaimana kebijakan pemerintah, ya, kami akan mengikuti,” tambah dia.

Pemerintah daerah melalui Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan (DTPHP) Jember sepertinya juga tidak bisa berbuat banyak. Kepala Dinas DTPHP Jember Imam Sudarmadji melalui Sekretaris DTPHP Jember Atuk hanya menjanjikan bakal melakukan optimalisasi kala input sistem di RDKK nanti dan menyanggupi menambah alokasi anggaran pupuk. “Kebijakan alokasi pupuk ini merupakan kebijakan nasional. Jadi, kami nanti akan optimalkan pada saat input ke RDKK,” katanya, kala ditemui di DPRD Jember (10/8).

Pemkab Jember tahun ini telah mengalokasikan Rp 500 juta untuk pengadaan pupuk. Sayangnya, jumlah itu turun dibandingkan tahun 2021 kemarin yang masih sekitar Rp 900 juta untuk pengadaan pupuk. “Kalau pemerintah mau berpihak ke petani, jangan tanggung. Alokasikan misalnya Rp 50 miliar untuk pupuk ini, begitu. Asal ada good will pemerintah daerah dan paling penting sesuai perencanaan dan aturannya,” seru Ketua Komisi B DPRD Jember Siswono.

Politisi Gerindra itu mengaku miris melihat nasib petani. Khususnya petani di Jember. Terkhusus lagi di tiga kecamatan yang sudah tidak memiliki jatah urea subsidi. Ketika musim menjelang pemilu ataupun pileg, mereka kerap dijadikan objek sasaran janji-janji manis politik. Namun, nasibnya masih saja tidak jauh berbeda. “Kami mendorong pemerintah menambah alokasi anggaran untuk petani. Apalagi soal tiga kecamatan sudah kehabisan jatah, padahal belum tutup tahun. Ini ironis sekali,” sesalnya. (mau/c2/nur)

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca