24.6 C
Jember
Wednesday, 22 March 2023

Petani Blokade Jalan Curah Penai Bondowoso

Mobile_AP_Rectangle 1

SEMPOL, Radar Ijen – Belasan petani di Kecamatan Ijen terpaksa harus menutup akses jalan menuju petak 88, kemarin (9/3). Hal tersebut karena adanya salah satu PT yang mengambil alih lahan garapan mereka. Agar tidak ada pekerja perusahaan yang memaksa melanjutkan pengelolaan lahan. Sejumlah petani berjaga di akses masuk satu-satunya ini.

Berdasarkan pantauan Jawa Pos Radar Ijen, sejumlah ranting dan pohon bambu diletakkan di tengah jalan, menuju tempat petak 88 atau yang dikenal dengan Curah Penai. Biasanya para petani menanam tanaman hortikultura di tempat itu. Namun, setelah PT Mulia Indonesia Timur masuk, warga tidak bisa berbuat banyak. Karena lahan garapan mereka, sudah digarap menggunakan traktor dan ditanami sejumlah tanaman.

Awalnya, para petani sempat dijanjikan lahan baru oleh Perhutani Bondowoso. Namun setelah dilakukan pemetaan, ternyata lahan yang dijanjikan masih masuk dalam kawasan PT itu. Hal ini membuat petani meradang, hingga menutup akses jalan menuju lahan yang dimaksud. Luas lahan yang masuk dalam wilayah perusahaan terbilang cukup luas, jika mengacu pada perjanjian kerj asamanya yakni mencapai 200 hektare.

Mobile_AP_Rectangle 2

Ahmad Yudi, warga Sempol, menyampaikan keberadaan PT ini dinilai merugikan masyarakat, khususnya yang memiliki lahan di wilayah itu. Karena memang sebagian besar lahannya, sudah dikelola oleh petani sejak puluhan tahun yang lalu. Termasuk membuat jalan masuk menuju lokasi yang dilakukan secara swadaya. “Tidak ada sosialisasi dari Perhutani terkait pengelolaan lahan oleh PT ini,” katanya.

Oleh sebab itu, dia menegaskan penutupan ini sebagai tanda bahwa para petani, dengan tegas menolak keberadaan perusahaan yang bekerja sama dengan Perhutani ini. Mengingat sebelumnya tidak ada sosialisasi atau pemberitahuan, hal ini membuat para petani geram. Karena menurut mereka, mata pencaharian terbesar adalah lahan yang sebelumnya dikelola. “Kami tidak ingin ada PT di lahan yang sudah dikelola sejak lama,” imbuhnya.

Jika keinginan petani tidak terpenuhi, lanjut Yudi, para petani akan terus melakukan penutupan akses jalan. Selain itu, mereka juga akan tetap menanam tanaman di lahan yang dimaksud seperti biasanya. Terlebih mereka memiliki perjanjian kerja sama antara Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) dan Perhutani Bondowoso.

Masyarakat juga menyegel alat berat yang ditinggalkan oleh PT Mulia Indonesia Timur di hutan lindung milik Perhutani. Ternyata sebelumnya para petani dilarang menggunakan alat serupa. Tapi, perusahaan ini dengan bebas menggunakannya. Yudi pun mempertanyakan hal ini kepada pihak berwenang. “Ini ada apa, sedangkan ke petani tidak boleh,” pungkasnya. (ham/fid)

- Advertisement -

SEMPOL, Radar Ijen – Belasan petani di Kecamatan Ijen terpaksa harus menutup akses jalan menuju petak 88, kemarin (9/3). Hal tersebut karena adanya salah satu PT yang mengambil alih lahan garapan mereka. Agar tidak ada pekerja perusahaan yang memaksa melanjutkan pengelolaan lahan. Sejumlah petani berjaga di akses masuk satu-satunya ini.

Berdasarkan pantauan Jawa Pos Radar Ijen, sejumlah ranting dan pohon bambu diletakkan di tengah jalan, menuju tempat petak 88 atau yang dikenal dengan Curah Penai. Biasanya para petani menanam tanaman hortikultura di tempat itu. Namun, setelah PT Mulia Indonesia Timur masuk, warga tidak bisa berbuat banyak. Karena lahan garapan mereka, sudah digarap menggunakan traktor dan ditanami sejumlah tanaman.

Awalnya, para petani sempat dijanjikan lahan baru oleh Perhutani Bondowoso. Namun setelah dilakukan pemetaan, ternyata lahan yang dijanjikan masih masuk dalam kawasan PT itu. Hal ini membuat petani meradang, hingga menutup akses jalan menuju lahan yang dimaksud. Luas lahan yang masuk dalam wilayah perusahaan terbilang cukup luas, jika mengacu pada perjanjian kerj asamanya yakni mencapai 200 hektare.

Ahmad Yudi, warga Sempol, menyampaikan keberadaan PT ini dinilai merugikan masyarakat, khususnya yang memiliki lahan di wilayah itu. Karena memang sebagian besar lahannya, sudah dikelola oleh petani sejak puluhan tahun yang lalu. Termasuk membuat jalan masuk menuju lokasi yang dilakukan secara swadaya. “Tidak ada sosialisasi dari Perhutani terkait pengelolaan lahan oleh PT ini,” katanya.

Oleh sebab itu, dia menegaskan penutupan ini sebagai tanda bahwa para petani, dengan tegas menolak keberadaan perusahaan yang bekerja sama dengan Perhutani ini. Mengingat sebelumnya tidak ada sosialisasi atau pemberitahuan, hal ini membuat para petani geram. Karena menurut mereka, mata pencaharian terbesar adalah lahan yang sebelumnya dikelola. “Kami tidak ingin ada PT di lahan yang sudah dikelola sejak lama,” imbuhnya.

Jika keinginan petani tidak terpenuhi, lanjut Yudi, para petani akan terus melakukan penutupan akses jalan. Selain itu, mereka juga akan tetap menanam tanaman di lahan yang dimaksud seperti biasanya. Terlebih mereka memiliki perjanjian kerja sama antara Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) dan Perhutani Bondowoso.

Masyarakat juga menyegel alat berat yang ditinggalkan oleh PT Mulia Indonesia Timur di hutan lindung milik Perhutani. Ternyata sebelumnya para petani dilarang menggunakan alat serupa. Tapi, perusahaan ini dengan bebas menggunakannya. Yudi pun mempertanyakan hal ini kepada pihak berwenang. “Ini ada apa, sedangkan ke petani tidak boleh,” pungkasnya. (ham/fid)

SEMPOL, Radar Ijen – Belasan petani di Kecamatan Ijen terpaksa harus menutup akses jalan menuju petak 88, kemarin (9/3). Hal tersebut karena adanya salah satu PT yang mengambil alih lahan garapan mereka. Agar tidak ada pekerja perusahaan yang memaksa melanjutkan pengelolaan lahan. Sejumlah petani berjaga di akses masuk satu-satunya ini.

Berdasarkan pantauan Jawa Pos Radar Ijen, sejumlah ranting dan pohon bambu diletakkan di tengah jalan, menuju tempat petak 88 atau yang dikenal dengan Curah Penai. Biasanya para petani menanam tanaman hortikultura di tempat itu. Namun, setelah PT Mulia Indonesia Timur masuk, warga tidak bisa berbuat banyak. Karena lahan garapan mereka, sudah digarap menggunakan traktor dan ditanami sejumlah tanaman.

Awalnya, para petani sempat dijanjikan lahan baru oleh Perhutani Bondowoso. Namun setelah dilakukan pemetaan, ternyata lahan yang dijanjikan masih masuk dalam kawasan PT itu. Hal ini membuat petani meradang, hingga menutup akses jalan menuju lahan yang dimaksud. Luas lahan yang masuk dalam wilayah perusahaan terbilang cukup luas, jika mengacu pada perjanjian kerj asamanya yakni mencapai 200 hektare.

Ahmad Yudi, warga Sempol, menyampaikan keberadaan PT ini dinilai merugikan masyarakat, khususnya yang memiliki lahan di wilayah itu. Karena memang sebagian besar lahannya, sudah dikelola oleh petani sejak puluhan tahun yang lalu. Termasuk membuat jalan masuk menuju lokasi yang dilakukan secara swadaya. “Tidak ada sosialisasi dari Perhutani terkait pengelolaan lahan oleh PT ini,” katanya.

Oleh sebab itu, dia menegaskan penutupan ini sebagai tanda bahwa para petani, dengan tegas menolak keberadaan perusahaan yang bekerja sama dengan Perhutani ini. Mengingat sebelumnya tidak ada sosialisasi atau pemberitahuan, hal ini membuat para petani geram. Karena menurut mereka, mata pencaharian terbesar adalah lahan yang sebelumnya dikelola. “Kami tidak ingin ada PT di lahan yang sudah dikelola sejak lama,” imbuhnya.

Jika keinginan petani tidak terpenuhi, lanjut Yudi, para petani akan terus melakukan penutupan akses jalan. Selain itu, mereka juga akan tetap menanam tanaman di lahan yang dimaksud seperti biasanya. Terlebih mereka memiliki perjanjian kerja sama antara Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) dan Perhutani Bondowoso.

Masyarakat juga menyegel alat berat yang ditinggalkan oleh PT Mulia Indonesia Timur di hutan lindung milik Perhutani. Ternyata sebelumnya para petani dilarang menggunakan alat serupa. Tapi, perusahaan ini dengan bebas menggunakannya. Yudi pun mempertanyakan hal ini kepada pihak berwenang. “Ini ada apa, sedangkan ke petani tidak boleh,” pungkasnya. (ham/fid)

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca

/