23.5 C
Jember
Tuesday, 21 March 2023

Harga Gabah Tidak Bersahabat

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Masa panen tahun pertama yang waktunya berbarengan Ramadan dan menjelang Idul Fitri, petani mulai gelisah. Mereka mulai resah karena harga gabah dirasa tidak menguntungkan lagi bila dibandingkan dengan ongkos produksi.

Baca Juga : Perusahaan Wajib Membayarkan THR Penuh Tahun Ini

Petani padi di Desa Lengkong Peji, Kecamatan Mumbulsari, Agus Budiawan, mengatakan, dunia pertanian saat ini mulai bingung, resah, dan tidak ada harapan untuk menghasilkan. Pasalnya, ongkos produksi mulai naik. Salah satunya yaitu pupuk. “Pakai pupuk subsidi sulit didapat. Pakai nonsubsidi itu mahal,” paparnya.

Mobile_AP_Rectangle 2

Mahalnya pupuk ini, kata Agus, tidak sejalan dengan harga gabah yang menurutnya sangat murah. “Pakai pupuk nonsubsidi yang mahal harganya. Tapi, padinya sekarang murah. Tidak sampai Rp 4 ribu per kilogram,” keluhnya.

Harga gabah kering sawah, kata dia, saat ini di kisaran Rp 3.700 sampai Rp 3.900 per kilogram. “Sekarang pembeli pintar, gabah jelek sedikit pasti turun langsung harganya,” paparnya.

Dia mengaku, sebelumnya dia bergabung dalam kelompok tani (poktan) di desanya. Karenanya, dulu dia mendapatkan jatah pupuk subsidi. Namun, karena dibatasi dan pembagian sampai kurang, Agus memutuskan untuk keluar. “Mending beli yang agak mahal sedikit tapi tidak dibatasi,” imbuhnya.

Pada kenyataannya, pembagian pupuk subsidi kepada petani memang harus melalui poktan. Seperti yang dikatakan oleh Guruh Fani Sumantri, pemilik kios pupuk di Baratan, Patrang. Dia mengatakan, petani yang mengeluh sulit pasti tidak tergabung kelompok tani. “Tidak sulit sebenarnya, mungkin yang bilang sulit itu petani yang tidak ikut kelompok tani. Setiap kios pupuk itu ada jatah pupuk subsidi setiap petani,” katanya.

Menurutnya, alur distribusi pupuk subsidi yang diberikan pemerintah sudah ditata sedemikian rupa. Dari pusat kepada distributor, kemudian dikirim ke kios pupuk. Pupuk urea bersubsidi di kios itu dibanderol Rp 112.500 per 50 kilogram dan Ponska Rp 115.000 per kilogram. Angka ini memang terpaut sangat jauh dengan pupuk nonsubsidi. Satu kuintal atau 100 kilogram urea sebesar Rp 1,2 juta. Sementara itu, di kios pertanian Trubus di Jalan Letjen Panjaitan, harga pupuk urea nonsubsidi Rp 35.000 per kilogram dan tidak menjual pupuk subsidi. “Di sini tidak ada pupuk subsidi,” kata Ahmad Risal, penjaga kios pertanian Trubus.

 

Jurnalis : mg8
Fotografer : mg8
Redaktur : Dwi Siswanto

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Masa panen tahun pertama yang waktunya berbarengan Ramadan dan menjelang Idul Fitri, petani mulai gelisah. Mereka mulai resah karena harga gabah dirasa tidak menguntungkan lagi bila dibandingkan dengan ongkos produksi.

Baca Juga : Perusahaan Wajib Membayarkan THR Penuh Tahun Ini

Petani padi di Desa Lengkong Peji, Kecamatan Mumbulsari, Agus Budiawan, mengatakan, dunia pertanian saat ini mulai bingung, resah, dan tidak ada harapan untuk menghasilkan. Pasalnya, ongkos produksi mulai naik. Salah satunya yaitu pupuk. “Pakai pupuk subsidi sulit didapat. Pakai nonsubsidi itu mahal,” paparnya.

Mahalnya pupuk ini, kata Agus, tidak sejalan dengan harga gabah yang menurutnya sangat murah. “Pakai pupuk nonsubsidi yang mahal harganya. Tapi, padinya sekarang murah. Tidak sampai Rp 4 ribu per kilogram,” keluhnya.

Harga gabah kering sawah, kata dia, saat ini di kisaran Rp 3.700 sampai Rp 3.900 per kilogram. “Sekarang pembeli pintar, gabah jelek sedikit pasti turun langsung harganya,” paparnya.

Dia mengaku, sebelumnya dia bergabung dalam kelompok tani (poktan) di desanya. Karenanya, dulu dia mendapatkan jatah pupuk subsidi. Namun, karena dibatasi dan pembagian sampai kurang, Agus memutuskan untuk keluar. “Mending beli yang agak mahal sedikit tapi tidak dibatasi,” imbuhnya.

Pada kenyataannya, pembagian pupuk subsidi kepada petani memang harus melalui poktan. Seperti yang dikatakan oleh Guruh Fani Sumantri, pemilik kios pupuk di Baratan, Patrang. Dia mengatakan, petani yang mengeluh sulit pasti tidak tergabung kelompok tani. “Tidak sulit sebenarnya, mungkin yang bilang sulit itu petani yang tidak ikut kelompok tani. Setiap kios pupuk itu ada jatah pupuk subsidi setiap petani,” katanya.

Menurutnya, alur distribusi pupuk subsidi yang diberikan pemerintah sudah ditata sedemikian rupa. Dari pusat kepada distributor, kemudian dikirim ke kios pupuk. Pupuk urea bersubsidi di kios itu dibanderol Rp 112.500 per 50 kilogram dan Ponska Rp 115.000 per kilogram. Angka ini memang terpaut sangat jauh dengan pupuk nonsubsidi. Satu kuintal atau 100 kilogram urea sebesar Rp 1,2 juta. Sementara itu, di kios pertanian Trubus di Jalan Letjen Panjaitan, harga pupuk urea nonsubsidi Rp 35.000 per kilogram dan tidak menjual pupuk subsidi. “Di sini tidak ada pupuk subsidi,” kata Ahmad Risal, penjaga kios pertanian Trubus.

 

Jurnalis : mg8
Fotografer : mg8
Redaktur : Dwi Siswanto

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Masa panen tahun pertama yang waktunya berbarengan Ramadan dan menjelang Idul Fitri, petani mulai gelisah. Mereka mulai resah karena harga gabah dirasa tidak menguntungkan lagi bila dibandingkan dengan ongkos produksi.

Baca Juga : Perusahaan Wajib Membayarkan THR Penuh Tahun Ini

Petani padi di Desa Lengkong Peji, Kecamatan Mumbulsari, Agus Budiawan, mengatakan, dunia pertanian saat ini mulai bingung, resah, dan tidak ada harapan untuk menghasilkan. Pasalnya, ongkos produksi mulai naik. Salah satunya yaitu pupuk. “Pakai pupuk subsidi sulit didapat. Pakai nonsubsidi itu mahal,” paparnya.

Mahalnya pupuk ini, kata Agus, tidak sejalan dengan harga gabah yang menurutnya sangat murah. “Pakai pupuk nonsubsidi yang mahal harganya. Tapi, padinya sekarang murah. Tidak sampai Rp 4 ribu per kilogram,” keluhnya.

Harga gabah kering sawah, kata dia, saat ini di kisaran Rp 3.700 sampai Rp 3.900 per kilogram. “Sekarang pembeli pintar, gabah jelek sedikit pasti turun langsung harganya,” paparnya.

Dia mengaku, sebelumnya dia bergabung dalam kelompok tani (poktan) di desanya. Karenanya, dulu dia mendapatkan jatah pupuk subsidi. Namun, karena dibatasi dan pembagian sampai kurang, Agus memutuskan untuk keluar. “Mending beli yang agak mahal sedikit tapi tidak dibatasi,” imbuhnya.

Pada kenyataannya, pembagian pupuk subsidi kepada petani memang harus melalui poktan. Seperti yang dikatakan oleh Guruh Fani Sumantri, pemilik kios pupuk di Baratan, Patrang. Dia mengatakan, petani yang mengeluh sulit pasti tidak tergabung kelompok tani. “Tidak sulit sebenarnya, mungkin yang bilang sulit itu petani yang tidak ikut kelompok tani. Setiap kios pupuk itu ada jatah pupuk subsidi setiap petani,” katanya.

Menurutnya, alur distribusi pupuk subsidi yang diberikan pemerintah sudah ditata sedemikian rupa. Dari pusat kepada distributor, kemudian dikirim ke kios pupuk. Pupuk urea bersubsidi di kios itu dibanderol Rp 112.500 per 50 kilogram dan Ponska Rp 115.000 per kilogram. Angka ini memang terpaut sangat jauh dengan pupuk nonsubsidi. Satu kuintal atau 100 kilogram urea sebesar Rp 1,2 juta. Sementara itu, di kios pertanian Trubus di Jalan Letjen Panjaitan, harga pupuk urea nonsubsidi Rp 35.000 per kilogram dan tidak menjual pupuk subsidi. “Di sini tidak ada pupuk subsidi,” kata Ahmad Risal, penjaga kios pertanian Trubus.

 

Jurnalis : mg8
Fotografer : mg8
Redaktur : Dwi Siswanto

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca