TAHUN 2015 menjadi tahun pertama operasionalnya satuan pendidikan baru yang dikenal sebagai Pendidikan Diniyah Formal, atau disingkat PDF. PDF adalah pendidikan pesantren yang diselenggarakan pada jalur pendidikan formal sesuai kekhasan pesantren yang berbasis kitab kuning secara berjenjang dan terstruktur (PMA 31/2020, pasal 1 poin 7). Kurikulum PDF terdiri atas kurikulum pesantren dan kurikulum pendidikan umum. Kurikulum pendidikan pesantren sepenuhnya berbasis kitab kuning, sedang kurikulum pendidikan umum untuk PDF Ula dan PDF Wustha memasukkan muatan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA dan IPS, sedang PDF Ulya ditambah muatan seni dan budaya. Jadi, PDF ini hanya boleh dirintis di pesantren, sebagai pendidikan formal yang khas pesantren. Sebagai bagian dari kekhasan pendidikan pesantren sekaligus sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional.
Ada delapan satuan pendidikan yang dirintis sebagai PDF pada tahun 2015 oleh Kementerian Agama RI. Masing-masing 3 lembaga di Jawa Timur, 2 lembaga di Jawa Tengah, 2 lembaga di Jawa Barat, dan 1 lembaga di Aceh sebagai representasi area luar Jawa. Khusus di Jawa Timur, rintisan PDF dikembangkan di Pesantren Lirboyo Kediri, Pesantren Genggong Kraksaan Probolinggo, dan Pesantren Nurul Qodim di Probolinggo. Kedelapan rintisan PDF ini telah intens melakukan koordinasi, telah melakukan studi banding manajemen pembelajaran bahasa Arab ke Libanon, dan mulai operasional sejak tahun ajaran 2015/2016.
Penamaan PDF, sesuai dengan nomenklatur yang termaktub dalam PP Nompr 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan dan PMA Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam yang berlaku sejak tanggal 18 Juni 2014. Dalam PP 55 Tahun 2017 tersebut bahwa pendidikan keagamaan Islam terdiri atas pesantren dan pendidikan diniyah, demikian pula dalam PMA Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam mengatur tentang Pesantren dan Pendidikan Diniyah. Namun, dalam PMA Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam tersebut misalnya ditegaskan bahwa pesantren dapat berbentuk satuan pendidikan dan penyelenggara pendidikan. Sebagai penyelenggara pendidikan, pesantren dapat menyelenggarakan satuan dan/atau program pendidikan lainnya meliputi: pendidikan diniyah formal, pendidikan diniyah nonformal, pendidikan umum, pendidikan umum berciri khas Islam, pendidikan kejuruan, pendidikan kesetaraan, pendidikan mu’adalah, pendidikan tinggi, dan/atau program pendidikan lainnya.
Implementasi PMA 13 Tahun 2014 menjadi sangat penting, karena secara historis, sejak diberlakukannya SKB Tiga Menteri Tahun 1975 (Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Dalam Negeri) tentang Peningkatan Mutu Pendidikan Pada Madrasah, maka ijazah dan lulusan madrasah dinilai sama dengan ijazah dan lulusan umum yang setingkat. Selain itu, terjadi perubahan dalam skala masif madrasah diniyah menjadi MI, MTs, dan MA baik di dalam maupun di luar pesantren yang kemudian dinamakan pendidikan umum berciri khas agama Islam. Juga, berdirinya berbagai varian jenjang, jenis, dan satuan pendidikan (pendidikan umum, pendidikan umum berciri khas agama Islam maupun pendidikan kejuruan mulai pendidikan dasar (SD/MI, SMP/MTs), pendidikan menengah (SMA/MA/SMK) sampai dengan pendidikan tinggi di pesantren).
Selain mengatur tentang pesantren, PMA Nomor 13 Tahun 2014 juga mengatur tentang pendidikan diniyah, dan sekaligus memberikan jaminan pengembangan pendidikan diniyah ke depan. Pendidikan diniyah adalah pendidikan keagamaan Islam yang diselenggarakan pada semua jalur dan jenjang pendidikan yang terdiri atas: (1) Pendidikan diniyah formal adalah lembaga pendidikan keagamaan Islam oleh dan berada di dalam pondok pesantren secara terstruktur dan berjenjang pada jalur pendidikan formal. (2) Pendidikan diniyah nonformal adalah pendidikan keagamaan Islam yang diselenggarakan dalam bentuk Madrasah Diniyah Takmiliyah, Pendidikan Alquran, Majelis Taklim, atau bentuk lain yang sejenis baik di dalam maupun di luar pesantren pada jalur pendidikan nonformal, dan (3) Pendidikan diniyah informal adalah pendidikan keagamaan Islam dalam bentuk program yang diselenggarakan di lingkungan keluarga pada jalur pendidikan informal.
Perjenjangan pendidikan diniyah terdiri atas: (1) Pendidikan diniyah formal jenjang pendidikan dasar: pendidikan diniyah formal ula terdiri atas 6 tingkat sederajat dengan SD/MI, dan pendidikan diniyah formal wustha terdiri atas 3 tingkat sederajat dengan SMP/MTs, (2) Pendidikan diniyah formal jenjang pendidikan menengah berbentuk pendidikan diniyah formal ulya terdiri atas 3 tingkat sederajat dengan SMA/MA/SMK., dan (3) Pendidikan diniyah formal jenjang pendidikan tinggi berbentuk ma’ahad aly.
Perjuangan payung hukum pendidikan diniyah cukup panjang. Sebelum terbitnya PMA Nomor 13 Tahun 2014 pernah terbit PMA Nomor 3 Tahun 2012 tentang Pendidikan Keagamaan Islam pada tanggal 21 Februari 2012 dan terdaftar dalam lembaran negara tanggal 24 Februari 2012, namun belum sempat disosialisasi, PMA tersebut kemudian dicabut melalui PMA Nomor 9 Tahun 2012 pada tanggal 19 Juni 2012. Jadi ada masa vakum aturan tentang pendidikan diniyah yang cukup lama. Baru kemudian, tanggal 18 Juni 2014 terbit PMA Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam.
Meskipun PMA ini hanya mengatur tentang Pesantren dan Pendidikan Diniyah, namun implikasinya sangat strategis dan signifikan. Inilah untuk pertama kalinya selama berabad-abad sejak berdirinya pesantren dan pendidikan diniyah sebagai institusi pendidikan yang memiliki payung hukum cukup kuat, dan berdampak bagi kelanjutan studi dan karir lulusan PDF. Artinya, lulusan PDF bisa melanjutkan studi secara linier (single track) sesama PDF jenjang di atasnya, atau menempuh jalur kelanjutan studi di luar jalur linier (multitrack), sehingga karier lulusannya juga dijamin, karena sama-sama memiliki payung hukum yang jelas.
Namun, jika ditelusuri lebih intens, kedelapan pesantren tersebut termasuk kategori “pesantren besar”, seolah memberi signal bahwa tidak semua pesantren mampu mendirikan PDF karena sangat selektif, dan sedikitnya pesantren yang akan memenuhi syarat penyelenggaraan PDF. Namun, seiring dengan perjalanan waktu, pertumbuhan PDF dari waktu ke waktu terus berkembang. Setelah diundangkannya UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren dan PMA Nomor 31 Tahun 2020 tentang Pendidikan Pesantren, pertumbuhan PDF semakin cepat meski syarat pendirian PDF sangat selektif.
Ke depan, meski syarat penyelenggaraan PDF sangat ketat, menuntut kemampuan membaca kitab dan berbahasa arab, sebagai ikhtiar kaderisasi ulama, namun prospek PDF ini sangat membanggakan, karena akan lahir generasi muda muslim yang memiliki kemampuan agama, kemampuan berbahasa dan sekaligus kemampuan membaca kitab kuning. ketiga potensi tersebut sangat diperlukan bagi generasi muslim masa depan.
*Prof Dr H. Abd. Halim Soebahar MA, Wakil Ketua Umum MUI Provinsi Jawa Timur, Direktur Pascasarjana UIN Kiai Haji Achmad Siddiq dan Pengasuh Pondok Pesantren Shofa Marwa Jember.