22.9 C
Jember
Wednesday, 29 March 2023

Dinilai Cederai Pilar Demokrasi

Kekerasan terhadap Jurnalis Tuai Kecaman

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Kekerasan terhadap jurnalis kembali terjadi. Terbaru, menyeret seorang jurnalis bernama Nurhadi, Sabtu (27/3) lalu. Ia mendapat perlakuan kasar, sampai dianiaya oleh sejumlah oknum aparat. Padahal saat itu, korban tengah melakukan kerja jurnalistiknya terkait kasus korupsi di sektor pajak yang saat ini tengah ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Insiden yang menimpa kuli tinta itu menyulut solidaritas dari sejumlah jurnalis dari berbagai daerah. Tak terkecuali di Jember. Senin (29/3) kemarin, mereka menggelar aksi di sekitar bundaran DPRD. Massa juga membentangkan poster tuntutan agar pelaku kekerasan segera ditindak tegas dan dihukum. “Kami meminta Kapolda Jatim agar mengusut tuntas kasus tersebut, serta mengadili pelaku,” tegas Andi Saputra, korlap aksi.

Diketahui, aksi yang dilakukan para awak media itu berasal dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Jember. Dalam aksi yang dikawal aparat kepolisian ini, mereka juga menyampaikan aspirasinya di depan gedung DPRD Jember. Di depan gedung wakil rakyat itu, massa kembali menyampaikan tuntutannya.

Mobile_AP_Rectangle 2

Mereka menilai, pers merupakan bagian dari pilar demokrasi. Karenanya, ketika hari ini masih ada jurnalis yang dikriminalisasi atau mendapat kekerasan karena tugas-tugas jurnalistiknya, maka hal itu dinilai mencederai amanah demokrasi. “Siapa pun pelakunya, di mana pun tempatnya, kekerasan terhadap jurnalis tidak bisa dibiarkan. Dan kami berharap itu kasus terakhir dan tidak ada kasus serupa di kemudian hari,” terang Andi.

Sekretaris AJI Kota Jember Faidzin Adi membeberkan, kasus yang menimpa Nurhadi bukanlah kali pertama. Jauh sebelum itu, dalam catatan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) bersama LBH Pers menyebut, sepanjang tahun 2020, sudah terjadi 117 kasus kekerasan yang menimpa jurnalis atau awak media.

Bahkan, jumlah itu meningkat dibandingkan dua tahun belakangan. Pada 2019 sebanyak 79 kasus dan 2018 sebanyak 64 kasus. “Tren peningkatan kasus itu karena penanganannya tidak dilakukan secara tuntas,” katanya.

Bahkan, jika kasus serupa dibiarkan berlarut-larut, lanjut Adi, hal itu bisa menjadikan kekerasan sebagai cara halal untuk memberangus pers yang tidak sejalan dengan kepentingan rezim. “Tentu ini menjadi kondisi yang membahayakan kepentingan publik. Karena itu, kami mendesak Kapolri agar lebih mengontrol anak buahnya. Dan kasusnya diusut tuntas,” jelasnya.

Lebih lanjut, Adi memaparkan, kekerasan terhadap jurnalis sejatinya bukan hanya bentuk penghalangan terhadap kerja-kerja jurnalistik. Namun, lebih jauh dari itu, juga mengancam demokrasi dan hak menyatakan pendapat yang telah dilindungi oleh undang-undang. Apalagi, kata dia, pers merupakan pilar keempat dalam negara yang menganut sistem demokrasi setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif. “Sejak awal, AJI Jember menolak tegas segala bentuk impunitas terhadap kasus kekerasan yang menimpa jurnalis. Semuanya harus diusut sampai tuntas. Dan pelakunya wajib dihukum sesuai perbuatan,” ujarnya.

Masih terjadinya kekerasan yang dilakukan, baik oleh aparat kepolisian maupun TNI, menurutnya, menandakan bahwa pemerintah belum tuntas melakukan reformasi di tubuh dua institusi ini. Sebab, hingga kini masih saja ada aparat yang menggunakan pendekatan kekerasan dalam penyelesaian masalah. Untuk itu, AJI Jember mendesak pemerintah merampungkan amanah reformasi pada dua institusi tersebut.

 

 

 

Jurnalis : Maulana
Fotografer : Istimewa
Redaktur : Mahrus Sholih

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Kekerasan terhadap jurnalis kembali terjadi. Terbaru, menyeret seorang jurnalis bernama Nurhadi, Sabtu (27/3) lalu. Ia mendapat perlakuan kasar, sampai dianiaya oleh sejumlah oknum aparat. Padahal saat itu, korban tengah melakukan kerja jurnalistiknya terkait kasus korupsi di sektor pajak yang saat ini tengah ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Insiden yang menimpa kuli tinta itu menyulut solidaritas dari sejumlah jurnalis dari berbagai daerah. Tak terkecuali di Jember. Senin (29/3) kemarin, mereka menggelar aksi di sekitar bundaran DPRD. Massa juga membentangkan poster tuntutan agar pelaku kekerasan segera ditindak tegas dan dihukum. “Kami meminta Kapolda Jatim agar mengusut tuntas kasus tersebut, serta mengadili pelaku,” tegas Andi Saputra, korlap aksi.

Diketahui, aksi yang dilakukan para awak media itu berasal dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Jember. Dalam aksi yang dikawal aparat kepolisian ini, mereka juga menyampaikan aspirasinya di depan gedung DPRD Jember. Di depan gedung wakil rakyat itu, massa kembali menyampaikan tuntutannya.

Mereka menilai, pers merupakan bagian dari pilar demokrasi. Karenanya, ketika hari ini masih ada jurnalis yang dikriminalisasi atau mendapat kekerasan karena tugas-tugas jurnalistiknya, maka hal itu dinilai mencederai amanah demokrasi. “Siapa pun pelakunya, di mana pun tempatnya, kekerasan terhadap jurnalis tidak bisa dibiarkan. Dan kami berharap itu kasus terakhir dan tidak ada kasus serupa di kemudian hari,” terang Andi.

Sekretaris AJI Kota Jember Faidzin Adi membeberkan, kasus yang menimpa Nurhadi bukanlah kali pertama. Jauh sebelum itu, dalam catatan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) bersama LBH Pers menyebut, sepanjang tahun 2020, sudah terjadi 117 kasus kekerasan yang menimpa jurnalis atau awak media.

Bahkan, jumlah itu meningkat dibandingkan dua tahun belakangan. Pada 2019 sebanyak 79 kasus dan 2018 sebanyak 64 kasus. “Tren peningkatan kasus itu karena penanganannya tidak dilakukan secara tuntas,” katanya.

Bahkan, jika kasus serupa dibiarkan berlarut-larut, lanjut Adi, hal itu bisa menjadikan kekerasan sebagai cara halal untuk memberangus pers yang tidak sejalan dengan kepentingan rezim. “Tentu ini menjadi kondisi yang membahayakan kepentingan publik. Karena itu, kami mendesak Kapolri agar lebih mengontrol anak buahnya. Dan kasusnya diusut tuntas,” jelasnya.

Lebih lanjut, Adi memaparkan, kekerasan terhadap jurnalis sejatinya bukan hanya bentuk penghalangan terhadap kerja-kerja jurnalistik. Namun, lebih jauh dari itu, juga mengancam demokrasi dan hak menyatakan pendapat yang telah dilindungi oleh undang-undang. Apalagi, kata dia, pers merupakan pilar keempat dalam negara yang menganut sistem demokrasi setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif. “Sejak awal, AJI Jember menolak tegas segala bentuk impunitas terhadap kasus kekerasan yang menimpa jurnalis. Semuanya harus diusut sampai tuntas. Dan pelakunya wajib dihukum sesuai perbuatan,” ujarnya.

Masih terjadinya kekerasan yang dilakukan, baik oleh aparat kepolisian maupun TNI, menurutnya, menandakan bahwa pemerintah belum tuntas melakukan reformasi di tubuh dua institusi ini. Sebab, hingga kini masih saja ada aparat yang menggunakan pendekatan kekerasan dalam penyelesaian masalah. Untuk itu, AJI Jember mendesak pemerintah merampungkan amanah reformasi pada dua institusi tersebut.

 

 

 

Jurnalis : Maulana
Fotografer : Istimewa
Redaktur : Mahrus Sholih

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Kekerasan terhadap jurnalis kembali terjadi. Terbaru, menyeret seorang jurnalis bernama Nurhadi, Sabtu (27/3) lalu. Ia mendapat perlakuan kasar, sampai dianiaya oleh sejumlah oknum aparat. Padahal saat itu, korban tengah melakukan kerja jurnalistiknya terkait kasus korupsi di sektor pajak yang saat ini tengah ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Insiden yang menimpa kuli tinta itu menyulut solidaritas dari sejumlah jurnalis dari berbagai daerah. Tak terkecuali di Jember. Senin (29/3) kemarin, mereka menggelar aksi di sekitar bundaran DPRD. Massa juga membentangkan poster tuntutan agar pelaku kekerasan segera ditindak tegas dan dihukum. “Kami meminta Kapolda Jatim agar mengusut tuntas kasus tersebut, serta mengadili pelaku,” tegas Andi Saputra, korlap aksi.

Diketahui, aksi yang dilakukan para awak media itu berasal dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Jember. Dalam aksi yang dikawal aparat kepolisian ini, mereka juga menyampaikan aspirasinya di depan gedung DPRD Jember. Di depan gedung wakil rakyat itu, massa kembali menyampaikan tuntutannya.

Mereka menilai, pers merupakan bagian dari pilar demokrasi. Karenanya, ketika hari ini masih ada jurnalis yang dikriminalisasi atau mendapat kekerasan karena tugas-tugas jurnalistiknya, maka hal itu dinilai mencederai amanah demokrasi. “Siapa pun pelakunya, di mana pun tempatnya, kekerasan terhadap jurnalis tidak bisa dibiarkan. Dan kami berharap itu kasus terakhir dan tidak ada kasus serupa di kemudian hari,” terang Andi.

Sekretaris AJI Kota Jember Faidzin Adi membeberkan, kasus yang menimpa Nurhadi bukanlah kali pertama. Jauh sebelum itu, dalam catatan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) bersama LBH Pers menyebut, sepanjang tahun 2020, sudah terjadi 117 kasus kekerasan yang menimpa jurnalis atau awak media.

Bahkan, jumlah itu meningkat dibandingkan dua tahun belakangan. Pada 2019 sebanyak 79 kasus dan 2018 sebanyak 64 kasus. “Tren peningkatan kasus itu karena penanganannya tidak dilakukan secara tuntas,” katanya.

Bahkan, jika kasus serupa dibiarkan berlarut-larut, lanjut Adi, hal itu bisa menjadikan kekerasan sebagai cara halal untuk memberangus pers yang tidak sejalan dengan kepentingan rezim. “Tentu ini menjadi kondisi yang membahayakan kepentingan publik. Karena itu, kami mendesak Kapolri agar lebih mengontrol anak buahnya. Dan kasusnya diusut tuntas,” jelasnya.

Lebih lanjut, Adi memaparkan, kekerasan terhadap jurnalis sejatinya bukan hanya bentuk penghalangan terhadap kerja-kerja jurnalistik. Namun, lebih jauh dari itu, juga mengancam demokrasi dan hak menyatakan pendapat yang telah dilindungi oleh undang-undang. Apalagi, kata dia, pers merupakan pilar keempat dalam negara yang menganut sistem demokrasi setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif. “Sejak awal, AJI Jember menolak tegas segala bentuk impunitas terhadap kasus kekerasan yang menimpa jurnalis. Semuanya harus diusut sampai tuntas. Dan pelakunya wajib dihukum sesuai perbuatan,” ujarnya.

Masih terjadinya kekerasan yang dilakukan, baik oleh aparat kepolisian maupun TNI, menurutnya, menandakan bahwa pemerintah belum tuntas melakukan reformasi di tubuh dua institusi ini. Sebab, hingga kini masih saja ada aparat yang menggunakan pendekatan kekerasan dalam penyelesaian masalah. Untuk itu, AJI Jember mendesak pemerintah merampungkan amanah reformasi pada dua institusi tersebut.

 

 

 

Jurnalis : Maulana
Fotografer : Istimewa
Redaktur : Mahrus Sholih

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca