22.4 C
Jember
Wednesday, 31 May 2023

Sempat Minder karena Kaki Bengkok, Tak Mengira Dapat Juara di Level Provinsi

Zainul Arifin membawa kontingen NPCI Jember mampu berdiri tegak dalam ajang Pekan Paralimpik Provinsi (Peparprov) Jatim, pekan kemarin. Ini setelah dia berhasil menyabet medali emas dari perhelatan olahraga khusus bagi difabel tersebut. Bagaimana perjuangannya?

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Lembing berwarna merah itu mulai digenggam oleh Zainul Arifin. Lewat tangan kirinya, dia mencoba belajar sekuat-kuatnya melempar lembing. Sayangnya, lembing itu tidak langsung menancap ke tanah. “Posisi jari dan cara melemparnya ada yang salah,” ucap Rixki Saputra, pelatih National Paralympic Committee Indonesia (NPCI) Jember kepada Zainul.

Sebelum berangkat ke Surabaya mengikuti Peparprov Jatim, Zainul beserta rekan-rekannya sesama atlet disabilitas menggelar latihan intensif di JSG. Namun, dirinya fokus latihan lompat jauh, bukan lempar lembing. Dia mencoba hanya karena ingin merasakan bagaimana caranya teknik lempar lembing.

Dalam Peparprov, Zainul termasuk menjadi tumpuan meraih medali. “Target emas itu di lari putra 100 meter dan lompat jauh putra. Atlet yang diproyeksikan mendapatkan itu adalah Zainul,” ucap Rixki.

Mobile_AP_Rectangle 2

Memiliki kaki kiri yang mengecil dan bagian engkel bengkok tidak membuat Zainul patah semangat untuk memberikan yang terbaik bagi Jember. Juga untuk dirinya dan keluarga. Pada lomba lari 100 meter putra, dirinya tetap turun, walau secara klasifikasi salah. Dia bertanding dengan penyandang difabel dengan kaki normal, hanya tangan yang tidak sempurna. “Gagal di lari 100 meter putra itu karena salah klasifikasi. Seharusnya Zainul masuk lower, tapi bertandingnya masuk upper,” jelasnya.

Gagal meraih medali, padahal di Kejurda 2019 mencatatkan waktu lari 100 meter 14,3 detik, tidak membuat Zainul bersedih. Pemuda asal Panti itu mampu menjawab dan membalas kekalahan itu di lompat jauh. Lompatannya setidaknya setengah dari rekor nasional yang dipegang Safwaturahman dengan lompatan sejauh 7,98 meter. Sementara, lompatan Zainul di Peparprov Jatim adalah 4,05 meter. Dia lebih unggul dari atlet Pasuruan yang menduduki peringkat dua. Atas capaian itu, Zainul berhasil meraih medali emas, dan menjadi emas satu-satunya untuk kontingen NPCI Jember.

Kepada Jawa Pos Radar Jember, Zainul menyampaikan, rasa tidak percaya diri karena fisiknya tak sempurna pernah dirasakannya. Apalagi, kakak adiknya, serta kedua orang tuanya terlahir normal. Dukungan penguatan dari keluarga dan lingkungan membuat rasa minder itu terkikis. Terlebih, Zainul mengenyam pendidikan di sekolah umum, bukan di sekolah khusus disabilitas.

Sebagai keluarga kurang mampu dan mendapatkan Program Keluarga Harapan (PKH), sebelum terjun ke NPCI, Zaenul mencoba berlatih silat. “Sebelum ikut NPCI, dulu pernah ikut latihan silat,” ungkapnya.

Tinggal di Desa Serut, Kecamatan Panti, pemuda 20 tahun yang kini duduk di bangku kelas III SMA itu mulai berlatih atletik di NPCI pada 2019 lalu. Bahkan, dengan kondisi kaki mengecil dan bengkok tersebut, dirinya tidak pernah terbayang bisa jadi atlet hingga meraih prestasi. “Semangat saya latihan sampai dapat juara, karena orang tua,” paparnya.

Meraih emas di Peparprov juga didedikasikan untuk orang tuanya yang bekerja sebagai kuli bangunan, sedangkan ibunya mengurus rumah tangga. “Kondisi fisik seperti ini, ingin banggakan orang tua,” tuturnya.

Sementara itu, Rixki menambahkan, pada kali pertama datang dan latihan, Zainul terbilang sama dengan anak-anak difabel pada umumnya yang ingin terjun ke dunia olahraga. Yaitu saat lari, dia tidak memiliki dasar teknik atau teori. Dan hanya lari asal-asalan. Zainul dulu, kata dia, catatan waktu lari 100 meter putra juga tidak bagus. Masih kalah dengan atlet lari NPCI Jember lainnya. Walau masih kalah, tapi Zainul terus berusaha dan semangat berlatih untuk menjadi yang terbaik.

Sebagai pelatih, dirinya tidak pernah menekan anak didiknya menjadi juara. “Saya hanya bilang, beri yang terbaik. Beri satu kebanggaan untuk diri sendiri dan keluarga,” pungkasnya.

 

 

Jurnalis : Dwi Siswanto
Fotografer : Istimewa
Redaktur : Mahrus Sholih

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Lembing berwarna merah itu mulai digenggam oleh Zainul Arifin. Lewat tangan kirinya, dia mencoba belajar sekuat-kuatnya melempar lembing. Sayangnya, lembing itu tidak langsung menancap ke tanah. “Posisi jari dan cara melemparnya ada yang salah,” ucap Rixki Saputra, pelatih National Paralympic Committee Indonesia (NPCI) Jember kepada Zainul.

Sebelum berangkat ke Surabaya mengikuti Peparprov Jatim, Zainul beserta rekan-rekannya sesama atlet disabilitas menggelar latihan intensif di JSG. Namun, dirinya fokus latihan lompat jauh, bukan lempar lembing. Dia mencoba hanya karena ingin merasakan bagaimana caranya teknik lempar lembing.

Dalam Peparprov, Zainul termasuk menjadi tumpuan meraih medali. “Target emas itu di lari putra 100 meter dan lompat jauh putra. Atlet yang diproyeksikan mendapatkan itu adalah Zainul,” ucap Rixki.

Memiliki kaki kiri yang mengecil dan bagian engkel bengkok tidak membuat Zainul patah semangat untuk memberikan yang terbaik bagi Jember. Juga untuk dirinya dan keluarga. Pada lomba lari 100 meter putra, dirinya tetap turun, walau secara klasifikasi salah. Dia bertanding dengan penyandang difabel dengan kaki normal, hanya tangan yang tidak sempurna. “Gagal di lari 100 meter putra itu karena salah klasifikasi. Seharusnya Zainul masuk lower, tapi bertandingnya masuk upper,” jelasnya.

Gagal meraih medali, padahal di Kejurda 2019 mencatatkan waktu lari 100 meter 14,3 detik, tidak membuat Zainul bersedih. Pemuda asal Panti itu mampu menjawab dan membalas kekalahan itu di lompat jauh. Lompatannya setidaknya setengah dari rekor nasional yang dipegang Safwaturahman dengan lompatan sejauh 7,98 meter. Sementara, lompatan Zainul di Peparprov Jatim adalah 4,05 meter. Dia lebih unggul dari atlet Pasuruan yang menduduki peringkat dua. Atas capaian itu, Zainul berhasil meraih medali emas, dan menjadi emas satu-satunya untuk kontingen NPCI Jember.

Kepada Jawa Pos Radar Jember, Zainul menyampaikan, rasa tidak percaya diri karena fisiknya tak sempurna pernah dirasakannya. Apalagi, kakak adiknya, serta kedua orang tuanya terlahir normal. Dukungan penguatan dari keluarga dan lingkungan membuat rasa minder itu terkikis. Terlebih, Zainul mengenyam pendidikan di sekolah umum, bukan di sekolah khusus disabilitas.

Sebagai keluarga kurang mampu dan mendapatkan Program Keluarga Harapan (PKH), sebelum terjun ke NPCI, Zaenul mencoba berlatih silat. “Sebelum ikut NPCI, dulu pernah ikut latihan silat,” ungkapnya.

Tinggal di Desa Serut, Kecamatan Panti, pemuda 20 tahun yang kini duduk di bangku kelas III SMA itu mulai berlatih atletik di NPCI pada 2019 lalu. Bahkan, dengan kondisi kaki mengecil dan bengkok tersebut, dirinya tidak pernah terbayang bisa jadi atlet hingga meraih prestasi. “Semangat saya latihan sampai dapat juara, karena orang tua,” paparnya.

Meraih emas di Peparprov juga didedikasikan untuk orang tuanya yang bekerja sebagai kuli bangunan, sedangkan ibunya mengurus rumah tangga. “Kondisi fisik seperti ini, ingin banggakan orang tua,” tuturnya.

Sementara itu, Rixki menambahkan, pada kali pertama datang dan latihan, Zainul terbilang sama dengan anak-anak difabel pada umumnya yang ingin terjun ke dunia olahraga. Yaitu saat lari, dia tidak memiliki dasar teknik atau teori. Dan hanya lari asal-asalan. Zainul dulu, kata dia, catatan waktu lari 100 meter putra juga tidak bagus. Masih kalah dengan atlet lari NPCI Jember lainnya. Walau masih kalah, tapi Zainul terus berusaha dan semangat berlatih untuk menjadi yang terbaik.

Sebagai pelatih, dirinya tidak pernah menekan anak didiknya menjadi juara. “Saya hanya bilang, beri yang terbaik. Beri satu kebanggaan untuk diri sendiri dan keluarga,” pungkasnya.

 

 

Jurnalis : Dwi Siswanto
Fotografer : Istimewa
Redaktur : Mahrus Sholih

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Lembing berwarna merah itu mulai digenggam oleh Zainul Arifin. Lewat tangan kirinya, dia mencoba belajar sekuat-kuatnya melempar lembing. Sayangnya, lembing itu tidak langsung menancap ke tanah. “Posisi jari dan cara melemparnya ada yang salah,” ucap Rixki Saputra, pelatih National Paralympic Committee Indonesia (NPCI) Jember kepada Zainul.

Sebelum berangkat ke Surabaya mengikuti Peparprov Jatim, Zainul beserta rekan-rekannya sesama atlet disabilitas menggelar latihan intensif di JSG. Namun, dirinya fokus latihan lompat jauh, bukan lempar lembing. Dia mencoba hanya karena ingin merasakan bagaimana caranya teknik lempar lembing.

Dalam Peparprov, Zainul termasuk menjadi tumpuan meraih medali. “Target emas itu di lari putra 100 meter dan lompat jauh putra. Atlet yang diproyeksikan mendapatkan itu adalah Zainul,” ucap Rixki.

Memiliki kaki kiri yang mengecil dan bagian engkel bengkok tidak membuat Zainul patah semangat untuk memberikan yang terbaik bagi Jember. Juga untuk dirinya dan keluarga. Pada lomba lari 100 meter putra, dirinya tetap turun, walau secara klasifikasi salah. Dia bertanding dengan penyandang difabel dengan kaki normal, hanya tangan yang tidak sempurna. “Gagal di lari 100 meter putra itu karena salah klasifikasi. Seharusnya Zainul masuk lower, tapi bertandingnya masuk upper,” jelasnya.

Gagal meraih medali, padahal di Kejurda 2019 mencatatkan waktu lari 100 meter 14,3 detik, tidak membuat Zainul bersedih. Pemuda asal Panti itu mampu menjawab dan membalas kekalahan itu di lompat jauh. Lompatannya setidaknya setengah dari rekor nasional yang dipegang Safwaturahman dengan lompatan sejauh 7,98 meter. Sementara, lompatan Zainul di Peparprov Jatim adalah 4,05 meter. Dia lebih unggul dari atlet Pasuruan yang menduduki peringkat dua. Atas capaian itu, Zainul berhasil meraih medali emas, dan menjadi emas satu-satunya untuk kontingen NPCI Jember.

Kepada Jawa Pos Radar Jember, Zainul menyampaikan, rasa tidak percaya diri karena fisiknya tak sempurna pernah dirasakannya. Apalagi, kakak adiknya, serta kedua orang tuanya terlahir normal. Dukungan penguatan dari keluarga dan lingkungan membuat rasa minder itu terkikis. Terlebih, Zainul mengenyam pendidikan di sekolah umum, bukan di sekolah khusus disabilitas.

Sebagai keluarga kurang mampu dan mendapatkan Program Keluarga Harapan (PKH), sebelum terjun ke NPCI, Zaenul mencoba berlatih silat. “Sebelum ikut NPCI, dulu pernah ikut latihan silat,” ungkapnya.

Tinggal di Desa Serut, Kecamatan Panti, pemuda 20 tahun yang kini duduk di bangku kelas III SMA itu mulai berlatih atletik di NPCI pada 2019 lalu. Bahkan, dengan kondisi kaki mengecil dan bengkok tersebut, dirinya tidak pernah terbayang bisa jadi atlet hingga meraih prestasi. “Semangat saya latihan sampai dapat juara, karena orang tua,” paparnya.

Meraih emas di Peparprov juga didedikasikan untuk orang tuanya yang bekerja sebagai kuli bangunan, sedangkan ibunya mengurus rumah tangga. “Kondisi fisik seperti ini, ingin banggakan orang tua,” tuturnya.

Sementara itu, Rixki menambahkan, pada kali pertama datang dan latihan, Zainul terbilang sama dengan anak-anak difabel pada umumnya yang ingin terjun ke dunia olahraga. Yaitu saat lari, dia tidak memiliki dasar teknik atau teori. Dan hanya lari asal-asalan. Zainul dulu, kata dia, catatan waktu lari 100 meter putra juga tidak bagus. Masih kalah dengan atlet lari NPCI Jember lainnya. Walau masih kalah, tapi Zainul terus berusaha dan semangat berlatih untuk menjadi yang terbaik.

Sebagai pelatih, dirinya tidak pernah menekan anak didiknya menjadi juara. “Saya hanya bilang, beri yang terbaik. Beri satu kebanggaan untuk diri sendiri dan keluarga,” pungkasnya.

 

 

Jurnalis : Dwi Siswanto
Fotografer : Istimewa
Redaktur : Mahrus Sholih

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca