22.9 C
Jember
Wednesday, 29 March 2023

Awal Bertanding Dihajar Molak-malik, Kini Jadi Tumpuan Meraih Emas

Akhir-akhir ini, aksi kekerasan berlatar belakang perguruan silat semakin meresahkan masyarakat. Padahal, silat telah menjadi cabang olahraga prestasi. Inilah yang dibuktikan oleh M Haikal Aziz Raharjo, bahwa silat bukan untuk sok-sokan. Bahkan kini, dia satu-satunya pesilat Jember yang masuk Kontingen Jatim ke PON Papua 2021. Bagaimana perjuangannya? 

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Senyum percaya diri mengembang dari bibir M Haikal Aziz. Dia memeragakan gerakan seni bela diri pencak silat di pendapa bupati, medio April lalu. Kedatangan dirinya di rumah dinas bupati tersebut tidak lain karena menjadi salah satu atlet Jember yang berlaga di PON Papua. Bahkan, dia satu-satunya pesilat dari Jember yang berlaga dalam ajang olahraga nasional empat tahunan tersebut.

Di tengah maraknya aksi kekerasan yang dilakukan oleh anggota perguruan silat di Jember, nyatanya Haikal memberi harapan baik bahwa pesilat Jember mampu berkompetisi dan berprestasi. Dia bisa berlaga di PON Papua tahun ini, setelah berhasil mendapat medali emas dalam Prakualifikasi PON Kejuaraan Nasional (Kejurnas) Silat Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI). Pada Kejurnas yang digelar di Jakarta pada 12-17 November 2019 lalu ini, Haikal mampu menunjukkan performa terbaiknya.

Bermain di kategori tarung bebas kelas E dengan berat badan 65-70, Haikal sukses memenangi tiga pertandingan sekaligus. Dalam partai puncak, pesilat dari perguruan Tapak Suci tersebut berhasil mengalahkan lawannya, atlet asal Sumatera Selatan. Haikal yang mampu menembus skuad Jatim untuk PON Papua tersebut melanjutkan kisah manis pesilat Jember yang sempat absen selama 17 tahun. Kali terakhir, pesilat Jember yang berlaga di PON adalah Imam dan Devi pada PON 2004 silam.

Mobile_AP_Rectangle 2

Pria asal Kranjingan, Sumbersari, ini mengikuti pencak silat sejak kelas 2 SD. Sejak kecil dia tetap fokus ke pencak silat. Namun, dia juga mengaku bermain olahraga lain seperti voli, renang, sepak bola, hingga futsal. Hal itu dilakukan untuk menghilangkan rasa bosan terhadap silat. “Tapi semuanya kembali ke silat,” jelasnya.

Dia mengakui, menjadi atlet, tantangan terbesar adalah masuk usia remaja. Sebab, di masa itu, banyak atlet di dunia olahraga yang waktu kecil berprestasi, tapi hilang begitu saja saat remaja. Menurutnya, terlalu cepat puas dalam capaiannya. Padahal, menurut Haikal, namanya pencapaian adalah di mana bisa sukses dengan soft skill yang dimiliki. Bahkan, menurutnya, untuk menjadi atlet yang hebat itu harus pernah merasakan kekalahan. Sebab, kekalahan itu menjadi bekal pelajaran dalam membina mental bertanding.

Haikal termasuk pesilat yang ditargetkan meraih medali emas di PON dan turun di kelas fighter 55-70 kilogram. Dia berpesan, menjadi atlet jangan patah semangat dan terus berani mencoba. “Apa pun hasilnya, terpenting adalah terus berlatih,” jelasnya.

Haikal juga mengaku, untuk silat Jember, alangkah baiknya para pesilat menunjukan prestasi lewat cabang olahraga silat daripada ikut-ikutan aksi kekerasan. Dengan begitu, bisa membawa nama Jember terangkat di kancah Jatim hingga nasional.

Sekretaris IPSI Jember M Hasyim Arif mengaku mengenal Haikal sejak pertama bergelut di pencak silat. Sebagai mantan pelatihnya saat duduk di bangku SD, Arif mengatakan, Haikal bukan pesilat hebat saat pertama bertanding. “Jadi, pertama kali turun pertandingan silat, lawan pertamanya itu dari Cakru, Kencong. Haikal dihajar molak-malik oleh lawannya,” ungkapnya.

Bahkan, pada waktu itu pendekar silat lain menyarankan agar melempar handuk putih tanda untuk menyerah. Itu lantaran Haikal dihajar habis-habisan. “Saya tidak mau, karena mentalnya bisa drop nanti. Tapi, caranya waktu pertandingan dipercepat,” ungkapnya.

Dari kekalahan pertama tersebut, ungkap Arif, semangat Haikal membara. Cara agar bisa menang dalam pertandingan adalah rajin latihan. Karenanya, pada saat itu Haikal semangat latihan dan tahun depan bisa menang di pertandingan. “Bahkan pada waktu itu tidak mau memilih sparring latihan dengan temannya. Maunya sama saya,” kenangnya.

Dia mengakui, saat usia SD, atlet silat yang membanggakan untuk Jember tersebut termasuk anak yang berbuat masalah di sekolah. “Ndablek dulu itu. Sampai bapak ibunya tidak mau ke sekolah. Ndableknya ya seperti mukuli temannya, menyembunyikan sepatu gurunya. Tapi, begitu dapat juara Tapak Suci se-Jember, baru orang tuanya mau ke sekolah karena berhasil membawa nama harum sekolah,” paparnya.

Berkaca dari perjalanan Haikal ini, seharusnya olahraga, termasuk silat, bisa mengubah perilaku anak, membangun mental, hingga rasa menjunjung tinggi nilai kejujuran. Sebab, dalam olahraga salah satunya adalah ada unsur sportivitas.

 

 

Jurnalis : Dwi Siswanto
Fotografer : Dwi Siswanto
Redaktur : Mahrus Sholih

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Senyum percaya diri mengembang dari bibir M Haikal Aziz. Dia memeragakan gerakan seni bela diri pencak silat di pendapa bupati, medio April lalu. Kedatangan dirinya di rumah dinas bupati tersebut tidak lain karena menjadi salah satu atlet Jember yang berlaga di PON Papua. Bahkan, dia satu-satunya pesilat dari Jember yang berlaga dalam ajang olahraga nasional empat tahunan tersebut.

Di tengah maraknya aksi kekerasan yang dilakukan oleh anggota perguruan silat di Jember, nyatanya Haikal memberi harapan baik bahwa pesilat Jember mampu berkompetisi dan berprestasi. Dia bisa berlaga di PON Papua tahun ini, setelah berhasil mendapat medali emas dalam Prakualifikasi PON Kejuaraan Nasional (Kejurnas) Silat Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI). Pada Kejurnas yang digelar di Jakarta pada 12-17 November 2019 lalu ini, Haikal mampu menunjukkan performa terbaiknya.

Bermain di kategori tarung bebas kelas E dengan berat badan 65-70, Haikal sukses memenangi tiga pertandingan sekaligus. Dalam partai puncak, pesilat dari perguruan Tapak Suci tersebut berhasil mengalahkan lawannya, atlet asal Sumatera Selatan. Haikal yang mampu menembus skuad Jatim untuk PON Papua tersebut melanjutkan kisah manis pesilat Jember yang sempat absen selama 17 tahun. Kali terakhir, pesilat Jember yang berlaga di PON adalah Imam dan Devi pada PON 2004 silam.

Pria asal Kranjingan, Sumbersari, ini mengikuti pencak silat sejak kelas 2 SD. Sejak kecil dia tetap fokus ke pencak silat. Namun, dia juga mengaku bermain olahraga lain seperti voli, renang, sepak bola, hingga futsal. Hal itu dilakukan untuk menghilangkan rasa bosan terhadap silat. “Tapi semuanya kembali ke silat,” jelasnya.

Dia mengakui, menjadi atlet, tantangan terbesar adalah masuk usia remaja. Sebab, di masa itu, banyak atlet di dunia olahraga yang waktu kecil berprestasi, tapi hilang begitu saja saat remaja. Menurutnya, terlalu cepat puas dalam capaiannya. Padahal, menurut Haikal, namanya pencapaian adalah di mana bisa sukses dengan soft skill yang dimiliki. Bahkan, menurutnya, untuk menjadi atlet yang hebat itu harus pernah merasakan kekalahan. Sebab, kekalahan itu menjadi bekal pelajaran dalam membina mental bertanding.

Haikal termasuk pesilat yang ditargetkan meraih medali emas di PON dan turun di kelas fighter 55-70 kilogram. Dia berpesan, menjadi atlet jangan patah semangat dan terus berani mencoba. “Apa pun hasilnya, terpenting adalah terus berlatih,” jelasnya.

Haikal juga mengaku, untuk silat Jember, alangkah baiknya para pesilat menunjukan prestasi lewat cabang olahraga silat daripada ikut-ikutan aksi kekerasan. Dengan begitu, bisa membawa nama Jember terangkat di kancah Jatim hingga nasional.

Sekretaris IPSI Jember M Hasyim Arif mengaku mengenal Haikal sejak pertama bergelut di pencak silat. Sebagai mantan pelatihnya saat duduk di bangku SD, Arif mengatakan, Haikal bukan pesilat hebat saat pertama bertanding. “Jadi, pertama kali turun pertandingan silat, lawan pertamanya itu dari Cakru, Kencong. Haikal dihajar molak-malik oleh lawannya,” ungkapnya.

Bahkan, pada waktu itu pendekar silat lain menyarankan agar melempar handuk putih tanda untuk menyerah. Itu lantaran Haikal dihajar habis-habisan. “Saya tidak mau, karena mentalnya bisa drop nanti. Tapi, caranya waktu pertandingan dipercepat,” ungkapnya.

Dari kekalahan pertama tersebut, ungkap Arif, semangat Haikal membara. Cara agar bisa menang dalam pertandingan adalah rajin latihan. Karenanya, pada saat itu Haikal semangat latihan dan tahun depan bisa menang di pertandingan. “Bahkan pada waktu itu tidak mau memilih sparring latihan dengan temannya. Maunya sama saya,” kenangnya.

Dia mengakui, saat usia SD, atlet silat yang membanggakan untuk Jember tersebut termasuk anak yang berbuat masalah di sekolah. “Ndablek dulu itu. Sampai bapak ibunya tidak mau ke sekolah. Ndableknya ya seperti mukuli temannya, menyembunyikan sepatu gurunya. Tapi, begitu dapat juara Tapak Suci se-Jember, baru orang tuanya mau ke sekolah karena berhasil membawa nama harum sekolah,” paparnya.

Berkaca dari perjalanan Haikal ini, seharusnya olahraga, termasuk silat, bisa mengubah perilaku anak, membangun mental, hingga rasa menjunjung tinggi nilai kejujuran. Sebab, dalam olahraga salah satunya adalah ada unsur sportivitas.

 

 

Jurnalis : Dwi Siswanto
Fotografer : Dwi Siswanto
Redaktur : Mahrus Sholih

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Senyum percaya diri mengembang dari bibir M Haikal Aziz. Dia memeragakan gerakan seni bela diri pencak silat di pendapa bupati, medio April lalu. Kedatangan dirinya di rumah dinas bupati tersebut tidak lain karena menjadi salah satu atlet Jember yang berlaga di PON Papua. Bahkan, dia satu-satunya pesilat dari Jember yang berlaga dalam ajang olahraga nasional empat tahunan tersebut.

Di tengah maraknya aksi kekerasan yang dilakukan oleh anggota perguruan silat di Jember, nyatanya Haikal memberi harapan baik bahwa pesilat Jember mampu berkompetisi dan berprestasi. Dia bisa berlaga di PON Papua tahun ini, setelah berhasil mendapat medali emas dalam Prakualifikasi PON Kejuaraan Nasional (Kejurnas) Silat Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI). Pada Kejurnas yang digelar di Jakarta pada 12-17 November 2019 lalu ini, Haikal mampu menunjukkan performa terbaiknya.

Bermain di kategori tarung bebas kelas E dengan berat badan 65-70, Haikal sukses memenangi tiga pertandingan sekaligus. Dalam partai puncak, pesilat dari perguruan Tapak Suci tersebut berhasil mengalahkan lawannya, atlet asal Sumatera Selatan. Haikal yang mampu menembus skuad Jatim untuk PON Papua tersebut melanjutkan kisah manis pesilat Jember yang sempat absen selama 17 tahun. Kali terakhir, pesilat Jember yang berlaga di PON adalah Imam dan Devi pada PON 2004 silam.

Pria asal Kranjingan, Sumbersari, ini mengikuti pencak silat sejak kelas 2 SD. Sejak kecil dia tetap fokus ke pencak silat. Namun, dia juga mengaku bermain olahraga lain seperti voli, renang, sepak bola, hingga futsal. Hal itu dilakukan untuk menghilangkan rasa bosan terhadap silat. “Tapi semuanya kembali ke silat,” jelasnya.

Dia mengakui, menjadi atlet, tantangan terbesar adalah masuk usia remaja. Sebab, di masa itu, banyak atlet di dunia olahraga yang waktu kecil berprestasi, tapi hilang begitu saja saat remaja. Menurutnya, terlalu cepat puas dalam capaiannya. Padahal, menurut Haikal, namanya pencapaian adalah di mana bisa sukses dengan soft skill yang dimiliki. Bahkan, menurutnya, untuk menjadi atlet yang hebat itu harus pernah merasakan kekalahan. Sebab, kekalahan itu menjadi bekal pelajaran dalam membina mental bertanding.

Haikal termasuk pesilat yang ditargetkan meraih medali emas di PON dan turun di kelas fighter 55-70 kilogram. Dia berpesan, menjadi atlet jangan patah semangat dan terus berani mencoba. “Apa pun hasilnya, terpenting adalah terus berlatih,” jelasnya.

Haikal juga mengaku, untuk silat Jember, alangkah baiknya para pesilat menunjukan prestasi lewat cabang olahraga silat daripada ikut-ikutan aksi kekerasan. Dengan begitu, bisa membawa nama Jember terangkat di kancah Jatim hingga nasional.

Sekretaris IPSI Jember M Hasyim Arif mengaku mengenal Haikal sejak pertama bergelut di pencak silat. Sebagai mantan pelatihnya saat duduk di bangku SD, Arif mengatakan, Haikal bukan pesilat hebat saat pertama bertanding. “Jadi, pertama kali turun pertandingan silat, lawan pertamanya itu dari Cakru, Kencong. Haikal dihajar molak-malik oleh lawannya,” ungkapnya.

Bahkan, pada waktu itu pendekar silat lain menyarankan agar melempar handuk putih tanda untuk menyerah. Itu lantaran Haikal dihajar habis-habisan. “Saya tidak mau, karena mentalnya bisa drop nanti. Tapi, caranya waktu pertandingan dipercepat,” ungkapnya.

Dari kekalahan pertama tersebut, ungkap Arif, semangat Haikal membara. Cara agar bisa menang dalam pertandingan adalah rajin latihan. Karenanya, pada saat itu Haikal semangat latihan dan tahun depan bisa menang di pertandingan. “Bahkan pada waktu itu tidak mau memilih sparring latihan dengan temannya. Maunya sama saya,” kenangnya.

Dia mengakui, saat usia SD, atlet silat yang membanggakan untuk Jember tersebut termasuk anak yang berbuat masalah di sekolah. “Ndablek dulu itu. Sampai bapak ibunya tidak mau ke sekolah. Ndableknya ya seperti mukuli temannya, menyembunyikan sepatu gurunya. Tapi, begitu dapat juara Tapak Suci se-Jember, baru orang tuanya mau ke sekolah karena berhasil membawa nama harum sekolah,” paparnya.

Berkaca dari perjalanan Haikal ini, seharusnya olahraga, termasuk silat, bisa mengubah perilaku anak, membangun mental, hingga rasa menjunjung tinggi nilai kejujuran. Sebab, dalam olahraga salah satunya adalah ada unsur sportivitas.

 

 

Jurnalis : Dwi Siswanto
Fotografer : Dwi Siswanto
Redaktur : Mahrus Sholih

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca