JEMBER, RADARJEMBER.ID – Sudah sepekan kasus dugaan pencabulan yang menyeret dosen Universitas Jember (Unej) berinisial RH berjalan. Serangkaian proses juga telah dilalui. RH dipanggil dua kali oleh pihak kepolisian. Pemanggilan pertama berlangsung pada 8 April dan diinterogasi berkisar lima jam. Kedua pada 12 April melalui gelar perkara. Selama ini, RH selalu bungkam tentang kasus yang menjeratnya itu. Kemarin (15/4), melalui keterangan tertulis, RH buka suara.
Jawa Pos Radar Jember berusaha memberi ruang kepada RH untuk mengonfirmasi pemberitaan sebelumnya. Rabu (13/4), RH sempat bersedia melakukan wawancara didampingi oleh pengacaranya. Namun, urung dilakukan. RH memilih untuk memberikan jawaban dalam bentuk tulisan melalui siaran pers. “Tapi kalo pertanyaan tertulis saya mungkin bisa menimbang,” ungkap RH melalui pesan WhatshApp, kemarin (15/4).
Melalui siaran pers tersebut, pihak RH menegaskan, sejak awal berita diturunkan, cara pertama yang ditempuh pihaknya dalam menyelesaikan kasus itu adalah lewat jalur kekeluargaan. RH menganggap, tudingan pencabulan yang menyeretnya merupakan masalah yang didominasi oleh konflik keluarga.
Dalam keterangan tertulis itu, RH menyebut, setelah orang tua Nada (bukan nama sebenarnya) bercerai, Nada tidak tinggal dengan ibunya. Nada sempat tinggal di beberapa keluarga terdekat untuk diasuh. Dan yang paling lama mengasuh adalah RH dan istrinya. Klaim RH, pihaknya sudah mengasuh sejak usia 7 tahun.
Versi RH, sebelum orang tuanya bercerai, Nada telah dititipkan oleh orang tuanya agar diasuh oleh RH dan istrinya. Kala itu, mereka berdomisili di Jakarta dan bermasalah secara ekonomi. Karenanya, ayah Nada meminta kepada RH dan istrinya agar mengasuh buah hati mereka. Kala itu, Nada masih 7 tahun atau kelas 2 SD. Dua tahun setelahnya, karena RH harus tugas sekolah ke luar negeri bersama istri, maka Nada dikembalikan kepada orang tuanya.
Ketika RH dan istrinya sedang berada di luar negeri terdengar kabar bahwa orang tua Nada bercerai. Keterangan yang didapat RH, perceraian terjadi lantaran ada orang ketiga hinga membuat hubungan orang tua Nada tidak harmonis. Akhirnya, Nada dan adiknya ikut sang ayah. Kemudian, ketika Nada beranjak ke jenjang SMA pada 2019, ayah Nada kembali menitipkan putrinya ke RH dan istrinya.
Melalui siaran pers yang sama, RH mengungkapkan, belakangan diketahui sejak awal masuk SMA, Nada tidak pernah betah tinggal di Jember. Namun, dia menuding, orang tua Nada tidak memedulikan. Rupanya, sejak awal memang tidak ada kesepakatan antara kedua orang tua Nada mengenai hak asuh yang berujung pada pertikaian internal di keluarga. Sang ibu meminta Nada dikembalikan kepadanya. Namun, sang ayah tidak menyetujui.
Sebelumnya, sang ibu, yang juga merupakan pelapor, sempat menyampaikan bahwa ketika Nada menginjak SMA, putrinya itu hendak tinggal bersama dirinya. Namun, sang ayah tidak setuju, sehingga Nada dititipkan pada keluarga RH. “Anak saya tinggal dengan pelaku itu tanpa persetujuan saya. Hanya papanya,” kata ibu Nada, Rabu (7/4) lalu.
Perceraian Berdampak pada Anak
Terlepas dari kasus yang menyeret RH dan klaim konflik di internal keluarga mereka, perceraian memang berdampak pada anak. Pakar psikologi IAIN Jember, Muhib Alwi menjelaskan, perceraian menjadi masalah yang berdampak pada anak karena anak memiliki harapan untuk mendapat perhatian dari orang tuanya.
Menurutnya, ketika anak sudah memosisikan dirinya pada perilaku lekat, yakni meniru, kemudian menyandarkan diri pada orang tuanya, dan ternyata orang tuanya berpisah, maka muncul kekecewaan. Biasanya dilampiaskan dalam berbagai bentuk sikap.
Dalam psikologi, Muhib memaparkan, jika anak masih dalam kondisi kecewa, biasanya anak tersebut masuk dalam perilaku delekuen, yakni kenakalan karena protes. Kenakalan itu sebagai bentuk pemberontakan. “Biasanya anak akan lari pada kehidupan yang bebas. Selain itu, perilaku patologi yang muncul adalah mudah marah. Mudah tersinggung. Kemarahan itu merupakan bentuk luapan kekesalan mereka. Apalagi jika konteksnya anak dititip-titipkan seperti itu (merujuk kasus RH, Red),” paparnya.
Hingga saat ini, pihak RH berupaya agar kasus itu dapat dimediasi. Termasuk dua kali mendatangi rumah ayah Nada dan keluarga besar di Lumajang. Namun, sang ibu menolak upaya mediasi yang ditempuh RH bersama istrinya. Kendati demikian, menurut pakar hukum, apa pun hasil mediasi itu tak berpengaruh terhadap proses hukum yang sedang berjalan. Bila ada dua alat bukti yang cukup dan menguatkan dugaan pelecehan seksual itu, maka status terduga yang awalnya adalah saksi, bisa naik menjadi tersangka.
RH Di-nonjob-kan
Karena statusnya sebagai dosen sekaligus kepala jurusan di fakultas, maka Rektor Universitas Jember (Unej) membebastugaskan RH untuk sementara waktu. Keputusan ini menyusul adanya rekomendasi dari tim investigasi atau tim pemeriksa yang telah dibentuk sebelumnya. Tim ini mulai bekerja mengumpulkan bukti-bukti tentang dugaan pelanggaran disiplin PNS tersebut. “Unej telah membentuk tim pemeriksa. Kini tinggal menunggu perkembangannya,” ujar Rokhmad Hidayanto, Wakil Koordinator Bidang Humas Unej.
Menurutnya, rekomendasi itu disampaikan berdasarkan bukti-bukti yang telah diperoleh oleh tim. Terlebih, ancaman hukuman disiplinnya kategori tingkat berat. Karena itu, sesuai Pasal 27 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010, maka tim investigasi memberikan rekomendasi tersebut.
Rekomendasi tim pemeriksa ini langsung direspons oleh rektor dengan mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 6954/UN25/KP/2021 tentang pembebasan sementara dari tugas jabatan yang disandang RH sebelumnya. Selain dalam rangka mendukung kelancaran pemeriksaan oleh tim investigasi, juga dilatarbelakangi perkembangan status hukum RH yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Jember.
Pembebastugasan sementara ini berlaku sampai dengan ditetapkannya hukuman disiplin PNS. Jika terbukti sebagai pelanggaran berat, maka hukumannya bisa sampai pemberhentian sebagai PNS.
Jurnalis : Dian Cahyani
Fotografer : Istimewa
Redaktur : Mahrus Sholih