JEMBER.RADARJEMBER.ID- Mencuatnya nama sekte Tunggal Jati Nusantara di belakang ritual maut yang menewaskan 11 orang, menjadi perhatian khusus serta pelajaran penting bagi semua pihak. Termasuk para pejabat utama di Jember dan Jawa Timur. Pasalnya, keberadaan kelompok tersebut tidak terendus alias tidak diketahui oleh pemerintah.
Kasus ritual yang nekat bersemedi dan mandi di laut saat tengah malam kontan membuat sejumlah pihak menyadari betapa pentingnya mengatur kemunculan kelompok-kelompok yang tidak jelas seperti Tunggal Jati Nusantara ini.
Oleh karena itu, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Bupati Hendy Siswanto, serta sejumlah pihak seperti Kapolres, Ketua MUI, pengurus PCNU, dan Muhammadiyah mendiskusikan mengenai regulasi padepokan, di Pendapa Wahyawibawagraha, kemarin (14/2).
Pada kesempatan itu, Bupati Hendy menyebutkan, pihaknya tidak mau gegabah dalam membuat keputusan. Perlu ada kajian ulang dan diskusi yang detail. Intinya, berdasarkan hasil diskusi dan atas arahan Gubernur Khofifah, pihaknya akan segera mengeluarkan surat edaran (SE) terkait tempat-tempat berbahaya, khususnya di pantai laut selatan.”Bulan lalu kami juga diingatkan Bu Gubernur bahwa pantai selatan ini berpotensi akan terjadi bahaya tsunami,” katanya.
Tak hanya SE, Hendy juga berencana membentuk tim relawan untuk penyelamat wisatawan di pantai selatan.”Kami rekrut dari warga sekitar yang tahu pola peraturan laut yang setiap tahun berubah-ubah,” imbuhnya.Nantinya, para relawan tersebut akan di-briefing tentang aturan jelas atau SOP terkait peringatan jika ada orang luar Jember yang berkunjung ke pantai selatan. Intinya, para relawan itu bertugas meyakinkan pengunjung bahwa ada tim penyelamat yang juga mengawasi.
Sementara itu, seusai melakukan diskusi, Gubernur Khofifah bersama Bupati, Wakil Bupati, Ketua DPRD Jember, Kapolres, Ketua MUI, dan sejumlah pejabat lain mengunjungi langsung lokasi kejadian ritual. Di sana, gubernur berinteraksi dengan warga sekitar, khususnya juru kunci Pantai Payangan, menanyakan kronologi sebelum maupun seusai kejadian.
Dikatakan bahwa seharusnya setiap padepokan memiliki struktur yang jelas atau ada payung hukum yang melindungi. Baik di tingkat kota maupun nasional.”Yang tidak punya cabang seperti ini harus tetap terkonfirmasi legalitasnya. Ini sedang dibahas, ada kapolres, kasdim, bupati,” ujarnya.
Kejadian seperti ini harus diambil sebagai masukan dan referensi, agar pihak pemerintah bisa menyiapkan regulasi secara regional Jatim. Bahkan, tak hanya tingkat provinsi, namun juga bisa menjadi referensi terbaik di tingkat nasional, bahwa ada institusi kelembagaan secara institusional yang belum ada di dalam satu regulasi kabupaten/kota/provinsi. “Ini menjadi masukan kepada kita semua bahwa ternyata banyak padepokan seperti ini. Bukan ditertibkan, jadi payung hukumnya ditertibkan,” pungkasnya.(*)
Reporter: Delfi Nihayah
Fotografer: Jumai
Editor: Nur Hariri