23.3 C
Jember
Wednesday, 29 March 2023

Semakin Sepi, Tambah Khusyuk

Perayaan Imlek di Tengah Pandemi

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID –  Tahun baru Imlek adalah momen yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat Tionghoa. Biasanya, semua keluarga berkumpul dan berbahagia sembari melaksanakan sembahyang bersama di tempat ibadah. Namun, pada perayaan Imlek kali ini, kondisinya berbeda dan tampak sepi. Hampir tak ada kerumunan keluarga. Seperti yang terlihat di Kelenteng Pay Lien San di Dusun Karang Asem, Desa Glagahwero, Kecamatan Panti.

Pantauan Jawa Pos Radar Jember, satu per satu umat yang memakai baju berwarna merah memasuki kelenteng. Sebagian ada yang membeli dupa di kelenteng terlebih dulu. Sebagian lagi membawanya dari rumah. Lalu, mereka melakukan sembahyang di dalam Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) tersebut.

Biasanya, seusai melakukan sembahyang, para jemaat melakukan tradisi makan-makan di ruang belakang kelenteng. Mereka menikmati sajian serta kudapan khas Imlek. Namun, kali ini tak seperti itu. Hidangan yang disajikan tak begitu banyak. Sebab, pengurus kelenteng sudah memprediksi jumlah jemaat yang datang tak sebanyak tahun-tahun sebelumnya.

Mobile_AP_Rectangle 2

Jemaat yang datang memang tak seramai tahun lalu. Mereka yang datang juga tak bergerombol satu keluarga. Yang datang hanya satu hingga tiga orang. Pada pukul 08.00, misalnya, total hanya 12 jemaat yang bersembahyamg. Padahal sebelumnya, di jam-jam tersebut jemaat yang hadir bisa mencapai ratusan.

Wakil Ketua Kelenteng Pay Lien San, Jap Swie Liong alias Hery Nofem Stadiono, mengatakan, perayaan Imlek tahun ini cukup sepi. Jemaatnya menyusut hingga tiga per empat. Di tahun normal, jumlah jemaat yang datang ke Kelenteng bisa mencapai 400 orang. “Sekarang mungkin hanya sekitar 100 orang,” ungkapnya, kemarin (12/2).

Jap Swie Liong menuturkan, penurunan jemaat memang terjadi sejak awal pandemi. Dan hingga sekarang, penurunan semakin banyak. Masyarakat Tionghoa juga melakukan pembatasan sosial, termasuk untuk datang ke tempat ibadah. “Para jemaat menyadari dengan imbauan agar tetap di rumah,” imbuhnya.

Dia menambahkan, pelaksanaan peribadatan dibuka hingga dua pekan ke depan. Namun, setiap umat yang datang hanya diperbolehkan untuk melakukan peribadatan secara pribadi dan tidak diizinkan berjemaat.

“Hakikatnya, ibadah ini dapat dilakukan di rumah. Namun, jika dikerjakan di kelenteng akan lebih khusyuk,” ungkap Melina, salah seorang jemaat asal Bondowoso yang melakukan sembahyang di Kelenteng Pay Lien San. Selama pandemi, dirinya mengaku lebih banyak sembahyang di rumah bersama keluarganya.

Biasanya, Melina mengaku, setiap Imlek dia bersama keluarga datang beramai-ramai ke Kelenteng Pay Lien San untuk sembahyang. Rumah ibadah ini dipilih karena diyakini sebagai kelenteng tertua, sehingga menjadikan ibadah lebih khusyuk. Namun, saat ini dia tidak bersama orang tua dan hanya bersama kakaknya saja. “Mama papa sembahyang di rumah karena pandemi. Kami wanti-wanti karena keduanya sudah tua,” ucapnya.

 

Simbol Kekuatan

Perayaan tahun baru Imlek 2752 yang jatuh pada 12 Februari 2021 menjadi awal mula berjalannya tahun kerbau logam bagi masyarakat Tionghoa. Setiap tahun, dalam kalender Tionghoa, selalu ada simbol binatang yang berjalan menjadi siklus setiap 12 tahun. Tahun kerbau logam memiliki segudang makna yang menjadi harapan untuk satu tahun ke depan. Jika pada Imlek sebelumnya memiliki simbol tikus yang bermakna kecerdikan, maka pada tahun kerbau ini dimaknai dengan kekuatan.

Jap Swie Liong menjelaskan, peralihan dari tikus menjadi kerbau logam tentu melewati proses yang panjang. Sebab, hampir selama satu tahun ini, Indonesia juga tak luput dari wabah korona. Meski seluruh masyarakat di negeri ini terdampak oleh virus tersebut, tapi mereka masih mampu melakukan berbagai aktivitas di luar rumah.

“Selama tahun itu, kita masyarakat Indonesia masih mampu melaksanakan aktivitas. Itu karena kecerdikan shio tikus ini. Sekarang digantikan kerbau yang bukan cerdik lagi, tapi maknanya kuat. Sudah kuat ditambah unsur logam jadi semakin kuat,” paparnya. Tak hanya itu, kerbau juga dipercaya sebagai binatang yang bersifat pantang menyerah dan tidak malas. Sehingga tahun ini diyakini sebagai tahun kuat dan penuh gairah untuk terus berkarya.

Masyarakat Tionghoa juga meyakini, tahun kerbau logam ini akan benar-benar memberi kemudahan dalam hidup mereka. Seperti yang diungkapkan Nayla, salah satu jemaat asal Bondowoso. Dia berharap, tahun kerbau dapat memberinya kekuatan dalam menghadapi berbagai permasalahan ke depannya. “Mudah-mudahan pandemi ini segera sirna. Jika kita hadapi dengan kekuatan, semuanya bisa berjalan dengan baik. Dan semoga prediksi tentang tahun kerbau itu bisa tepat,” pungkasnya.

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID –  Tahun baru Imlek adalah momen yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat Tionghoa. Biasanya, semua keluarga berkumpul dan berbahagia sembari melaksanakan sembahyang bersama di tempat ibadah. Namun, pada perayaan Imlek kali ini, kondisinya berbeda dan tampak sepi. Hampir tak ada kerumunan keluarga. Seperti yang terlihat di Kelenteng Pay Lien San di Dusun Karang Asem, Desa Glagahwero, Kecamatan Panti.

Pantauan Jawa Pos Radar Jember, satu per satu umat yang memakai baju berwarna merah memasuki kelenteng. Sebagian ada yang membeli dupa di kelenteng terlebih dulu. Sebagian lagi membawanya dari rumah. Lalu, mereka melakukan sembahyang di dalam Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) tersebut.

Biasanya, seusai melakukan sembahyang, para jemaat melakukan tradisi makan-makan di ruang belakang kelenteng. Mereka menikmati sajian serta kudapan khas Imlek. Namun, kali ini tak seperti itu. Hidangan yang disajikan tak begitu banyak. Sebab, pengurus kelenteng sudah memprediksi jumlah jemaat yang datang tak sebanyak tahun-tahun sebelumnya.

Jemaat yang datang memang tak seramai tahun lalu. Mereka yang datang juga tak bergerombol satu keluarga. Yang datang hanya satu hingga tiga orang. Pada pukul 08.00, misalnya, total hanya 12 jemaat yang bersembahyamg. Padahal sebelumnya, di jam-jam tersebut jemaat yang hadir bisa mencapai ratusan.

Wakil Ketua Kelenteng Pay Lien San, Jap Swie Liong alias Hery Nofem Stadiono, mengatakan, perayaan Imlek tahun ini cukup sepi. Jemaatnya menyusut hingga tiga per empat. Di tahun normal, jumlah jemaat yang datang ke Kelenteng bisa mencapai 400 orang. “Sekarang mungkin hanya sekitar 100 orang,” ungkapnya, kemarin (12/2).

Jap Swie Liong menuturkan, penurunan jemaat memang terjadi sejak awal pandemi. Dan hingga sekarang, penurunan semakin banyak. Masyarakat Tionghoa juga melakukan pembatasan sosial, termasuk untuk datang ke tempat ibadah. “Para jemaat menyadari dengan imbauan agar tetap di rumah,” imbuhnya.

Dia menambahkan, pelaksanaan peribadatan dibuka hingga dua pekan ke depan. Namun, setiap umat yang datang hanya diperbolehkan untuk melakukan peribadatan secara pribadi dan tidak diizinkan berjemaat.

“Hakikatnya, ibadah ini dapat dilakukan di rumah. Namun, jika dikerjakan di kelenteng akan lebih khusyuk,” ungkap Melina, salah seorang jemaat asal Bondowoso yang melakukan sembahyang di Kelenteng Pay Lien San. Selama pandemi, dirinya mengaku lebih banyak sembahyang di rumah bersama keluarganya.

Biasanya, Melina mengaku, setiap Imlek dia bersama keluarga datang beramai-ramai ke Kelenteng Pay Lien San untuk sembahyang. Rumah ibadah ini dipilih karena diyakini sebagai kelenteng tertua, sehingga menjadikan ibadah lebih khusyuk. Namun, saat ini dia tidak bersama orang tua dan hanya bersama kakaknya saja. “Mama papa sembahyang di rumah karena pandemi. Kami wanti-wanti karena keduanya sudah tua,” ucapnya.

 

Simbol Kekuatan

Perayaan tahun baru Imlek 2752 yang jatuh pada 12 Februari 2021 menjadi awal mula berjalannya tahun kerbau logam bagi masyarakat Tionghoa. Setiap tahun, dalam kalender Tionghoa, selalu ada simbol binatang yang berjalan menjadi siklus setiap 12 tahun. Tahun kerbau logam memiliki segudang makna yang menjadi harapan untuk satu tahun ke depan. Jika pada Imlek sebelumnya memiliki simbol tikus yang bermakna kecerdikan, maka pada tahun kerbau ini dimaknai dengan kekuatan.

Jap Swie Liong menjelaskan, peralihan dari tikus menjadi kerbau logam tentu melewati proses yang panjang. Sebab, hampir selama satu tahun ini, Indonesia juga tak luput dari wabah korona. Meski seluruh masyarakat di negeri ini terdampak oleh virus tersebut, tapi mereka masih mampu melakukan berbagai aktivitas di luar rumah.

“Selama tahun itu, kita masyarakat Indonesia masih mampu melaksanakan aktivitas. Itu karena kecerdikan shio tikus ini. Sekarang digantikan kerbau yang bukan cerdik lagi, tapi maknanya kuat. Sudah kuat ditambah unsur logam jadi semakin kuat,” paparnya. Tak hanya itu, kerbau juga dipercaya sebagai binatang yang bersifat pantang menyerah dan tidak malas. Sehingga tahun ini diyakini sebagai tahun kuat dan penuh gairah untuk terus berkarya.

Masyarakat Tionghoa juga meyakini, tahun kerbau logam ini akan benar-benar memberi kemudahan dalam hidup mereka. Seperti yang diungkapkan Nayla, salah satu jemaat asal Bondowoso. Dia berharap, tahun kerbau dapat memberinya kekuatan dalam menghadapi berbagai permasalahan ke depannya. “Mudah-mudahan pandemi ini segera sirna. Jika kita hadapi dengan kekuatan, semuanya bisa berjalan dengan baik. Dan semoga prediksi tentang tahun kerbau itu bisa tepat,” pungkasnya.

JEMBER, RADARJEMBER.ID –  Tahun baru Imlek adalah momen yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat Tionghoa. Biasanya, semua keluarga berkumpul dan berbahagia sembari melaksanakan sembahyang bersama di tempat ibadah. Namun, pada perayaan Imlek kali ini, kondisinya berbeda dan tampak sepi. Hampir tak ada kerumunan keluarga. Seperti yang terlihat di Kelenteng Pay Lien San di Dusun Karang Asem, Desa Glagahwero, Kecamatan Panti.

Pantauan Jawa Pos Radar Jember, satu per satu umat yang memakai baju berwarna merah memasuki kelenteng. Sebagian ada yang membeli dupa di kelenteng terlebih dulu. Sebagian lagi membawanya dari rumah. Lalu, mereka melakukan sembahyang di dalam Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) tersebut.

Biasanya, seusai melakukan sembahyang, para jemaat melakukan tradisi makan-makan di ruang belakang kelenteng. Mereka menikmati sajian serta kudapan khas Imlek. Namun, kali ini tak seperti itu. Hidangan yang disajikan tak begitu banyak. Sebab, pengurus kelenteng sudah memprediksi jumlah jemaat yang datang tak sebanyak tahun-tahun sebelumnya.

Jemaat yang datang memang tak seramai tahun lalu. Mereka yang datang juga tak bergerombol satu keluarga. Yang datang hanya satu hingga tiga orang. Pada pukul 08.00, misalnya, total hanya 12 jemaat yang bersembahyamg. Padahal sebelumnya, di jam-jam tersebut jemaat yang hadir bisa mencapai ratusan.

Wakil Ketua Kelenteng Pay Lien San, Jap Swie Liong alias Hery Nofem Stadiono, mengatakan, perayaan Imlek tahun ini cukup sepi. Jemaatnya menyusut hingga tiga per empat. Di tahun normal, jumlah jemaat yang datang ke Kelenteng bisa mencapai 400 orang. “Sekarang mungkin hanya sekitar 100 orang,” ungkapnya, kemarin (12/2).

Jap Swie Liong menuturkan, penurunan jemaat memang terjadi sejak awal pandemi. Dan hingga sekarang, penurunan semakin banyak. Masyarakat Tionghoa juga melakukan pembatasan sosial, termasuk untuk datang ke tempat ibadah. “Para jemaat menyadari dengan imbauan agar tetap di rumah,” imbuhnya.

Dia menambahkan, pelaksanaan peribadatan dibuka hingga dua pekan ke depan. Namun, setiap umat yang datang hanya diperbolehkan untuk melakukan peribadatan secara pribadi dan tidak diizinkan berjemaat.

“Hakikatnya, ibadah ini dapat dilakukan di rumah. Namun, jika dikerjakan di kelenteng akan lebih khusyuk,” ungkap Melina, salah seorang jemaat asal Bondowoso yang melakukan sembahyang di Kelenteng Pay Lien San. Selama pandemi, dirinya mengaku lebih banyak sembahyang di rumah bersama keluarganya.

Biasanya, Melina mengaku, setiap Imlek dia bersama keluarga datang beramai-ramai ke Kelenteng Pay Lien San untuk sembahyang. Rumah ibadah ini dipilih karena diyakini sebagai kelenteng tertua, sehingga menjadikan ibadah lebih khusyuk. Namun, saat ini dia tidak bersama orang tua dan hanya bersama kakaknya saja. “Mama papa sembahyang di rumah karena pandemi. Kami wanti-wanti karena keduanya sudah tua,” ucapnya.

 

Simbol Kekuatan

Perayaan tahun baru Imlek 2752 yang jatuh pada 12 Februari 2021 menjadi awal mula berjalannya tahun kerbau logam bagi masyarakat Tionghoa. Setiap tahun, dalam kalender Tionghoa, selalu ada simbol binatang yang berjalan menjadi siklus setiap 12 tahun. Tahun kerbau logam memiliki segudang makna yang menjadi harapan untuk satu tahun ke depan. Jika pada Imlek sebelumnya memiliki simbol tikus yang bermakna kecerdikan, maka pada tahun kerbau ini dimaknai dengan kekuatan.

Jap Swie Liong menjelaskan, peralihan dari tikus menjadi kerbau logam tentu melewati proses yang panjang. Sebab, hampir selama satu tahun ini, Indonesia juga tak luput dari wabah korona. Meski seluruh masyarakat di negeri ini terdampak oleh virus tersebut, tapi mereka masih mampu melakukan berbagai aktivitas di luar rumah.

“Selama tahun itu, kita masyarakat Indonesia masih mampu melaksanakan aktivitas. Itu karena kecerdikan shio tikus ini. Sekarang digantikan kerbau yang bukan cerdik lagi, tapi maknanya kuat. Sudah kuat ditambah unsur logam jadi semakin kuat,” paparnya. Tak hanya itu, kerbau juga dipercaya sebagai binatang yang bersifat pantang menyerah dan tidak malas. Sehingga tahun ini diyakini sebagai tahun kuat dan penuh gairah untuk terus berkarya.

Masyarakat Tionghoa juga meyakini, tahun kerbau logam ini akan benar-benar memberi kemudahan dalam hidup mereka. Seperti yang diungkapkan Nayla, salah satu jemaat asal Bondowoso. Dia berharap, tahun kerbau dapat memberinya kekuatan dalam menghadapi berbagai permasalahan ke depannya. “Mudah-mudahan pandemi ini segera sirna. Jika kita hadapi dengan kekuatan, semuanya bisa berjalan dengan baik. Dan semoga prediksi tentang tahun kerbau itu bisa tepat,” pungkasnya.

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca