23.5 C
Jember
Saturday, 25 March 2023

Kedaruratan Gedung Perkantoran Masih Rendah

UPS di Lantai III Bank Mandiri Terbakar

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Peristiwa terbakarnya perangkat uninterruptible power supply (UPS) di Kantor Cabang Bank Mandiri Alun-Alun Jember, Senin (3/5) malam, menggugah kesadaran publik tentang pentingnya manajemen rencana keselamatan gedung pada situasi darurat. Sebab sebelumnya, peristiwa serupa juga terjadi, akhir Januari lalu. Api sempat membakar ruang operasi Covid-19 di RSD Soebandi. Berangkat dari dua kejadian ini, Pemadam Kebakaran (Damkar) Jember menyebut, akses keselamatan kebakaran di gedung dan perkantoran masih rendah.

Dwi Atmoko, Komandan Regu B Damkar Kota Jember, yang terjun dalam memadamkan api di Kantor Cabang Bank Mandiri, mengatakan, kebakaran itu terjadi Senin malam sekitar pukul 20.00. “Yang kebakaran itu di lantai III ruang server, yaitu berupa UPS komputer yang terbakar,” jelasnya.

Walau tidak ada korban jiwa, tapi menurut Dwi Atmoko, saat masuk ruangan dipenuhi asap. “Mau jalan saja tertutup asap tebal,” terangnya. Beruntung, antara Bank Mandiri dengan posko damkar lokasinya tidak begitu jauh. Sehingga, bisa teratasi dengan cepat. Bila tidak ditangani dengan cepat, bisa berpotensi terjadi kebakaran hebat. “Kalau tidak secepatnya, itu bisa merembet. Karena sebelahnya bukan tembok, tapi pakai pembatas papan,” terangnya.

Mobile_AP_Rectangle 2

Dia menjelaskan, walau jumlah gedung dan perkantoran di Jember jarang terjadi kasus kebakaran, namun tidak dimungkiri punya potensi besar. Apalagi, menurutnya, sistem proteksi gedung dan perkantoran di Jember terkait kebakaran itu masih rendah.

Menurutnya, setidaknya kantor tidak hanya ada alat pemadam api ringan (APAR) saja. Lebih dari itu, juga perlu ada hydrant, peranti pendeteksi asap, alarm, hingga sprinkler, yaitu sebuah alat pemadam kebakaran otomatis. Tak cukup sekadar peralatan, tapi setidaknya juga ada pelatihan bagi satpam ataupun karyawan terkait pemakaian alat pemadam dan keselamatan saat terjadi kebakaran. “Jadi, kalau ada kebakaran langsung ditangani dengan cepat. Karena untuk mengatasi kebakaran paling cepat adalah orang yang paling dekat. Setidaknya mereka, satpam dan karyawan itu, paham cara memakai APAR,” tuturnya.

Bahkan, Dwi Atmoko menuturkan, sedikit sekali ada perkantoran yang konsultasi tentang keselamatan kebakaran ke damkar. “Kalau konsultasi bagaimana sistem pengamanan kebakaran sebuah perkantoran kami siap membantu,” ujarnya.

Dia mengatakan, proteksi keamanan perkantoran dan gedung di Jember terhadap kebakaran masih rendah. Dwi Atmoko juga tidak paham, apakah ada atau tidak manajemen pencegahan dini ketika awal pembangunan gedung. Dia sendiri sering mengimbau bila kantor butuh pelatihan, pihaknya siap membantu. Namun, hanya segelintir yang merespons tentang pelatihan tanggap kebakaran di perkantoran ataupun gedung. Hanya satu mall di daerah Jalan Gajah Mada yang rutin pelatihan. Setidaknya setahun dua kali. “Saat pelatihan, petugas damkar juga pasti mengecek kondisi tentang sistem keamanan kebakaran yang sudah ada di kantor atau gedung tersebut,” pungkasnya.

 

Klaim Keamanan Mencukupi

Sementara itu, pihak Bank Mandiri menyangkal adanya insiden kebakaran tersebut. Jawa Pos Radar Jember mencoba untuk mengonfirmasinya, kemarin (4/5). Rohmat, Subbagian Umum Bank Mandiri melalui satpamnya mengungkapkan, peristiwa yang terjadi itu bukanlah kebakaran. Melainkan hanya korsleting UPS. Sebab, tidak ada api yang menyala, hanya asap pekat karena dampak korsleting tersebut.

Menurutnya, korsleting terjadi pada hubungan arus pendek UPS. Sehingga menimbulkan asap pekat. Kejadian itu berlangsung di ruang server kredit lantai 3. Imbasnya, sesaat setelah kejadian tersebut mesin ATM mati beberapa saat. “Bukan kebakaran. Tapi korsleting pada UPS. Terjadi api kecil. Reda. Lalu, UPS-nya menimbulkan asap,” kata Rohmat.

Dia mengaku, insiden ini tidak berpengaruh pada operasional secara mendasar. Sebab, menurut Rohmat, hakikatnya UPS merupakan bagian daya yang dicadangkan ketika terjadi pemadaman. UPS juga berfungsi sebagai bantuan operasional pelayanan. Alternatifnya, pihaknya melakukan sambungan langsung ke PLN. “Untuk peralihan listrik meluruskan dari ke PLN. Jadi, posisinya di ATM menggunakan arus murni PLN. Bukan UPS lagi,” jelasnya.

Rohmat mengungkapkan, peristiwa ini juga tidak berpengaruh pada proses input kredit serta material mendasar berupa uang. Mengenai sistem, dia menegaskan, selama ini pihaknya sudah melakukan kontrol secara rutin. Seminggu tiga kali. Bagian yang dikontrol berupa aktif tidaknya alarm, APAR, dan hydrant. “Itu kami kontrol selama tiga kali dalam sepekan,” ujarnya.

Menurut pakar konstruksi Universitas Muhammadiyah Jember, Taufan Abadi, manajemen rencana keselamatan harus dilakukan secara berkala. Idealnya, di dalam lembaga terkait ada tim yang mendapat pelatihan tentang kondisi darurat. Dengan begitu, jika ada insiden kebakaran atau korsleting, tidak melulu bergantung pada petugas damkar. “Seharusnya ada tim khusus yang mendapat pelatihan dan pembinaan berdasarkan SOP (standard operating procedure), sehingga bisa sigap,” ungkapnya.

Di samping itu, menurut Taufan, sebuah perkantoran seharusnya memiliki sistem untuk menghindari atau meminimalisasi adanya kebakaran. Karena bisa jadi kebakaran tersebut bermula dari adanya korsleting.

Beberapa hal yang harus dimiliki oleh gedung berkenaan dengan sistem keamanan, kata dia, adalah sensor yang mampu mendeteksi adanya gumpalan asap (smoke detector), sensor yang digunakan untuk mendeteksi adanya peningkatan suhu (heat detector), alarm apidan APAR.

Selain itu, dia menambahkan, juga tersedia hydrant, pintu darurat, jalur evakuasi, area aman, lampu darurat, dan SOP yang dianut atas seluruh sistem. “Ada Standar Nasional Indonesia atau SNI-nya. Itu yang menjamin life safety. Semua gedung perlu melengkapi standar keamanan itu,” pungkas Taufan.

Butuh Persiapan Matang Cegah Kebakaran Server

Kebakaran di gedung perbankan yang menyasar ruang UPS komputer harus menjadi perhatian perusahaan lain. Sebab, ruangan tersebut berisikan server yang jika rusak bisa memusnahkan data-data penting. Lalu, bagaimana upaya mitigasi dan back up teknologi yang perlu dilakukan?

Dosen Fakultas Ilmu Komputer (FIK) Universitas Jember (Unej) Beny Prasetyo MKom menuturkan, harus ada pengaturan ruangan khusus yang digunakan untuk penempatan server. Ruangan tempat server itu harus dalam keadaan dingin. Suhunya sekitar 20 derajat Celsius. Untuk itu, dia menyarankan, harus ada alat pengecek suhu di ruangan tersebut. Ditempatkan di ruangan khusus serta tak bercampur dengan yang lain. Sebab, perkabelan pada server teramat rumit.

“Sehingga, jika ada kabel yang nyelengkrah itu sangat berbahaya. Jadi, membutuhkan instalasi tambahan untuk kabel,” ucap dosen yang tinggal di Muktisari, Kecamatan Sumbersari, tersebut.

Biasanya, kata dia, ada tambahan tempat untuk menempatkan kabel-kabel yang terhubung pada server supaya tidak terinjak, tergesek, atau apa pun yang mengakibatkan gangguan. “Biasanya, di atas keramik ada lantai tambahan yang diberi rongga untuk instalasi kabel,” tuturnya.

Selanjutnya, dia menyatakan, arus listrik juga tidak boleh putus. Prinsipnya, server sudah didesain untuk beroperasi sepanjang hari, bulan, bahkan tahun. Karena itu, tidak boleh ada pemadaman atau jeda. “Nah, biasanya, operator menggunakan UPS atau alat untuk cadangan listrik sementara. Jika terjadi pemadaman, server masih jalan karena ada listrik yang menampung,” paparnya.

Untuk mendukung hal itu, keberadaan genset juga berpengaruh. Jadi, beberapa saat setelah lampu padam, genset harus segera dihidupkan sebelum cadangan listrik sementara habis. Jika suplai listrik terputus, bisa menimbulkan masalah pada server. Itu disebutnya merupakan langkah mencegah terjadinya kerusakan. Lalu, bagaimana jika sudah terjadi kerusakan seperti kebakaran?

“Biasanya, setiap server itu punya dan memang harus punya back up data,” ujarnya. Jadi, hal itu disesuaikan dengan durasi yang diinginkan. Untuk perbankan, biasanya diatur selama 24 jam sekali. Jadi, setiap pukul 00.00 sistem akan melakukan back up secara otomatis. “Jika kebakaran terjadi 10 menit sesudahnya, data-data masih relatif aman,” lanjutnya.

Selain itu, back up data juga bisa dilakukan di aplikasi Cloud. Jadi, jika server rusak, operator bisa mengunduh data kembali melalui aplikasi itu. Di sisi lain, operator juga bisa menggunakan server cadangan. “Atau biasa disebut disaster recovery centre (DRC),” ulasnya.

Server cadangan itu berada di tempat lain. Tujuannya untuk melakukan back up data secara otomatis. Apa pun yang ditulis di server itu otomatis akan di-back up. “Jadi, jika ada kasus kebakaran, data-data tetap aman,” terangnya.

Terpisah, Beni Widiawan MT mengemukakan pendapat yang tak jauh berbeda. Namun yang jelas, pihak kantor perlu mengevaluasi apa yang menjadi penyebab kebakaran itu. Kalau disebabkan oleh terbakarnya baterai UPS, maka harus ada pengecekan secara rutin terkait dengan fungsi baterai itu, “Sebab, tenaga baterai penyimpanan tersebut tergolong besar. Karena itu, jika kabel di sekitarnya bermasalah, bisa berakibat kebakaran,” ujar Kepala Laboratorium Sistem Komputer dan Kontrol Jurusan TI Politeknik Negeri Jember (Polije) tersebut.

Sebaiknya, dia menyarankan, operator perlu menggunakan sensor yang bisa memberi tahu suhu ruangan atau suhu langsung pada baterai tersebut. Jika ada asap atau reaksi tertentu, maka bisa mendeteksi dan segera mungkin mengirim informasi itu kepada operator. “Saya kira, perusahaan sebesar Bank Mandiri sudah menyimpan data-data mereka ke server pusat atau server Cloud,” ungkapnya.

Jadi, dia menambahkan, tidak ada masalah pada keamanan data mereka. Meski begitu, ruangan tetap harus diamankan. Lalu, dipelajari apa penyebab dan hal lain yang berisiko menyebabkan kebakaran sehingga tidak mengakibatkan kebakaran lanjutan.

 

 

Jurnalis : Dwi Siswanto, Isnein Purnomo, Dian Cahyani
Fotografer : Istimewa
Redaktur : Mahrus Sholih

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Peristiwa terbakarnya perangkat uninterruptible power supply (UPS) di Kantor Cabang Bank Mandiri Alun-Alun Jember, Senin (3/5) malam, menggugah kesadaran publik tentang pentingnya manajemen rencana keselamatan gedung pada situasi darurat. Sebab sebelumnya, peristiwa serupa juga terjadi, akhir Januari lalu. Api sempat membakar ruang operasi Covid-19 di RSD Soebandi. Berangkat dari dua kejadian ini, Pemadam Kebakaran (Damkar) Jember menyebut, akses keselamatan kebakaran di gedung dan perkantoran masih rendah.

Dwi Atmoko, Komandan Regu B Damkar Kota Jember, yang terjun dalam memadamkan api di Kantor Cabang Bank Mandiri, mengatakan, kebakaran itu terjadi Senin malam sekitar pukul 20.00. “Yang kebakaran itu di lantai III ruang server, yaitu berupa UPS komputer yang terbakar,” jelasnya.

Walau tidak ada korban jiwa, tapi menurut Dwi Atmoko, saat masuk ruangan dipenuhi asap. “Mau jalan saja tertutup asap tebal,” terangnya. Beruntung, antara Bank Mandiri dengan posko damkar lokasinya tidak begitu jauh. Sehingga, bisa teratasi dengan cepat. Bila tidak ditangani dengan cepat, bisa berpotensi terjadi kebakaran hebat. “Kalau tidak secepatnya, itu bisa merembet. Karena sebelahnya bukan tembok, tapi pakai pembatas papan,” terangnya.

Dia menjelaskan, walau jumlah gedung dan perkantoran di Jember jarang terjadi kasus kebakaran, namun tidak dimungkiri punya potensi besar. Apalagi, menurutnya, sistem proteksi gedung dan perkantoran di Jember terkait kebakaran itu masih rendah.

Menurutnya, setidaknya kantor tidak hanya ada alat pemadam api ringan (APAR) saja. Lebih dari itu, juga perlu ada hydrant, peranti pendeteksi asap, alarm, hingga sprinkler, yaitu sebuah alat pemadam kebakaran otomatis. Tak cukup sekadar peralatan, tapi setidaknya juga ada pelatihan bagi satpam ataupun karyawan terkait pemakaian alat pemadam dan keselamatan saat terjadi kebakaran. “Jadi, kalau ada kebakaran langsung ditangani dengan cepat. Karena untuk mengatasi kebakaran paling cepat adalah orang yang paling dekat. Setidaknya mereka, satpam dan karyawan itu, paham cara memakai APAR,” tuturnya.

Bahkan, Dwi Atmoko menuturkan, sedikit sekali ada perkantoran yang konsultasi tentang keselamatan kebakaran ke damkar. “Kalau konsultasi bagaimana sistem pengamanan kebakaran sebuah perkantoran kami siap membantu,” ujarnya.

Dia mengatakan, proteksi keamanan perkantoran dan gedung di Jember terhadap kebakaran masih rendah. Dwi Atmoko juga tidak paham, apakah ada atau tidak manajemen pencegahan dini ketika awal pembangunan gedung. Dia sendiri sering mengimbau bila kantor butuh pelatihan, pihaknya siap membantu. Namun, hanya segelintir yang merespons tentang pelatihan tanggap kebakaran di perkantoran ataupun gedung. Hanya satu mall di daerah Jalan Gajah Mada yang rutin pelatihan. Setidaknya setahun dua kali. “Saat pelatihan, petugas damkar juga pasti mengecek kondisi tentang sistem keamanan kebakaran yang sudah ada di kantor atau gedung tersebut,” pungkasnya.

 

Klaim Keamanan Mencukupi

Sementara itu, pihak Bank Mandiri menyangkal adanya insiden kebakaran tersebut. Jawa Pos Radar Jember mencoba untuk mengonfirmasinya, kemarin (4/5). Rohmat, Subbagian Umum Bank Mandiri melalui satpamnya mengungkapkan, peristiwa yang terjadi itu bukanlah kebakaran. Melainkan hanya korsleting UPS. Sebab, tidak ada api yang menyala, hanya asap pekat karena dampak korsleting tersebut.

Menurutnya, korsleting terjadi pada hubungan arus pendek UPS. Sehingga menimbulkan asap pekat. Kejadian itu berlangsung di ruang server kredit lantai 3. Imbasnya, sesaat setelah kejadian tersebut mesin ATM mati beberapa saat. “Bukan kebakaran. Tapi korsleting pada UPS. Terjadi api kecil. Reda. Lalu, UPS-nya menimbulkan asap,” kata Rohmat.

Dia mengaku, insiden ini tidak berpengaruh pada operasional secara mendasar. Sebab, menurut Rohmat, hakikatnya UPS merupakan bagian daya yang dicadangkan ketika terjadi pemadaman. UPS juga berfungsi sebagai bantuan operasional pelayanan. Alternatifnya, pihaknya melakukan sambungan langsung ke PLN. “Untuk peralihan listrik meluruskan dari ke PLN. Jadi, posisinya di ATM menggunakan arus murni PLN. Bukan UPS lagi,” jelasnya.

Rohmat mengungkapkan, peristiwa ini juga tidak berpengaruh pada proses input kredit serta material mendasar berupa uang. Mengenai sistem, dia menegaskan, selama ini pihaknya sudah melakukan kontrol secara rutin. Seminggu tiga kali. Bagian yang dikontrol berupa aktif tidaknya alarm, APAR, dan hydrant. “Itu kami kontrol selama tiga kali dalam sepekan,” ujarnya.

Menurut pakar konstruksi Universitas Muhammadiyah Jember, Taufan Abadi, manajemen rencana keselamatan harus dilakukan secara berkala. Idealnya, di dalam lembaga terkait ada tim yang mendapat pelatihan tentang kondisi darurat. Dengan begitu, jika ada insiden kebakaran atau korsleting, tidak melulu bergantung pada petugas damkar. “Seharusnya ada tim khusus yang mendapat pelatihan dan pembinaan berdasarkan SOP (standard operating procedure), sehingga bisa sigap,” ungkapnya.

Di samping itu, menurut Taufan, sebuah perkantoran seharusnya memiliki sistem untuk menghindari atau meminimalisasi adanya kebakaran. Karena bisa jadi kebakaran tersebut bermula dari adanya korsleting.

Beberapa hal yang harus dimiliki oleh gedung berkenaan dengan sistem keamanan, kata dia, adalah sensor yang mampu mendeteksi adanya gumpalan asap (smoke detector), sensor yang digunakan untuk mendeteksi adanya peningkatan suhu (heat detector), alarm apidan APAR.

Selain itu, dia menambahkan, juga tersedia hydrant, pintu darurat, jalur evakuasi, area aman, lampu darurat, dan SOP yang dianut atas seluruh sistem. “Ada Standar Nasional Indonesia atau SNI-nya. Itu yang menjamin life safety. Semua gedung perlu melengkapi standar keamanan itu,” pungkas Taufan.

Butuh Persiapan Matang Cegah Kebakaran Server

Kebakaran di gedung perbankan yang menyasar ruang UPS komputer harus menjadi perhatian perusahaan lain. Sebab, ruangan tersebut berisikan server yang jika rusak bisa memusnahkan data-data penting. Lalu, bagaimana upaya mitigasi dan back up teknologi yang perlu dilakukan?

Dosen Fakultas Ilmu Komputer (FIK) Universitas Jember (Unej) Beny Prasetyo MKom menuturkan, harus ada pengaturan ruangan khusus yang digunakan untuk penempatan server. Ruangan tempat server itu harus dalam keadaan dingin. Suhunya sekitar 20 derajat Celsius. Untuk itu, dia menyarankan, harus ada alat pengecek suhu di ruangan tersebut. Ditempatkan di ruangan khusus serta tak bercampur dengan yang lain. Sebab, perkabelan pada server teramat rumit.

“Sehingga, jika ada kabel yang nyelengkrah itu sangat berbahaya. Jadi, membutuhkan instalasi tambahan untuk kabel,” ucap dosen yang tinggal di Muktisari, Kecamatan Sumbersari, tersebut.

Biasanya, kata dia, ada tambahan tempat untuk menempatkan kabel-kabel yang terhubung pada server supaya tidak terinjak, tergesek, atau apa pun yang mengakibatkan gangguan. “Biasanya, di atas keramik ada lantai tambahan yang diberi rongga untuk instalasi kabel,” tuturnya.

Selanjutnya, dia menyatakan, arus listrik juga tidak boleh putus. Prinsipnya, server sudah didesain untuk beroperasi sepanjang hari, bulan, bahkan tahun. Karena itu, tidak boleh ada pemadaman atau jeda. “Nah, biasanya, operator menggunakan UPS atau alat untuk cadangan listrik sementara. Jika terjadi pemadaman, server masih jalan karena ada listrik yang menampung,” paparnya.

Untuk mendukung hal itu, keberadaan genset juga berpengaruh. Jadi, beberapa saat setelah lampu padam, genset harus segera dihidupkan sebelum cadangan listrik sementara habis. Jika suplai listrik terputus, bisa menimbulkan masalah pada server. Itu disebutnya merupakan langkah mencegah terjadinya kerusakan. Lalu, bagaimana jika sudah terjadi kerusakan seperti kebakaran?

“Biasanya, setiap server itu punya dan memang harus punya back up data,” ujarnya. Jadi, hal itu disesuaikan dengan durasi yang diinginkan. Untuk perbankan, biasanya diatur selama 24 jam sekali. Jadi, setiap pukul 00.00 sistem akan melakukan back up secara otomatis. “Jika kebakaran terjadi 10 menit sesudahnya, data-data masih relatif aman,” lanjutnya.

Selain itu, back up data juga bisa dilakukan di aplikasi Cloud. Jadi, jika server rusak, operator bisa mengunduh data kembali melalui aplikasi itu. Di sisi lain, operator juga bisa menggunakan server cadangan. “Atau biasa disebut disaster recovery centre (DRC),” ulasnya.

Server cadangan itu berada di tempat lain. Tujuannya untuk melakukan back up data secara otomatis. Apa pun yang ditulis di server itu otomatis akan di-back up. “Jadi, jika ada kasus kebakaran, data-data tetap aman,” terangnya.

Terpisah, Beni Widiawan MT mengemukakan pendapat yang tak jauh berbeda. Namun yang jelas, pihak kantor perlu mengevaluasi apa yang menjadi penyebab kebakaran itu. Kalau disebabkan oleh terbakarnya baterai UPS, maka harus ada pengecekan secara rutin terkait dengan fungsi baterai itu, “Sebab, tenaga baterai penyimpanan tersebut tergolong besar. Karena itu, jika kabel di sekitarnya bermasalah, bisa berakibat kebakaran,” ujar Kepala Laboratorium Sistem Komputer dan Kontrol Jurusan TI Politeknik Negeri Jember (Polije) tersebut.

Sebaiknya, dia menyarankan, operator perlu menggunakan sensor yang bisa memberi tahu suhu ruangan atau suhu langsung pada baterai tersebut. Jika ada asap atau reaksi tertentu, maka bisa mendeteksi dan segera mungkin mengirim informasi itu kepada operator. “Saya kira, perusahaan sebesar Bank Mandiri sudah menyimpan data-data mereka ke server pusat atau server Cloud,” ungkapnya.

Jadi, dia menambahkan, tidak ada masalah pada keamanan data mereka. Meski begitu, ruangan tetap harus diamankan. Lalu, dipelajari apa penyebab dan hal lain yang berisiko menyebabkan kebakaran sehingga tidak mengakibatkan kebakaran lanjutan.

 

 

Jurnalis : Dwi Siswanto, Isnein Purnomo, Dian Cahyani
Fotografer : Istimewa
Redaktur : Mahrus Sholih

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Peristiwa terbakarnya perangkat uninterruptible power supply (UPS) di Kantor Cabang Bank Mandiri Alun-Alun Jember, Senin (3/5) malam, menggugah kesadaran publik tentang pentingnya manajemen rencana keselamatan gedung pada situasi darurat. Sebab sebelumnya, peristiwa serupa juga terjadi, akhir Januari lalu. Api sempat membakar ruang operasi Covid-19 di RSD Soebandi. Berangkat dari dua kejadian ini, Pemadam Kebakaran (Damkar) Jember menyebut, akses keselamatan kebakaran di gedung dan perkantoran masih rendah.

Dwi Atmoko, Komandan Regu B Damkar Kota Jember, yang terjun dalam memadamkan api di Kantor Cabang Bank Mandiri, mengatakan, kebakaran itu terjadi Senin malam sekitar pukul 20.00. “Yang kebakaran itu di lantai III ruang server, yaitu berupa UPS komputer yang terbakar,” jelasnya.

Walau tidak ada korban jiwa, tapi menurut Dwi Atmoko, saat masuk ruangan dipenuhi asap. “Mau jalan saja tertutup asap tebal,” terangnya. Beruntung, antara Bank Mandiri dengan posko damkar lokasinya tidak begitu jauh. Sehingga, bisa teratasi dengan cepat. Bila tidak ditangani dengan cepat, bisa berpotensi terjadi kebakaran hebat. “Kalau tidak secepatnya, itu bisa merembet. Karena sebelahnya bukan tembok, tapi pakai pembatas papan,” terangnya.

Dia menjelaskan, walau jumlah gedung dan perkantoran di Jember jarang terjadi kasus kebakaran, namun tidak dimungkiri punya potensi besar. Apalagi, menurutnya, sistem proteksi gedung dan perkantoran di Jember terkait kebakaran itu masih rendah.

Menurutnya, setidaknya kantor tidak hanya ada alat pemadam api ringan (APAR) saja. Lebih dari itu, juga perlu ada hydrant, peranti pendeteksi asap, alarm, hingga sprinkler, yaitu sebuah alat pemadam kebakaran otomatis. Tak cukup sekadar peralatan, tapi setidaknya juga ada pelatihan bagi satpam ataupun karyawan terkait pemakaian alat pemadam dan keselamatan saat terjadi kebakaran. “Jadi, kalau ada kebakaran langsung ditangani dengan cepat. Karena untuk mengatasi kebakaran paling cepat adalah orang yang paling dekat. Setidaknya mereka, satpam dan karyawan itu, paham cara memakai APAR,” tuturnya.

Bahkan, Dwi Atmoko menuturkan, sedikit sekali ada perkantoran yang konsultasi tentang keselamatan kebakaran ke damkar. “Kalau konsultasi bagaimana sistem pengamanan kebakaran sebuah perkantoran kami siap membantu,” ujarnya.

Dia mengatakan, proteksi keamanan perkantoran dan gedung di Jember terhadap kebakaran masih rendah. Dwi Atmoko juga tidak paham, apakah ada atau tidak manajemen pencegahan dini ketika awal pembangunan gedung. Dia sendiri sering mengimbau bila kantor butuh pelatihan, pihaknya siap membantu. Namun, hanya segelintir yang merespons tentang pelatihan tanggap kebakaran di perkantoran ataupun gedung. Hanya satu mall di daerah Jalan Gajah Mada yang rutin pelatihan. Setidaknya setahun dua kali. “Saat pelatihan, petugas damkar juga pasti mengecek kondisi tentang sistem keamanan kebakaran yang sudah ada di kantor atau gedung tersebut,” pungkasnya.

 

Klaim Keamanan Mencukupi

Sementara itu, pihak Bank Mandiri menyangkal adanya insiden kebakaran tersebut. Jawa Pos Radar Jember mencoba untuk mengonfirmasinya, kemarin (4/5). Rohmat, Subbagian Umum Bank Mandiri melalui satpamnya mengungkapkan, peristiwa yang terjadi itu bukanlah kebakaran. Melainkan hanya korsleting UPS. Sebab, tidak ada api yang menyala, hanya asap pekat karena dampak korsleting tersebut.

Menurutnya, korsleting terjadi pada hubungan arus pendek UPS. Sehingga menimbulkan asap pekat. Kejadian itu berlangsung di ruang server kredit lantai 3. Imbasnya, sesaat setelah kejadian tersebut mesin ATM mati beberapa saat. “Bukan kebakaran. Tapi korsleting pada UPS. Terjadi api kecil. Reda. Lalu, UPS-nya menimbulkan asap,” kata Rohmat.

Dia mengaku, insiden ini tidak berpengaruh pada operasional secara mendasar. Sebab, menurut Rohmat, hakikatnya UPS merupakan bagian daya yang dicadangkan ketika terjadi pemadaman. UPS juga berfungsi sebagai bantuan operasional pelayanan. Alternatifnya, pihaknya melakukan sambungan langsung ke PLN. “Untuk peralihan listrik meluruskan dari ke PLN. Jadi, posisinya di ATM menggunakan arus murni PLN. Bukan UPS lagi,” jelasnya.

Rohmat mengungkapkan, peristiwa ini juga tidak berpengaruh pada proses input kredit serta material mendasar berupa uang. Mengenai sistem, dia menegaskan, selama ini pihaknya sudah melakukan kontrol secara rutin. Seminggu tiga kali. Bagian yang dikontrol berupa aktif tidaknya alarm, APAR, dan hydrant. “Itu kami kontrol selama tiga kali dalam sepekan,” ujarnya.

Menurut pakar konstruksi Universitas Muhammadiyah Jember, Taufan Abadi, manajemen rencana keselamatan harus dilakukan secara berkala. Idealnya, di dalam lembaga terkait ada tim yang mendapat pelatihan tentang kondisi darurat. Dengan begitu, jika ada insiden kebakaran atau korsleting, tidak melulu bergantung pada petugas damkar. “Seharusnya ada tim khusus yang mendapat pelatihan dan pembinaan berdasarkan SOP (standard operating procedure), sehingga bisa sigap,” ungkapnya.

Di samping itu, menurut Taufan, sebuah perkantoran seharusnya memiliki sistem untuk menghindari atau meminimalisasi adanya kebakaran. Karena bisa jadi kebakaran tersebut bermula dari adanya korsleting.

Beberapa hal yang harus dimiliki oleh gedung berkenaan dengan sistem keamanan, kata dia, adalah sensor yang mampu mendeteksi adanya gumpalan asap (smoke detector), sensor yang digunakan untuk mendeteksi adanya peningkatan suhu (heat detector), alarm apidan APAR.

Selain itu, dia menambahkan, juga tersedia hydrant, pintu darurat, jalur evakuasi, area aman, lampu darurat, dan SOP yang dianut atas seluruh sistem. “Ada Standar Nasional Indonesia atau SNI-nya. Itu yang menjamin life safety. Semua gedung perlu melengkapi standar keamanan itu,” pungkas Taufan.

Butuh Persiapan Matang Cegah Kebakaran Server

Kebakaran di gedung perbankan yang menyasar ruang UPS komputer harus menjadi perhatian perusahaan lain. Sebab, ruangan tersebut berisikan server yang jika rusak bisa memusnahkan data-data penting. Lalu, bagaimana upaya mitigasi dan back up teknologi yang perlu dilakukan?

Dosen Fakultas Ilmu Komputer (FIK) Universitas Jember (Unej) Beny Prasetyo MKom menuturkan, harus ada pengaturan ruangan khusus yang digunakan untuk penempatan server. Ruangan tempat server itu harus dalam keadaan dingin. Suhunya sekitar 20 derajat Celsius. Untuk itu, dia menyarankan, harus ada alat pengecek suhu di ruangan tersebut. Ditempatkan di ruangan khusus serta tak bercampur dengan yang lain. Sebab, perkabelan pada server teramat rumit.

“Sehingga, jika ada kabel yang nyelengkrah itu sangat berbahaya. Jadi, membutuhkan instalasi tambahan untuk kabel,” ucap dosen yang tinggal di Muktisari, Kecamatan Sumbersari, tersebut.

Biasanya, kata dia, ada tambahan tempat untuk menempatkan kabel-kabel yang terhubung pada server supaya tidak terinjak, tergesek, atau apa pun yang mengakibatkan gangguan. “Biasanya, di atas keramik ada lantai tambahan yang diberi rongga untuk instalasi kabel,” tuturnya.

Selanjutnya, dia menyatakan, arus listrik juga tidak boleh putus. Prinsipnya, server sudah didesain untuk beroperasi sepanjang hari, bulan, bahkan tahun. Karena itu, tidak boleh ada pemadaman atau jeda. “Nah, biasanya, operator menggunakan UPS atau alat untuk cadangan listrik sementara. Jika terjadi pemadaman, server masih jalan karena ada listrik yang menampung,” paparnya.

Untuk mendukung hal itu, keberadaan genset juga berpengaruh. Jadi, beberapa saat setelah lampu padam, genset harus segera dihidupkan sebelum cadangan listrik sementara habis. Jika suplai listrik terputus, bisa menimbulkan masalah pada server. Itu disebutnya merupakan langkah mencegah terjadinya kerusakan. Lalu, bagaimana jika sudah terjadi kerusakan seperti kebakaran?

“Biasanya, setiap server itu punya dan memang harus punya back up data,” ujarnya. Jadi, hal itu disesuaikan dengan durasi yang diinginkan. Untuk perbankan, biasanya diatur selama 24 jam sekali. Jadi, setiap pukul 00.00 sistem akan melakukan back up secara otomatis. “Jika kebakaran terjadi 10 menit sesudahnya, data-data masih relatif aman,” lanjutnya.

Selain itu, back up data juga bisa dilakukan di aplikasi Cloud. Jadi, jika server rusak, operator bisa mengunduh data kembali melalui aplikasi itu. Di sisi lain, operator juga bisa menggunakan server cadangan. “Atau biasa disebut disaster recovery centre (DRC),” ulasnya.

Server cadangan itu berada di tempat lain. Tujuannya untuk melakukan back up data secara otomatis. Apa pun yang ditulis di server itu otomatis akan di-back up. “Jadi, jika ada kasus kebakaran, data-data tetap aman,” terangnya.

Terpisah, Beni Widiawan MT mengemukakan pendapat yang tak jauh berbeda. Namun yang jelas, pihak kantor perlu mengevaluasi apa yang menjadi penyebab kebakaran itu. Kalau disebabkan oleh terbakarnya baterai UPS, maka harus ada pengecekan secara rutin terkait dengan fungsi baterai itu, “Sebab, tenaga baterai penyimpanan tersebut tergolong besar. Karena itu, jika kabel di sekitarnya bermasalah, bisa berakibat kebakaran,” ujar Kepala Laboratorium Sistem Komputer dan Kontrol Jurusan TI Politeknik Negeri Jember (Polije) tersebut.

Sebaiknya, dia menyarankan, operator perlu menggunakan sensor yang bisa memberi tahu suhu ruangan atau suhu langsung pada baterai tersebut. Jika ada asap atau reaksi tertentu, maka bisa mendeteksi dan segera mungkin mengirim informasi itu kepada operator. “Saya kira, perusahaan sebesar Bank Mandiri sudah menyimpan data-data mereka ke server pusat atau server Cloud,” ungkapnya.

Jadi, dia menambahkan, tidak ada masalah pada keamanan data mereka. Meski begitu, ruangan tetap harus diamankan. Lalu, dipelajari apa penyebab dan hal lain yang berisiko menyebabkan kebakaran sehingga tidak mengakibatkan kebakaran lanjutan.

 

 

Jurnalis : Dwi Siswanto, Isnein Purnomo, Dian Cahyani
Fotografer : Istimewa
Redaktur : Mahrus Sholih

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca