Mobile_AP_Rectangle 1
JEMBER, RADARJEMBER.ID – Malah itu, Sutris merasa ketar-ketir dengan keadaan hujan yang tak kunjung berhenti, Rabu (3/2) malam. Warga Kebonsari itu pun memilih keluar rumah daripada berdiam diri saja. Mengenakan jas hujan berwarna biru, dia pun menembus hujan lebat dengan motornya menuju Jalan Sumatera.
Tepat di jembatan, dia berhenti. Motornya dititipkan ke warga dan dia langsung turun ke permukiman di bantaran Sungai Bedadung. Sutris bukanlah warga Jalan Sumatera, juga bukan warga terdampak banjir. Namun, dia adalah kerabat dekat salah satu keluarga yang terdampak banjir.
Kedatangan Sutris rupanya juga diikuti beberapa kerabat lain yang datang ke rumah Maksum, saudaranya yang terdampak banjir. Namun, di antara keluarga itu berkumpul, tidak ada anak kecil di sana. “Semua anak-anak sudah saya titipkan ke rumah saudara yang di atas. Kalau yang di sini tinggal yang tua-tua,” kata Maksum kepada Jawa Pos Radar Jember.
Mobile_AP_Rectangle 2
Usai menyeruput kopi, Sutris bersama Maksum dan keluarga lainnya, memilih jagongan di dapur. Walau dapur itu gulita, tanpa lampu, dan tak berdinding. Sebab, dinding berbahan kayu yang ada sebelumnya telah jebol akibat banjir. Ternyata, tempat yang gelap itu adalah lokasi yang tepat untuk memantau debit air Sungai Bedadung.
Sesekali, Sutris menyorotkan lampu senter ke arah sungai. Air sungai mulai meninggi dan membuat rumpun bambu tepat di bawah rumah terendam air. Masih tetap memakai jas hujan, Sutris mengaku datang ke rumah saudaranya tersebut untuk mengantisipasi bila banjir datang lagi. “Ke sini buat bantu dan jaga-jaga banjir datang,” jelasnya.
- Advertisement -
JEMBER, RADARJEMBER.ID – Malah itu, Sutris merasa ketar-ketir dengan keadaan hujan yang tak kunjung berhenti, Rabu (3/2) malam. Warga Kebonsari itu pun memilih keluar rumah daripada berdiam diri saja. Mengenakan jas hujan berwarna biru, dia pun menembus hujan lebat dengan motornya menuju Jalan Sumatera.
Tepat di jembatan, dia berhenti. Motornya dititipkan ke warga dan dia langsung turun ke permukiman di bantaran Sungai Bedadung. Sutris bukanlah warga Jalan Sumatera, juga bukan warga terdampak banjir. Namun, dia adalah kerabat dekat salah satu keluarga yang terdampak banjir.
Kedatangan Sutris rupanya juga diikuti beberapa kerabat lain yang datang ke rumah Maksum, saudaranya yang terdampak banjir. Namun, di antara keluarga itu berkumpul, tidak ada anak kecil di sana. “Semua anak-anak sudah saya titipkan ke rumah saudara yang di atas. Kalau yang di sini tinggal yang tua-tua,” kata Maksum kepada Jawa Pos Radar Jember.
Usai menyeruput kopi, Sutris bersama Maksum dan keluarga lainnya, memilih jagongan di dapur. Walau dapur itu gulita, tanpa lampu, dan tak berdinding. Sebab, dinding berbahan kayu yang ada sebelumnya telah jebol akibat banjir. Ternyata, tempat yang gelap itu adalah lokasi yang tepat untuk memantau debit air Sungai Bedadung.
Sesekali, Sutris menyorotkan lampu senter ke arah sungai. Air sungai mulai meninggi dan membuat rumpun bambu tepat di bawah rumah terendam air. Masih tetap memakai jas hujan, Sutris mengaku datang ke rumah saudaranya tersebut untuk mengantisipasi bila banjir datang lagi. “Ke sini buat bantu dan jaga-jaga banjir datang,” jelasnya.
JEMBER, RADARJEMBER.ID – Malah itu, Sutris merasa ketar-ketir dengan keadaan hujan yang tak kunjung berhenti, Rabu (3/2) malam. Warga Kebonsari itu pun memilih keluar rumah daripada berdiam diri saja. Mengenakan jas hujan berwarna biru, dia pun menembus hujan lebat dengan motornya menuju Jalan Sumatera.
Tepat di jembatan, dia berhenti. Motornya dititipkan ke warga dan dia langsung turun ke permukiman di bantaran Sungai Bedadung. Sutris bukanlah warga Jalan Sumatera, juga bukan warga terdampak banjir. Namun, dia adalah kerabat dekat salah satu keluarga yang terdampak banjir.
Kedatangan Sutris rupanya juga diikuti beberapa kerabat lain yang datang ke rumah Maksum, saudaranya yang terdampak banjir. Namun, di antara keluarga itu berkumpul, tidak ada anak kecil di sana. “Semua anak-anak sudah saya titipkan ke rumah saudara yang di atas. Kalau yang di sini tinggal yang tua-tua,” kata Maksum kepada Jawa Pos Radar Jember.
Usai menyeruput kopi, Sutris bersama Maksum dan keluarga lainnya, memilih jagongan di dapur. Walau dapur itu gulita, tanpa lampu, dan tak berdinding. Sebab, dinding berbahan kayu yang ada sebelumnya telah jebol akibat banjir. Ternyata, tempat yang gelap itu adalah lokasi yang tepat untuk memantau debit air Sungai Bedadung.
Sesekali, Sutris menyorotkan lampu senter ke arah sungai. Air sungai mulai meninggi dan membuat rumpun bambu tepat di bawah rumah terendam air. Masih tetap memakai jas hujan, Sutris mengaku datang ke rumah saudaranya tersebut untuk mengantisipasi bila banjir datang lagi. “Ke sini buat bantu dan jaga-jaga banjir datang,” jelasnya.