24.9 C
Jember
Sunday, 26 March 2023

Ajarkan Kreativitas hingga Pendampingan agar Bisa Bermasyarakat

Mendidik orang yang memiliki catatan kriminal bukan perkara mudah. Apalagi, pengalaman kelamnya kerap dianggap miring oleh orang lain. Yudha Wibowo justru sebaliknya. Dia menampung anak di bawah badan hukum (ABH).

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Mata Yudha Wibowo tampak fokus memperhatikan mesin bor di bengkelnya, Jalan Sri Tanjung, RT 3, RW 11, Lingkungan Kaliwining, Kelurahan Wirolegi, Kecamatan Sumbersari. “Ruq, Ruq, ambilkan potongan besi yang mau dibor,” tuturnya kepada salah seorang mantan anak di bawah badan hukum (ABH) yang pernah dia didik sebelumnya.

Pada kesempatan yang sama, ada salah seorang ABH lain yang memperhatikan. “Saat ini, ada tiga pekerja di bengkel saya,” ucap warga yang berusia 36 tahun tersebut. Dua di antaranya merupakan anak-anak yang bermasalah. Farouq merupakan mantan ABH yang pernah mendapatkan pelatihan bengkel motor dan bengkel las saat menjalani masa hukuman. Sementara satu lagi, baru masuk karena kasus pengeroyokan.

Menjadi salah satu tempat untuk menampung anak-anak ABH bukanlah perkara mudah. Yudha menceritakan, untuk bisa mendidik dan melakukan pendampingan kepada ABH butuh perjuangan. “Awalnya, banyak orang yang menolak dan tidak mau menampung anak-anak nakal pelaku kejahatan itu,” katanya.

Mobile_AP_Rectangle 2

Yudha pun sempat memutar otak. Dia menyadari bahwa bagaimanapun anak-anak itu sebenarnya juga merupakan korban dari lingkungan asalnya. Karena itu, dia memberikan kesempatan kepada setiap anak untuk belajar dan berbenah.

“Sampai saat ini, sudah ada enam ABH yang pernah belajar di bengkel ini,” paparnya. Mulai dari kasus okerbaya, pengeroyokan, hingga pencurian. “Dari keenam anak itu, satu anak yang paling sulit dilatih,” jelasnya.

Yudha menjelaskan, anak yang sulit diajari bukan karena nakal. Akan tetapi, karena memang tidak berbakat di bidang perbengkelan. “Tidak ada bakat saja, jadi lebih sulit mengajarinya,” tuturnya.

Yudha pun mengungkap, ABH yang kerasan setelah menjalani masa hukuman dan bekerja di bengkelnya adalah Farouq.

Menurut dia, pekerjaan di bengkel itu bisa dilakukan di mana pun dan kepada siapa pun. “Tujuan utamanya memang untuk memberikan pendidikan supaya saat mereka keluar, ada keahlian yang bisa menghasilkan,” tuturnya.

Kendati kerja menjadi bagian penting, Yudha menyebut pendidikan untuk kembali berbaur bersama masyarakatlah yang jauh lebih penting.

Anak-anak di bawah umur tersebut tidak ditahan bersama orang-orang dewasa. “Namun, ditampung dan dididik supaya keluar menjadi pribadi yang lebih baik lagi,” terangnya.

Meski sempat mengalami penolakan dari masyarakat sekitar, dia tetap bersemangat mendidik anak-anak itu. Yudha pun sedikit demi sedikit menjelaskan bahwa ABH adalah orang yang butuh pendampingan.

“Buktinya, tidak ada anak yang melarikan diri atau bertindak yang tidak-tidak,” pungkasnya. Yudha yakin, anak-anak itu bisa banyak belajar. “Dan semoga menjadi contoh teladan saat kembali ke masyarakat,” tandasnya.

 

 

Jurnalis : Isnein Purnomo
Fotografer : Isnein Purnomo
Redaktur : Nur Hariri

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Mata Yudha Wibowo tampak fokus memperhatikan mesin bor di bengkelnya, Jalan Sri Tanjung, RT 3, RW 11, Lingkungan Kaliwining, Kelurahan Wirolegi, Kecamatan Sumbersari. “Ruq, Ruq, ambilkan potongan besi yang mau dibor,” tuturnya kepada salah seorang mantan anak di bawah badan hukum (ABH) yang pernah dia didik sebelumnya.

Pada kesempatan yang sama, ada salah seorang ABH lain yang memperhatikan. “Saat ini, ada tiga pekerja di bengkel saya,” ucap warga yang berusia 36 tahun tersebut. Dua di antaranya merupakan anak-anak yang bermasalah. Farouq merupakan mantan ABH yang pernah mendapatkan pelatihan bengkel motor dan bengkel las saat menjalani masa hukuman. Sementara satu lagi, baru masuk karena kasus pengeroyokan.

Menjadi salah satu tempat untuk menampung anak-anak ABH bukanlah perkara mudah. Yudha menceritakan, untuk bisa mendidik dan melakukan pendampingan kepada ABH butuh perjuangan. “Awalnya, banyak orang yang menolak dan tidak mau menampung anak-anak nakal pelaku kejahatan itu,” katanya.

Yudha pun sempat memutar otak. Dia menyadari bahwa bagaimanapun anak-anak itu sebenarnya juga merupakan korban dari lingkungan asalnya. Karena itu, dia memberikan kesempatan kepada setiap anak untuk belajar dan berbenah.

“Sampai saat ini, sudah ada enam ABH yang pernah belajar di bengkel ini,” paparnya. Mulai dari kasus okerbaya, pengeroyokan, hingga pencurian. “Dari keenam anak itu, satu anak yang paling sulit dilatih,” jelasnya.

Yudha menjelaskan, anak yang sulit diajari bukan karena nakal. Akan tetapi, karena memang tidak berbakat di bidang perbengkelan. “Tidak ada bakat saja, jadi lebih sulit mengajarinya,” tuturnya.

Yudha pun mengungkap, ABH yang kerasan setelah menjalani masa hukuman dan bekerja di bengkelnya adalah Farouq.

Menurut dia, pekerjaan di bengkel itu bisa dilakukan di mana pun dan kepada siapa pun. “Tujuan utamanya memang untuk memberikan pendidikan supaya saat mereka keluar, ada keahlian yang bisa menghasilkan,” tuturnya.

Kendati kerja menjadi bagian penting, Yudha menyebut pendidikan untuk kembali berbaur bersama masyarakatlah yang jauh lebih penting.

Anak-anak di bawah umur tersebut tidak ditahan bersama orang-orang dewasa. “Namun, ditampung dan dididik supaya keluar menjadi pribadi yang lebih baik lagi,” terangnya.

Meski sempat mengalami penolakan dari masyarakat sekitar, dia tetap bersemangat mendidik anak-anak itu. Yudha pun sedikit demi sedikit menjelaskan bahwa ABH adalah orang yang butuh pendampingan.

“Buktinya, tidak ada anak yang melarikan diri atau bertindak yang tidak-tidak,” pungkasnya. Yudha yakin, anak-anak itu bisa banyak belajar. “Dan semoga menjadi contoh teladan saat kembali ke masyarakat,” tandasnya.

 

 

Jurnalis : Isnein Purnomo
Fotografer : Isnein Purnomo
Redaktur : Nur Hariri

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Mata Yudha Wibowo tampak fokus memperhatikan mesin bor di bengkelnya, Jalan Sri Tanjung, RT 3, RW 11, Lingkungan Kaliwining, Kelurahan Wirolegi, Kecamatan Sumbersari. “Ruq, Ruq, ambilkan potongan besi yang mau dibor,” tuturnya kepada salah seorang mantan anak di bawah badan hukum (ABH) yang pernah dia didik sebelumnya.

Pada kesempatan yang sama, ada salah seorang ABH lain yang memperhatikan. “Saat ini, ada tiga pekerja di bengkel saya,” ucap warga yang berusia 36 tahun tersebut. Dua di antaranya merupakan anak-anak yang bermasalah. Farouq merupakan mantan ABH yang pernah mendapatkan pelatihan bengkel motor dan bengkel las saat menjalani masa hukuman. Sementara satu lagi, baru masuk karena kasus pengeroyokan.

Menjadi salah satu tempat untuk menampung anak-anak ABH bukanlah perkara mudah. Yudha menceritakan, untuk bisa mendidik dan melakukan pendampingan kepada ABH butuh perjuangan. “Awalnya, banyak orang yang menolak dan tidak mau menampung anak-anak nakal pelaku kejahatan itu,” katanya.

Yudha pun sempat memutar otak. Dia menyadari bahwa bagaimanapun anak-anak itu sebenarnya juga merupakan korban dari lingkungan asalnya. Karena itu, dia memberikan kesempatan kepada setiap anak untuk belajar dan berbenah.

“Sampai saat ini, sudah ada enam ABH yang pernah belajar di bengkel ini,” paparnya. Mulai dari kasus okerbaya, pengeroyokan, hingga pencurian. “Dari keenam anak itu, satu anak yang paling sulit dilatih,” jelasnya.

Yudha menjelaskan, anak yang sulit diajari bukan karena nakal. Akan tetapi, karena memang tidak berbakat di bidang perbengkelan. “Tidak ada bakat saja, jadi lebih sulit mengajarinya,” tuturnya.

Yudha pun mengungkap, ABH yang kerasan setelah menjalani masa hukuman dan bekerja di bengkelnya adalah Farouq.

Menurut dia, pekerjaan di bengkel itu bisa dilakukan di mana pun dan kepada siapa pun. “Tujuan utamanya memang untuk memberikan pendidikan supaya saat mereka keluar, ada keahlian yang bisa menghasilkan,” tuturnya.

Kendati kerja menjadi bagian penting, Yudha menyebut pendidikan untuk kembali berbaur bersama masyarakatlah yang jauh lebih penting.

Anak-anak di bawah umur tersebut tidak ditahan bersama orang-orang dewasa. “Namun, ditampung dan dididik supaya keluar menjadi pribadi yang lebih baik lagi,” terangnya.

Meski sempat mengalami penolakan dari masyarakat sekitar, dia tetap bersemangat mendidik anak-anak itu. Yudha pun sedikit demi sedikit menjelaskan bahwa ABH adalah orang yang butuh pendampingan.

“Buktinya, tidak ada anak yang melarikan diri atau bertindak yang tidak-tidak,” pungkasnya. Yudha yakin, anak-anak itu bisa banyak belajar. “Dan semoga menjadi contoh teladan saat kembali ke masyarakat,” tandasnya.

 

 

Jurnalis : Isnein Purnomo
Fotografer : Isnein Purnomo
Redaktur : Nur Hariri

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca