Beberapa waktu yang lalu kita telah merayakan hari Kebangitan Nasional (Harkitnas). Tepatnya pada tanggal 20 Mei 2021 dan menjadi momen bersejarah bagi rakyat Indonesia. Momen tersebut merupakan awal bangkitnya semangat perjuangan, persatuan, kesatuan dan nasionalisme yang di prakarsai oleh gerakan Boedi Oetomo. Dibalik momen bersejarah tersebut lahirlah sebuah organisasi Boedi Oetomo tepat 37 tahun sebelum Indonesia merdeka. Organisasi ini bergerak di bidang pendidikan, sosial, ekonomi serta kebudayaan. Organisasi ini menjadi pelopor semangat persatuan sebab dari sinilah golongan orang yang berpendidikan mengenal istilah “tanah air”
Sebagai bentuk mengenang semangat perjuangan serta mengabadikan momen teristimewa Hari Kebangkitan Nasional, di sekolah-sekolah pada umumnya melakukan upacara. Di abad 21 ini peringatan hari Kebangkitan Nasional harus kita maknai sebagai momentum sinergi menghadapi dekadensi moral. Realitanya masih banyak kasus yang mencerminkan dekadensi moral di Indonesia, baik itu berupa kasus pembunuhan, kekerasan simbolik, kasus korupsi, dan lain-lain. Tentu saja, keadaan seperti menjadi keprihatinan kita bersama.
Sebagaimana dilansir dari Kumparan.com seorang remaja melakukan aksi pembunuhan di Cianjur pada tahun 2021. Sebelumnya, residivis ini terlibat kasus pembunuhan pada tahun 2008 dan kasus pencurian pada tahun 2016. Dikanal berita lain news.detik.com memberitakan adanya kekerasan simbolik oleh WNI berupa pembakaran bendera merah putih. Tindakan tersebut menggambarkan bentuk pelecehan kepada negara. Kasus selanjutnya yang menjadi pekerjaan rumah (PR) bangsa Indonesia adalah kejahatan para koruptor yang tak kunjung padam hingga kini.
Menurut hemat penulis, penanaman karakter sejak dini merupakan salah satu solusi atas problematika tersebut. Karakter yang baik perlu dibangun dan dikembangkan secara sadar melalui proses yang tidak instan karena karakter tidak bisa diwariskan atau baawaan sejak lahir. Disinilah pentingnya menanamkan pendidikan karakter pendidikan dan karakter kinerja sejak dini. Kedua pendidikan karakter ini, baik yang terkait dengan kepribadian maupun kinerja memiliki peran sangat penting.
Mengapa dua karakter tersebut sangat penting? Sebagai gambaran, percuma memiliki karakter sikap yang jujur, namun pada karakter kinerjanya ia malas. Begitu sebaliknya akan terasa rancu apabila semangat bekerja namun tidak jujur? Dan hal ini bukan hanya merugikan diri sendiri melainkan juga negara. Seperti yang telah disebutkan diatas yaitu korupsi adalah cerminan tidak melekatnya karakter jujur pada seseorang yang jika dibiarkan akan menggerogoti uang rakyat.
Memahami Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter terdiri dari dua kata yakni pendidikan dan karakter. Pendidikan memiliki berbagai definisi dari berbagai ahli tergantung dari sudut pandang, paradigma, metodologi dan disiplin keilmuan yang digunakan. Suwardi Suryaningrat atau yang lebih kita kenal dengan sebutan Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran, dan jasmani anak agar selaras dengan alam dan masyarakatnya.
Sedangkan pendidikan menurut Undang-Undang 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 di definisikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar anak didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Berdasarkan kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan dipandang sebagai suatu proses humanisasi untuk olah rasa, olah raga, dan olah pikir yang dibutuhkan diri, masyarakat, bangsa dan negara.
Secara harfiah, kata karakter secara harfiah berasal dari bahasa Latin “character,” yang antara lain berarti: watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti, kepribadian atau akhlak. Sedangkan secara istilah, karakter diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya dimana manusia mempunyai banyak sifat yang tergantung dari faktor kehidupannya sendiri. Jadi pendidikan karakter adalah pendidikan yang menekankan pada pembentukan budi pekerti atau kepribadian yang baik dengan melibatkan olah rasa, olah raga, dan olah pikir untuk diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Bangsa yang berkarakter adalah bangsa yang memiliki tatanan moral dalam interaksi dengn lingkungan maupun negara. Karakter kepribadian harus diimbangi dengan karakter kinerja, seperti yang diungkapkan Anies Baswedan pada acara forum dialog Penumbuhan Budi Pekerti di Palembang. Menurutnya, karakter kepribadian meliputi kejujuran, ketakwaan, sopan dan santun, serta tata krama. Sedangankan karakter kinerja seperti kerja keras, tangguh, tuntas, ulet, dan rajin.
Karakter kepribadian dan kinerja ini tidak cukup hanya diajarkan, melainkan harus dilakukan pembiasaan setiap hari hingga disiplin lalu akan menjadi budaya dalam hidup bermasyarakat maupun bernegara. Dalam Al-Quran pun diperintahakan untuk mendidik anak dengan menumbuhkan sikap kejujuran, ketakwaan, sopan santun, tata krama, kerja keras, tangguh, tuntas, ulet, dan rajin tanpa kekerasan dan kesan horor yang menakutkan. Perintah tersebut termaktub dalam Surah Luqman ayat 17-18
Praktisasi Pendidikan Karakter
Dalam rangka merestorasi semangat nasionalisme serta persatuan yang di junjung dalam Hari Kebangkitan Nasional, pendidikan karakter menjadi tanggung jawab bersama. Koordinasi tenaga pendidik dengan orang tua harus disinergikan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Akibat terdampak Covid-19 pendidikan diharuskan melalui jarak jauh dan menimbulkan beberapa permasalahan. Untuk itu, ada beberapa langkah praktisasi pendidikan karakter agar tetap terlaksana dengan baik. Pertama, dengan memberikan lembar kontrol karakter. Substansi lembar kontrol karakter yang diberikan dikembangkan berdasarkan Kompetensi Inti (KI) dari kurikulum 2013. Karakter positif yang tertera meliputi sifat religius, jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, toleransi, gotong royong, santun, percaya diri, dan lain-lain.
Kedua, memberikan reward kepada peserta didik yang berprestasi melalui group kelas dengan tujuan memotivasi yang lain. Memberikan hukuman kepada peserta didik yang tidak sesuai dengan standart penilaian melalui chat pribadi agar tetap menjaga baik namanya. Disisi lain hal ini akan membuat peserta didik tidak merasa direndahkan oleh teman-temannya. Mengajak peserta didik aktif berdiskusi untuk melatih karakter peduli, percaya diri, rajin dan serta melatih menggunakan bahasa yang santun.
Ketiga, melakukan kontrol setiap minggunya kepada orang tua dan peserta didik terhadap proses dan hasil belajar sebagai perwujudan karakter tanggung jawab. Ketika pendidik mampu mengimplementasikan karakter disiplin, maka hal tersebut akan bermuara pula kepada karakter peserta didik. Keberhasilan pendidikan karakter baik kepribadian maupun kinerja mengisyaratkan bahwa tolak ukur dari hasil pendidikan bukan hanya dilihat dari ranah kognitif saja, melainkan keseimbangan antara ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
*) Dr. Hj. Mukni’ah, M.Pd.I., Dosen Pascasarjana IAIN Jember dan Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Jember.