25.8 C
Jember
Thursday, 1 June 2023

“Manajemen” Marketing Mix Pendidikan Pesantren

Oleh: Dr. H. Zainuddin Al Haj Zaini, Lc., M.Pd.I

Mobile_AP_Rectangle 1

Perkembangan dunia pendidikan terus bergerak dinamis. Era digital ikut serta merta “merubah”  manajemen pengelolaan lembaga pendidikan. Tak terkecuali, lembaga pendidikan pondok pesantren juga  ikut “beradaptasi” dengan perkembangan globalisasi teknologi informasi. Penerimaan institusi pendidikan pesantren ini didukung dengan kaidah “al-muhafadhotu ‘ala qodimis sholih wal akhdzu bil jadidil ashlah”, yakni memelihara yang lama yang baik dan mengambil yang baru yang lebih baik dalam menerima hal-hal baru, seperti ilmu manajemen dan ilmu pengetahuan umum yang baru dan tidak bertentangan dengan prinsip pesantren.

Fenomena pesantren yang mengadaptasi perkembangan teknologi media komunikasi inilah yang menarik perhatian mahasiswa Magister Manajemen Pendidikan Islam (MPI) Pascasarjana IAIN Jember  untuk diteliti karena ada aspek novelty (kebaruan). Salah satunya adalah  penelitian untuk tesis berjudul “Pengaruh Marketing Mix Jasa Pendidikan terhadap Keputusan Mahasiswa dalam Memilih Pondok Pesantren sebagai Tempat Tinggal: Studi Kasus pada Pondok Pesantren Al-Bidayah Jember” yang menyajikan beberapa aspek kemenarikan dan keunikan.

Pertama, pilihan risetnya pada Pesantren Al-Bidayah didasarkan pada fenomena empiris yang menyajikan hal baru di pesantren yang diasuh oleh Dr. KH Abdul Haris., M.Ag ini. Pesantren Al-Bidayah tidak hanya menyajikan pembelajaran “khas” kitab kuning pesantren klasik, tetapi melakukan terobosan dengan mengunggah metodenya itu di media komunikasi  internet seperti youtube, facebook dan instagram. Sehingga metode ini tersebar luas yang bisa diakses oleh siapapun, bahkan pengguna manfaatnya sampai ke mancanegara. Hal ini dibuktikan dengan pesanan buku metode Al-Bidayah dari warga di  negara Malaysia, dan  ada beberapa ustad yang datang ke Pondok Pesantren Al-Bidayah untuk mendapatkan ijazah dari pengembang metode Al-Bidayah.

Mobile_AP_Rectangle 2

Kedua, penelitian yang dilakukan Fauzan Al Fauri ini mengkolaborasikan teori Marketing Mix (Bauran Pemasaran) “ala” Kotler dan Fox untuk membaca secara kuantitatif manajemen pendidikan yang dilakukan Pesantren Al-Bidayah. Perpaduan ilmu manajemen yang didominasi konsep/ teorinya dari Barat dengan realitas lembaga pendidikan Islam pondok pesantren yang metode pembelajaran didasarkan pada wahyu Ilahi.

Sebagai sebuah kajian yang memfokuskan pada lembaga pendidikan pondok pesantren, sah-sah saja dilakukan asalkan melalui prosedur ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan. Salah satu hasil  risetnya menunjukkan bahwa pondok pesantren Al-Bidayah sebenarnya menerapkan tujuh elemen marketing mix yang ditawarkan Kotler dan Fox, yaitu programme, price, place, promotion, people, process, dan physical facilities.

Pertama, dianalisis dengan elemen programme, pesantren Al-Bidayah memiliki program pembelajaran kitab kuning dengan menggunakan metode “khusus” yang disusun sendiri oleh pengasuhnya, yakni metode Al-Bidayah. Dapat dinyatakan bahwa metode Al-Bidayah adalah milik Dr. KH. Abdul Haris, M.Ag yang sudah dipatenkan melalui Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Kementerian Hukum dan HAM sehingga menjadi “brand image” pesantren Al-Bidayah.

Kedua, dianalisis dari elemen price, maka  harga/ biaya pendidikan di Pesantren Al-Bidayah tergolong “murah” jika dibandingkan dengan beragam fasilitas yang disediakan oleh pihak pondok. Tidak hanya biaya SPP yang terjangkau dan digunakan untuk menjaga keberlangsungan kegiatan pondok, sejumlah kebijakan juga ditempuh oleh pengasuh. Diantaranya, bagi santri yang kurang mampu dalam finansial dapat mengajukan keringanan, baik memilih untuk membayar separuh harga atau dibebaskan seluruhnya.

Ketiga, didekati dengan elemen place, maka adalah lokasi/ tempat termasuk diminati kalangan mahasiswa. Dalam dunia marketing, tempat menjadi faktor penentu pilihan seseorang untuk memilih produk. Dalam konteks ini, lokasi pesantren Al-Bidayah yang berada di tengah-tengah kota, ikut mempengaruhi pilihan bagi santri untuk menjadikannya sebagai “tempat tinggal’ selama menempuh ilmu. Tentu saja, faktor tempat ini juga terkait dengan kemudahan akses sarana transportasi dan keamanan pesantren yang dijaga oleh tim keamanan pondok.

Keempat, ditinjau dari elemen promotion, pesantren ini tidak ketinggalan dalam memanfaatkan media komunikasi, diantaranya menggunakan media sosial seperti facebook, instagram, dan youtube. Dilihat dari sifatnya yang mudah diakses, menjangkau khalayak yang luas, berbiaya murah, pilihan pengguna media sosial ini mengefektif promosi pesantren kepada khalayak/ masyarakat, khususnya warga pengguna internet/ masyarakat maya (cyber community). Tidak hanya media online, media komunikasi offline juga ditempuh oleh pihak pesantren pemsangan banner, dan spanduk di area publik. (media outdoor) yang dipsang di tempat-tempat strategis. Bahkan Pondok Pesantren Al-Bidayah sering mengunjungi pondok pesantren lain untuk memperkenalkan lembaga dan metode pembelajaran serta mendemonstrasikan keahlian para santri.

Kelima, dilihat dari elemen people ditunjukkan dari kredibilitas pengasuh dan para ustadnya. Penting dicatat bahwa dalam manajemen pemasaran pendidikan, keberadaan personal pengelola menjadi kategori penting untuk mempengaruhi persepsi pelanggan, baik dari sisi sikap, tindakan maupun penampilan. Pengasuhnya, Dr. KH. Abdul Haris.,M.Ag dikenal sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Jember masa khidmat 2021-2026 yang juga wakil syuriah PCNU Kabupaten Jember. Untuk itu, KH Abdul Haris sangat memperhatikan kualitas para ustadz yang mengajar di lembaganya. Pengasuh seringkali mengajak para ustadz untuk melihat dan mengamati sistem pembelajaran yang ada di pondok pesantren lainnya.

Keenam,   dianalisis dari sisi process,  manajemen pendidikan pesantren Al-Bidayh bisa dilihat dari desain  jadwal kegiatan “ngaji” di pesantren yang  disusun agar tidak berbenturan dengan jadwal kegiatan kampus. Proses lain yang tidak kalah penting dari pelaksanaan jadwal kegiatan pendidikan adalah evaluasi pembelajaran yang terus dilakukan baik secara satu lawan satu maupun berkelompok dalam kegiatan pendidikan pesantren. Dalam melahirkan kualitas output santri yang memadai, proses penentuan kelas berdasarkan kemampuan santri, bukan berdasarkan angkatan.

Ketujuh, ditinjau dari elemen physical facilities, bangunan/ sarana prasarana pesantren Al-Bidayah bisa jadi masih ‘kalah’ dibandingkan dengan pesantren besar di kabupaten Jember yang jumlah pondok pesantrennya mencapai 500 lebih. Akan tetapi, yang menarik—menurut riset tesis ini— adalah fasilitias pesantren Al-Bidayah memiliki asrama yang cukup untuk menampung para santri untuk  beraktivitas baik pembelajaran dan istirahat.  Dalam hal ini, kecukupan fasilitas disesuaikan dengan kemampuan daya tamping santri sehingga keberlangsungan belajar mengajar di pesantren berjalan efektif. Disamping itu, Pondok Pesantren Al-Bidayah juga telah menggunakan teknologi komunikasi canggih untuk memantau keadaan lingkungan pondok, seperti penempatan kamera CCTV untuk menjaga keamanan.

Berdasarkan kajian marketing mix ini dapat diketahui kualitas manajemen pendidikan pesantren yang diterapkan di pesantren Al-Bidayah maupun pesantren-pesantren lain, atau lembaga pendidikan Islam yang diteliti. Melalui analisis marketing mix ini pula didapatkan suatu hasil riset yang memadai dalam menggambarkan praktik manajemen pendidikan pesantren. Dan, perlu diingat, para pengasuh pondok pesantren yang sudah ratusan tahun silam mengelola pondok pesantren memiliki “gaya” manajemen yang unik, berbeda dengan konsep/ teori manajemen modern. Melalui  kekuatan keilmuan yang dimiliki, pesantren tidak “alergi” dengan perkembangan ilmu pengetahuan, tetapi malah mengintegrasi maupun mengkolaborasinya sebagai kekuatan peradaban.

 

    *) Dr. H. Zainuddin Al Haj Zaini, Lc., M.Pd., Ketua Prodi Manajemen Pendidikan Islam Pascasarjana IAIN Jember

 

 

 

 

 

 

- Advertisement -

Perkembangan dunia pendidikan terus bergerak dinamis. Era digital ikut serta merta “merubah”  manajemen pengelolaan lembaga pendidikan. Tak terkecuali, lembaga pendidikan pondok pesantren juga  ikut “beradaptasi” dengan perkembangan globalisasi teknologi informasi. Penerimaan institusi pendidikan pesantren ini didukung dengan kaidah “al-muhafadhotu ‘ala qodimis sholih wal akhdzu bil jadidil ashlah”, yakni memelihara yang lama yang baik dan mengambil yang baru yang lebih baik dalam menerima hal-hal baru, seperti ilmu manajemen dan ilmu pengetahuan umum yang baru dan tidak bertentangan dengan prinsip pesantren.

Fenomena pesantren yang mengadaptasi perkembangan teknologi media komunikasi inilah yang menarik perhatian mahasiswa Magister Manajemen Pendidikan Islam (MPI) Pascasarjana IAIN Jember  untuk diteliti karena ada aspek novelty (kebaruan). Salah satunya adalah  penelitian untuk tesis berjudul “Pengaruh Marketing Mix Jasa Pendidikan terhadap Keputusan Mahasiswa dalam Memilih Pondok Pesantren sebagai Tempat Tinggal: Studi Kasus pada Pondok Pesantren Al-Bidayah Jember” yang menyajikan beberapa aspek kemenarikan dan keunikan.

Pertama, pilihan risetnya pada Pesantren Al-Bidayah didasarkan pada fenomena empiris yang menyajikan hal baru di pesantren yang diasuh oleh Dr. KH Abdul Haris., M.Ag ini. Pesantren Al-Bidayah tidak hanya menyajikan pembelajaran “khas” kitab kuning pesantren klasik, tetapi melakukan terobosan dengan mengunggah metodenya itu di media komunikasi  internet seperti youtube, facebook dan instagram. Sehingga metode ini tersebar luas yang bisa diakses oleh siapapun, bahkan pengguna manfaatnya sampai ke mancanegara. Hal ini dibuktikan dengan pesanan buku metode Al-Bidayah dari warga di  negara Malaysia, dan  ada beberapa ustad yang datang ke Pondok Pesantren Al-Bidayah untuk mendapatkan ijazah dari pengembang metode Al-Bidayah.

Kedua, penelitian yang dilakukan Fauzan Al Fauri ini mengkolaborasikan teori Marketing Mix (Bauran Pemasaran) “ala” Kotler dan Fox untuk membaca secara kuantitatif manajemen pendidikan yang dilakukan Pesantren Al-Bidayah. Perpaduan ilmu manajemen yang didominasi konsep/ teorinya dari Barat dengan realitas lembaga pendidikan Islam pondok pesantren yang metode pembelajaran didasarkan pada wahyu Ilahi.

Sebagai sebuah kajian yang memfokuskan pada lembaga pendidikan pondok pesantren, sah-sah saja dilakukan asalkan melalui prosedur ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan. Salah satu hasil  risetnya menunjukkan bahwa pondok pesantren Al-Bidayah sebenarnya menerapkan tujuh elemen marketing mix yang ditawarkan Kotler dan Fox, yaitu programme, price, place, promotion, people, process, dan physical facilities.

Pertama, dianalisis dengan elemen programme, pesantren Al-Bidayah memiliki program pembelajaran kitab kuning dengan menggunakan metode “khusus” yang disusun sendiri oleh pengasuhnya, yakni metode Al-Bidayah. Dapat dinyatakan bahwa metode Al-Bidayah adalah milik Dr. KH. Abdul Haris, M.Ag yang sudah dipatenkan melalui Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Kementerian Hukum dan HAM sehingga menjadi “brand image” pesantren Al-Bidayah.

Kedua, dianalisis dari elemen price, maka  harga/ biaya pendidikan di Pesantren Al-Bidayah tergolong “murah” jika dibandingkan dengan beragam fasilitas yang disediakan oleh pihak pondok. Tidak hanya biaya SPP yang terjangkau dan digunakan untuk menjaga keberlangsungan kegiatan pondok, sejumlah kebijakan juga ditempuh oleh pengasuh. Diantaranya, bagi santri yang kurang mampu dalam finansial dapat mengajukan keringanan, baik memilih untuk membayar separuh harga atau dibebaskan seluruhnya.

Ketiga, didekati dengan elemen place, maka adalah lokasi/ tempat termasuk diminati kalangan mahasiswa. Dalam dunia marketing, tempat menjadi faktor penentu pilihan seseorang untuk memilih produk. Dalam konteks ini, lokasi pesantren Al-Bidayah yang berada di tengah-tengah kota, ikut mempengaruhi pilihan bagi santri untuk menjadikannya sebagai “tempat tinggal’ selama menempuh ilmu. Tentu saja, faktor tempat ini juga terkait dengan kemudahan akses sarana transportasi dan keamanan pesantren yang dijaga oleh tim keamanan pondok.

Keempat, ditinjau dari elemen promotion, pesantren ini tidak ketinggalan dalam memanfaatkan media komunikasi, diantaranya menggunakan media sosial seperti facebook, instagram, dan youtube. Dilihat dari sifatnya yang mudah diakses, menjangkau khalayak yang luas, berbiaya murah, pilihan pengguna media sosial ini mengefektif promosi pesantren kepada khalayak/ masyarakat, khususnya warga pengguna internet/ masyarakat maya (cyber community). Tidak hanya media online, media komunikasi offline juga ditempuh oleh pihak pesantren pemsangan banner, dan spanduk di area publik. (media outdoor) yang dipsang di tempat-tempat strategis. Bahkan Pondok Pesantren Al-Bidayah sering mengunjungi pondok pesantren lain untuk memperkenalkan lembaga dan metode pembelajaran serta mendemonstrasikan keahlian para santri.

Kelima, dilihat dari elemen people ditunjukkan dari kredibilitas pengasuh dan para ustadnya. Penting dicatat bahwa dalam manajemen pemasaran pendidikan, keberadaan personal pengelola menjadi kategori penting untuk mempengaruhi persepsi pelanggan, baik dari sisi sikap, tindakan maupun penampilan. Pengasuhnya, Dr. KH. Abdul Haris.,M.Ag dikenal sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Jember masa khidmat 2021-2026 yang juga wakil syuriah PCNU Kabupaten Jember. Untuk itu, KH Abdul Haris sangat memperhatikan kualitas para ustadz yang mengajar di lembaganya. Pengasuh seringkali mengajak para ustadz untuk melihat dan mengamati sistem pembelajaran yang ada di pondok pesantren lainnya.

Keenam,   dianalisis dari sisi process,  manajemen pendidikan pesantren Al-Bidayh bisa dilihat dari desain  jadwal kegiatan “ngaji” di pesantren yang  disusun agar tidak berbenturan dengan jadwal kegiatan kampus. Proses lain yang tidak kalah penting dari pelaksanaan jadwal kegiatan pendidikan adalah evaluasi pembelajaran yang terus dilakukan baik secara satu lawan satu maupun berkelompok dalam kegiatan pendidikan pesantren. Dalam melahirkan kualitas output santri yang memadai, proses penentuan kelas berdasarkan kemampuan santri, bukan berdasarkan angkatan.

Ketujuh, ditinjau dari elemen physical facilities, bangunan/ sarana prasarana pesantren Al-Bidayah bisa jadi masih ‘kalah’ dibandingkan dengan pesantren besar di kabupaten Jember yang jumlah pondok pesantrennya mencapai 500 lebih. Akan tetapi, yang menarik—menurut riset tesis ini— adalah fasilitias pesantren Al-Bidayah memiliki asrama yang cukup untuk menampung para santri untuk  beraktivitas baik pembelajaran dan istirahat.  Dalam hal ini, kecukupan fasilitas disesuaikan dengan kemampuan daya tamping santri sehingga keberlangsungan belajar mengajar di pesantren berjalan efektif. Disamping itu, Pondok Pesantren Al-Bidayah juga telah menggunakan teknologi komunikasi canggih untuk memantau keadaan lingkungan pondok, seperti penempatan kamera CCTV untuk menjaga keamanan.

Berdasarkan kajian marketing mix ini dapat diketahui kualitas manajemen pendidikan pesantren yang diterapkan di pesantren Al-Bidayah maupun pesantren-pesantren lain, atau lembaga pendidikan Islam yang diteliti. Melalui analisis marketing mix ini pula didapatkan suatu hasil riset yang memadai dalam menggambarkan praktik manajemen pendidikan pesantren. Dan, perlu diingat, para pengasuh pondok pesantren yang sudah ratusan tahun silam mengelola pondok pesantren memiliki “gaya” manajemen yang unik, berbeda dengan konsep/ teori manajemen modern. Melalui  kekuatan keilmuan yang dimiliki, pesantren tidak “alergi” dengan perkembangan ilmu pengetahuan, tetapi malah mengintegrasi maupun mengkolaborasinya sebagai kekuatan peradaban.

 

    *) Dr. H. Zainuddin Al Haj Zaini, Lc., M.Pd., Ketua Prodi Manajemen Pendidikan Islam Pascasarjana IAIN Jember

 

 

 

 

 

 

Perkembangan dunia pendidikan terus bergerak dinamis. Era digital ikut serta merta “merubah”  manajemen pengelolaan lembaga pendidikan. Tak terkecuali, lembaga pendidikan pondok pesantren juga  ikut “beradaptasi” dengan perkembangan globalisasi teknologi informasi. Penerimaan institusi pendidikan pesantren ini didukung dengan kaidah “al-muhafadhotu ‘ala qodimis sholih wal akhdzu bil jadidil ashlah”, yakni memelihara yang lama yang baik dan mengambil yang baru yang lebih baik dalam menerima hal-hal baru, seperti ilmu manajemen dan ilmu pengetahuan umum yang baru dan tidak bertentangan dengan prinsip pesantren.

Fenomena pesantren yang mengadaptasi perkembangan teknologi media komunikasi inilah yang menarik perhatian mahasiswa Magister Manajemen Pendidikan Islam (MPI) Pascasarjana IAIN Jember  untuk diteliti karena ada aspek novelty (kebaruan). Salah satunya adalah  penelitian untuk tesis berjudul “Pengaruh Marketing Mix Jasa Pendidikan terhadap Keputusan Mahasiswa dalam Memilih Pondok Pesantren sebagai Tempat Tinggal: Studi Kasus pada Pondok Pesantren Al-Bidayah Jember” yang menyajikan beberapa aspek kemenarikan dan keunikan.

Pertama, pilihan risetnya pada Pesantren Al-Bidayah didasarkan pada fenomena empiris yang menyajikan hal baru di pesantren yang diasuh oleh Dr. KH Abdul Haris., M.Ag ini. Pesantren Al-Bidayah tidak hanya menyajikan pembelajaran “khas” kitab kuning pesantren klasik, tetapi melakukan terobosan dengan mengunggah metodenya itu di media komunikasi  internet seperti youtube, facebook dan instagram. Sehingga metode ini tersebar luas yang bisa diakses oleh siapapun, bahkan pengguna manfaatnya sampai ke mancanegara. Hal ini dibuktikan dengan pesanan buku metode Al-Bidayah dari warga di  negara Malaysia, dan  ada beberapa ustad yang datang ke Pondok Pesantren Al-Bidayah untuk mendapatkan ijazah dari pengembang metode Al-Bidayah.

Kedua, penelitian yang dilakukan Fauzan Al Fauri ini mengkolaborasikan teori Marketing Mix (Bauran Pemasaran) “ala” Kotler dan Fox untuk membaca secara kuantitatif manajemen pendidikan yang dilakukan Pesantren Al-Bidayah. Perpaduan ilmu manajemen yang didominasi konsep/ teorinya dari Barat dengan realitas lembaga pendidikan Islam pondok pesantren yang metode pembelajaran didasarkan pada wahyu Ilahi.

Sebagai sebuah kajian yang memfokuskan pada lembaga pendidikan pondok pesantren, sah-sah saja dilakukan asalkan melalui prosedur ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan. Salah satu hasil  risetnya menunjukkan bahwa pondok pesantren Al-Bidayah sebenarnya menerapkan tujuh elemen marketing mix yang ditawarkan Kotler dan Fox, yaitu programme, price, place, promotion, people, process, dan physical facilities.

Pertama, dianalisis dengan elemen programme, pesantren Al-Bidayah memiliki program pembelajaran kitab kuning dengan menggunakan metode “khusus” yang disusun sendiri oleh pengasuhnya, yakni metode Al-Bidayah. Dapat dinyatakan bahwa metode Al-Bidayah adalah milik Dr. KH. Abdul Haris, M.Ag yang sudah dipatenkan melalui Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Kementerian Hukum dan HAM sehingga menjadi “brand image” pesantren Al-Bidayah.

Kedua, dianalisis dari elemen price, maka  harga/ biaya pendidikan di Pesantren Al-Bidayah tergolong “murah” jika dibandingkan dengan beragam fasilitas yang disediakan oleh pihak pondok. Tidak hanya biaya SPP yang terjangkau dan digunakan untuk menjaga keberlangsungan kegiatan pondok, sejumlah kebijakan juga ditempuh oleh pengasuh. Diantaranya, bagi santri yang kurang mampu dalam finansial dapat mengajukan keringanan, baik memilih untuk membayar separuh harga atau dibebaskan seluruhnya.

Ketiga, didekati dengan elemen place, maka adalah lokasi/ tempat termasuk diminati kalangan mahasiswa. Dalam dunia marketing, tempat menjadi faktor penentu pilihan seseorang untuk memilih produk. Dalam konteks ini, lokasi pesantren Al-Bidayah yang berada di tengah-tengah kota, ikut mempengaruhi pilihan bagi santri untuk menjadikannya sebagai “tempat tinggal’ selama menempuh ilmu. Tentu saja, faktor tempat ini juga terkait dengan kemudahan akses sarana transportasi dan keamanan pesantren yang dijaga oleh tim keamanan pondok.

Keempat, ditinjau dari elemen promotion, pesantren ini tidak ketinggalan dalam memanfaatkan media komunikasi, diantaranya menggunakan media sosial seperti facebook, instagram, dan youtube. Dilihat dari sifatnya yang mudah diakses, menjangkau khalayak yang luas, berbiaya murah, pilihan pengguna media sosial ini mengefektif promosi pesantren kepada khalayak/ masyarakat, khususnya warga pengguna internet/ masyarakat maya (cyber community). Tidak hanya media online, media komunikasi offline juga ditempuh oleh pihak pesantren pemsangan banner, dan spanduk di area publik. (media outdoor) yang dipsang di tempat-tempat strategis. Bahkan Pondok Pesantren Al-Bidayah sering mengunjungi pondok pesantren lain untuk memperkenalkan lembaga dan metode pembelajaran serta mendemonstrasikan keahlian para santri.

Kelima, dilihat dari elemen people ditunjukkan dari kredibilitas pengasuh dan para ustadnya. Penting dicatat bahwa dalam manajemen pemasaran pendidikan, keberadaan personal pengelola menjadi kategori penting untuk mempengaruhi persepsi pelanggan, baik dari sisi sikap, tindakan maupun penampilan. Pengasuhnya, Dr. KH. Abdul Haris.,M.Ag dikenal sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Jember masa khidmat 2021-2026 yang juga wakil syuriah PCNU Kabupaten Jember. Untuk itu, KH Abdul Haris sangat memperhatikan kualitas para ustadz yang mengajar di lembaganya. Pengasuh seringkali mengajak para ustadz untuk melihat dan mengamati sistem pembelajaran yang ada di pondok pesantren lainnya.

Keenam,   dianalisis dari sisi process,  manajemen pendidikan pesantren Al-Bidayh bisa dilihat dari desain  jadwal kegiatan “ngaji” di pesantren yang  disusun agar tidak berbenturan dengan jadwal kegiatan kampus. Proses lain yang tidak kalah penting dari pelaksanaan jadwal kegiatan pendidikan adalah evaluasi pembelajaran yang terus dilakukan baik secara satu lawan satu maupun berkelompok dalam kegiatan pendidikan pesantren. Dalam melahirkan kualitas output santri yang memadai, proses penentuan kelas berdasarkan kemampuan santri, bukan berdasarkan angkatan.

Ketujuh, ditinjau dari elemen physical facilities, bangunan/ sarana prasarana pesantren Al-Bidayah bisa jadi masih ‘kalah’ dibandingkan dengan pesantren besar di kabupaten Jember yang jumlah pondok pesantrennya mencapai 500 lebih. Akan tetapi, yang menarik—menurut riset tesis ini— adalah fasilitias pesantren Al-Bidayah memiliki asrama yang cukup untuk menampung para santri untuk  beraktivitas baik pembelajaran dan istirahat.  Dalam hal ini, kecukupan fasilitas disesuaikan dengan kemampuan daya tamping santri sehingga keberlangsungan belajar mengajar di pesantren berjalan efektif. Disamping itu, Pondok Pesantren Al-Bidayah juga telah menggunakan teknologi komunikasi canggih untuk memantau keadaan lingkungan pondok, seperti penempatan kamera CCTV untuk menjaga keamanan.

Berdasarkan kajian marketing mix ini dapat diketahui kualitas manajemen pendidikan pesantren yang diterapkan di pesantren Al-Bidayah maupun pesantren-pesantren lain, atau lembaga pendidikan Islam yang diteliti. Melalui analisis marketing mix ini pula didapatkan suatu hasil riset yang memadai dalam menggambarkan praktik manajemen pendidikan pesantren. Dan, perlu diingat, para pengasuh pondok pesantren yang sudah ratusan tahun silam mengelola pondok pesantren memiliki “gaya” manajemen yang unik, berbeda dengan konsep/ teori manajemen modern. Melalui  kekuatan keilmuan yang dimiliki, pesantren tidak “alergi” dengan perkembangan ilmu pengetahuan, tetapi malah mengintegrasi maupun mengkolaborasinya sebagai kekuatan peradaban.

 

    *) Dr. H. Zainuddin Al Haj Zaini, Lc., M.Pd., Ketua Prodi Manajemen Pendidikan Islam Pascasarjana IAIN Jember

 

 

 

 

 

 

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca