Saat ini, IAIN Jember sedang berproses menuju Universitas, yakni dengan nama Universitas Islam Negeri Kyai Haji Achmad Shiddiq (UIN KHAS) Jember. Upaya transformasi ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang saat ini tidak hanya memerlukan keilmuan agama, tetapi juga keilmuan umum (sains). Ditambah lagi dengan kompleksitas kehidupan yang tidak lagi bisa diselesaikan hanya dengan satu disiplin ilmu, katanya, telah memaksa IAIN Jember untuk memadukan berbagai ilmu.
Tentu, IAIN Jember tidak boleh gegabah, apalagi “latah”. Sebab, perubahan status ini meniscayakan pengembangan dua keilmuan sekaligus secara integral di UIN KHAS Jember kedepan. Tugas integrasi keilmuan telah menjadi tanggungan dan beban berat karena IAIN Jember harus berjuang secara lebih ekstra mempersiapkan konstruksi integrasi keilmuan ini secara menyeluruh disamping harus merubah pola pikir dikotomi yang telah lama mengakar. Semua orang berharap lahirnya kontruksi dan model integrasi keilmuan yang lebih aplikatif. Dan yang paling penting, hasil konstruksinya mampu menyentuh langsung pada akar persoalan kebutuhan masyarakat, bukan justru beraroma retorika.
Berbagai program memang telah dilakukan untuk mencapai tujuan ini. IAIN Jember sendiri sedang mempersiapkan tugas pokoknya, yaitu menyusun konsep integrasi keilmuan dengan menitik-beratkan pada pengembangan Islam Nusantara berbasis Pesantren. Pertanyaannya, mengapa Islam Nusantara dan Pesantren? Islam Nusantara sengaja dipilih sebagai fokus kajian mengingat keberadaannya yang telah lama menjadi tempat bersemainya karakter Islam inklusif, moderat dan toleran. Sementara pesantren sendiri—yang notabene berperan penting dalam menumbuh-kembangkan keilmuan keislaman—masih diyakini menyimpan sejumlah khazanah keilmuan yang perlu di rekonstruksi. Pada level ini, kebanyakan orang memandangnya sebagai pilihan yang sudah tepat karena wujud integrasi keilmuan di UIN KHAS Jember kedepan akan berakar pada ajaran dan tradisinya sendiri.
Kerja merancang konstruksi integrasi keilmuan UIN KHAS Jember telah dimulai. Hal yang menarik dicermati adalah terinspirasinya konstruksi integrasi keilmuan UIN KHAS Jember ini dari “filosofi sumber mata air”. Sumber mata air bagi para cendikia IAIN Jember mempunyai filosofi integrasi keilmuan yang mendalam. Sebagaimana terjadi pula pada UIN Syarif Hidayatullah (Syahid) Jakarta dan UIN Sunan Kalijaga (Suka) Yogyakarta yang mengambil inspirasi dari filosofi pohon ilmu dan jejaring laba-laba sebagai model integrasi keilmuannya. Ilmu bagi para cendikia IAIN Jember bagaikan “sumber mata air” merupakan anugerah Tuhan untuk kepentingan kemanusiaan yang tidak mengenal dikotomi (pemisahan). Keragaman ilmu hanyalah kebutuhan untuk memenuhi kepentingan kemanusiaan. Dengan merujuk pada makna filosofis sumber mata air tersebut dan mengacu pada sejarah awal pembentukan keilmuan, ilmu hakikatnya tidak mengenal dikotomi, semuanya terintegrasi dan berada dalam satu kesatuan dibawah kekuasaan Tuhan.
Filosofi mata air inilah yang telah menginspirasi lahirnya konsep ontologi tauhidi sebagai basis pengembangan integrasi keilmuan di UIN KHAS Jember. Secara substansial, ontologi ini meyakini kesatuan sumber pengetahuan. Dan oleh karenanya, Tauhid, yang dalam hal ini Tuhan menjadi sumber pengetahuan primer. Karena Tauhid-lah yang menjadi cikal-bakal lahirnya lima mata air ilmu (Revelation sciences, Natural Sciences, Social sciences, Humanities dan Tool sciences). Sementara, sumber keilmuan lainnya, semisal indera, pikiran dan intuisi menjadi sumber penunjang. Pemilihan ontologis ini telah menarik perhatian banyak orang. Bukan hanya karena keniscayaannya untuk mengembalikan semua keilmuan untuk berpulang pada satu kesatuan keilmuan (tauhid), tetapi juga karena basis ini dipandang mampu meminimalisir kemungkinan terjadinya penolakan terhadap status ontologis pengetahuan yang didapatkan dari sumber lain yang saat ini dipandang sebagai kendala utama dalam proyek penyatuan (integrasis) dikotomi keilmuan.
Paralel dengan ontologisnya, pada level paradigmatik, filosofi ini ternyata telah menginspirasi para cendikia IAIN Jember untuk mencanangkan paradigma integratif-interkoneksi tauhidi sebagai cara pandang integrasi keilmuan di UIN KHAS. Kekuatan Ilmu bagi Cendikia IAIN bagaikan sumber mata air adalah terletak pada keberhubungannya antara satu dengan lainnya. Artinya, kerangka pikir integrasi keilmuan yang harus dibangun adalah kesatuan (integratif), kesalinghubungan (interkoneksi) antara keilmuan umum dan agama. Pertanyaannya, bisakah semua ragam keilmuan dilebur ke dalam satu kotak keilmuan. Jawabannya, tentu tidak bisa karena akan megalami jalan buntu. Yang mungkin dilakukan adalah mendudukkan secara proporsional ilmu-ilmu sekular dalam kritisisme agama dan sebaliknya. Merujuk pada fakta ini, maka model integrasi interkoneksi yang potensial dikembangkan kedepan adalah model integrasi interkoneksi yang bercorak Integralistik-dialogis. Tegasnya, bagi penulis, interkoneksi keilmuan di UIN KHAS Jember kedepan harus diarahkan pada upaya menjalin keterhubungan. Bukan meleburkan yang normatif-sakral ke dalam yang historis dan profan atau membenamkan yang historis-profan ke dalam normatif-sakral.