Beberapa hari lagi akan tiba bulan suci Ramadan 1442 H bagi ummat Islam, bulan yang pada tahun-tahun lalu telah kita lalui bersama, kesempatan kali ini tidak boleh disia-siakan untuk menjalaninya. Untuk itu, perlu kiranya kita memutar kembali rekam jejak puasa Ramadan pada tahun lalu, adakah sisi kekurangan dalam menjalani kewajiban ibadah di bulan Agung itu? Pertanyaan ini sangat perlu untuk direspon dalam rangka kebaikan yang akan kembali pada diri kita masing-masing, karena jika ada kekurangan, kita juga yang akan menanggungnya, dan jika ada kebaikannya, kita juga yang akan mendapatkan pahalanya. Sebagaimana telah diketahui, kewajiban puasa harus dijalani bagi umat Islam yang difirmankan Allah SWT dalam hadits qudsyi : “Hamba-Ku (Allah) meninggalkan makan, minum, dan syahwatnya karena Aku. Puasa itu bagi-Ku dan Akulah yang akan membalasnya, dan pada setiap kebaikan akan dibalas 10 kali”. (Sahih Bukhari, Hadits No. 919)
Puasa adalah Perisai
Sebagai amalan mulia, puasa Ramadan merupakan bagian dari rukun Islam yang lima macam, yaitu syahadat, salat, puasa, sedekah/ zakat, dan haji. Dari lima macam ini, jika diuraikan lebih dalam maknanya sesuai apa yang telah disebutkan oleh hadits, bahwa sahabat Muadz bin Jabal pernah bertanya kepada Rasulullah SAW: “Ya Rasulullah! beritahukan kepadaku amal perbuatan yang dapat membuatku masuk surga dan menjauhkanku dari api neraka, Jawab Rasul: kamu telah menanyakan persoalan besar kepadaku, hal ini mudah bagi orang yang diberi kemudahan oleh Allah, yaitu hendaknya kamu menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan yang lainnya, mendirikan salat, menunaikan zakat, puasa di bulan Ramadan dan melaksanakan haji. Kemudian Rasulullah SAW melanjutkan: maukah Aku beritahukan kepadamu pintu-pintu kebaikan? yaitu: puasa itu adalah perisai, sedekah itu dapat menghapus dosa sebagaimana air dapat memadamkan api, dan salat yang dilakukan oleh seseorang ditengah malam, kemudian sabda Rasul selanjutnya: maukah Aku beritahukan tentang puncak dari segala urusan? Jawab Muadz : Tentu, ya Rasulullah, sabda Rasul: pangkal dari segala urusan adalah Islam, tiangnya adalah salat dan pucaknya adalah jihad. (Sahih at-Tirmidzi, hadits No. 2616).
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa perbedaan antara orang yang beriman dengan yang tidak beriman (kafir) terletak dari salatnya. Jika meninggalkan salat, maka orang tersebut sama dengan orang kafir (Shahih At-Tirmidzi, hadits No. 2618). Jika seseorang sedekahnya kurang, maka dosanya tidak akan terhapus, jika seseorang yang tidak sempurna atau tidak puasa di bulan suci Ramadan, maka dia tidak punya perisai, yaitu tidak memiliki perisai yang dapat menangkal dari segala macam dosa. Dan, jika perisai tidak ada, perbuatan dosa makin banyak dilakukannya, jika makin banyak dosa, maka kapan saja seseorang akan menjadi kafir secara hakiki, tetapi jika ketiganya (salat, sedekah, dan puasa) dijalankan dengan baik, maka akan dapat menghapus dari segala dosa yang kecil-kecil, yakni selama tidak melakukan dosa-dosa besar (Shahih Muslim, Hadits No. 242). Adapun jika seseorang pernah melakukan dosa besar, maka tidak ada jalan lain, harus bertaubat terlebih dahulu. Jika salah satu dari ketiga macam dari rukun Islam tidak dikerjakan atau kurang sempurna, maka akan merusak kesempurnaan Islam seseorang, bahkan dapat menyebabkan kekufuran yang hakiki.
Kemuliaan Puasa Ramadan
Sebagai satu perbandingan antara orang yang menjalankan ibadah puasa, salat lima waktu dan yang disyariatkan oleh Islam, sebagaimana dikisahkan bahwa: Dari Abu Salamah bin Abdurrahman dari Thalhah bin ‘Ubaidillah bahwa dua orang laki-laki datang menemui Rasulullah SAW dan masuk Islam. Salah seorang dari keduanya lebih semangat berjihad dari yang lainnya, kemudian dia pergi berperang sehingga ia menemui syahid. Sedangkan yang satunya lagi masih hidup hingga setahun setelahnya, lalu dia meninggal dunia.” Thalhah berkata: “Kemudian aku bermimpi seakan-akan aku berada di pintu surga. Tiba-tiba aku berada di sisi kedua laki-laki tersebut, setelah itu Malaikat keluar dari surga. Malaikat itu kemudian mengizinkan laki-laki yang meninggal dunia belakangan dari keduanya untuk memasukinya, kemudian ia keluar lagi dan mempersilahkan kepada laki-laki yang mati syahid. Lalu malaikat itu kembali kepadaku dan berkata: ‘Kembalilah kamu, sebab belum saatnya kamu memperoleh hal ini.’ Keesokan harinya Thalhah menceritakannya kepada orang-orang, mereka pun heran. Mereka lalu memberitahukannya kepada Rasulullah SAW dan menceritakan kejadian tersebut. Maka beliau bersabda: “Perkara yang mana yang membuat kalian heran?” Mereka menjawab, “Wahai Rasulullah, laki-laki (yang pertama meninggal) adalah orang yang paling bersemangat dalam berjihad dari yang lain, lalu dia mati syahid. Tapi, mengapa orang yang lain (laki-laki yang meninggal belakangan) justru masuk surga terlebih dahulu darinya?” Rasulullah SAW menjawab: “Bukankah orang ini hidup setahun setelahnya?” Mereka menjawab, “Ya.” Beliau bersabda: “Bukankah ia mendapatkan bulan Ramadan dan berpuasa? Ia juga telah mengerjakan shalat ini dan itu dengan sekian banyak sujud dalam setahun?” Mereka menjawab, “Ya.” Rasulullah SAW kembali bersabda: “Sungguh, sangat jauh perbedaan antara keduanya (dalam kebajikan) bagaikan antara langit dan bumi.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah di dalam Sunannya, dan dishahihkan oleh al-Albani. Lihat Shahih Sunan Ibnu Majah, No. 3185, 3/ 284, hal. 420)
Memperhatikan hadits tersebut, nilai dua orang yang baru masuk Islam oleh Rasul SAW dikatakan mempunyai perbedaan yang sangat jauh, yakni bagaikan langit dan bumi. Dijelaskan, orang yang satu langsung berjihad hingga menemui kematian syahid dan nilai amalan orang ini hanya jihad saja. Hal ini berbeda dengan amalan orang lainnya, yakni seperti mengerjakan salat, mengamalkan puasa dan segala macam perintah lainnya, berarti dia sudah mempunyai simpanan amal kebaikan dan orang seperti ini dikabarkan masuk surga lebih dahulu daripada mereka yang langsung jihad. Walaupun pada intinya sama-sama meraih atau masuk surga, tetapi nilainya berbeda jauh.
Demikianlah, salah satu kabar gembira dari Nabi Muhammad SAW tentang kemuliaan dan keutamaan menjalankan puasa Ramadan. Dan, sekarang bagaimana dengan puasa yang akan kita jalankan tahun 2021 ini? Semoga kita dapat menyempurnakan sesempurna mungkin dan istiqamah dalam meraih keutamaan itu. Semoga dengan puasa Ramadan ini kita makin mendekatkan diri kepada Allah. Amin.
*) Dr. Rafid Abbas, MA., Dosen Pascasarjana IAIN Jember.