Ajaran Islam telah menciptakan beberapa tradisi dan akulturasi budaya, keduanya tidak hanya melahirkan tatanan masyarakat dalam beribadah saja, akan tetapi keduanya juga berpengaruh terhadap perkembangan sendi kehidupan baik itu sosial, ekonomi  dan budaya. Dalam persoalan bahasa, budaya dan pariwisata misalnya, Indonesia sedikit banyak harus mengimplementasikan sistem pengembangan bahasa daerah dan juga bahasa Internasional seperti bahasa Inggris. Demikaian juga bahasa Mandarin, Jepang dan juga bahasa Arab, Perancis dan lainnya.

Untuk mengimplementasikan budaya berbahasa diperlukan  adanya nilai kesantunan dalam berbahasa, hal ini karena Indonesia memiliki adat ketimuran yang kental dan senantiasa diterapkan dalam kehidupan keseharian. Dalam kajian secara pragmatik, George (2011) menyatakan “politeness can be accomplished in situation of social distance or closeness”.  Bahwa diperlukan kesantunan untuk berbahasa dengan yang lain dalam situasi yang berbeda dengan jarak dan kedekatan secara sosial yang berbeda pula.

Sementara itu dalam rangka melakukan persaingan global terutama hal yang berkaitan dengan pelayanan terhadap wisatawan baik lokal maupun manca negara, perlu dipersiapkan sejumlah langkah.  Salah satu hal utama yang perlu diperhatikan adalah upaya para akademisi dan praktisi dalam membangun masyarakat dekat kawasan wisata. Hal tersebut dikarenakan masyarakat secara otomastis bisa menikmati manfaat dari adanya pengembangan sektor- ektor pariwisata tersebut. Salah satu tugas dari para akademisi dan praktisi yaitu bagaimana mengajarkan kepada masyarakat dalam menerapkan budaya berbahasa yang baik dan santun terhadap para wisatawan.

Menurut Seken “all human beings born naturally and irrespective of many factors”, bahwa  kemampuan bahasa dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain dari budaya, suku, ideology, agama, dan  juga warna kulit. Sementara itu Foley (1997), Artawa (2005) dan Jufrizal (2013) menyatakan bahwa kehidupan manusia berawal dari kehidupan sosial sehingga sangat berhubungan dengan budaya alamiah terutama di lingkungan masyarakat penuturnya. Mempelajari ilmu bahasa baik pada tataran mikro linguistik maupun makro linguistik sangatlah penting karena bahasa merupakan sarana penghubung antara perkembangan peradaban manusia. Mempelajari ilmu bahasa bukan hanya mempelajari bahasa itu sendiri akan tetapi bagaimana mengaitkan bahasa dengan budaya yang ada.

Lingusitik dan kebudayaan memiliki peranan yang sangat penting terhadap perkembangan dunia pariwisata disegala sektor. Kebudayaan itu sendiri juga memiliki makna yang hampir sama, karena budaya adalah segala hal yang meliputi keseluruhan, ide-ide manusia, karya manusia dan budi pekerti manusia. Budaya, bahasa dan budipekerti berawal dari kehidupan sosial, bedasarkan nilai kesopanan, tingkah laku, dan attitude (Yule, 2011).

Budaya berbahasa dalam hal ini adalah hal yang berkaitan dengan budaya dalam memilah-milah kohesi, frasa, klausa serta kalimat yang digunakan sebagai alat berkomunikasi. Selain itu, perlunya memperhatikan aspek pengelompokan bahasa, termasuk diantaranya  pengelompokan bahasa berdasarkan genetik, tipologi dan kawasan. Tipologi dalam berbahasa yang sesuai dengan kaidah bukan hanya pada tataran unsur mikro lingustik, akan tetapi perlunya unsur makro lingusitik seperti pada aspek applied linguistics for tourism, sociolinguistics, psycholinguistics dan bahkan pada aspek Eco linguistics.

Banyak sekali ditemukan tipologi bahasa yang berbeda antara daerah satu dengan daerah yang lain dan antara negara satu dengan negara yang lain. Bahasa Austronesia dan bahasa non Austronesia terkadang mempengaruhi masyarakat dalam menggunakan budaya berbahasa. Hal ini berkaitan dengan pengelompokan bahasa berdasarkan wilayah. Budaya berbahasa yang baik tentu saja dibarengi dengan pendidikan dan pengalaman serta daya keluasan kita dalam menghadapi permasalahan di lapangan. Hal ini berkaitan dengan bagaimana penggunaan bahasa dan budaya tersebut bisa berpadu dan selaras untuk membantu pengembangan pariwisata disegala sektor.

Fenomena tersebut akan terkait erat dengan “booming issue” mengenai pengembangan pariwisata halal di Indonesia.  Isu industri pariwisata halal yang diterapkan oleh masyarakat dan pemerintah di setiap daerah terkadang memiliki gap dengan beragam ciri khasnya. Mereka  menawarkan konsep yang berbeda dalam membawa sektor pariwisata tersebut menuju Halal Tourism.  Konsep Halal Tourism yang saat ini menjadi trending di Indonesia terutama di wilayah Jawa Timur adalah  konsep pariwisata halal yang diterapkan di Kabupaten “Sunrise of Java” Banyuwangi. Misalnya, konsep wisata syariah yang diterapkan sejak tahun 2017 di Pulau Santen merupakan konsep wisata halal, dimana kosep yang ditawarkan adalah membedakan pengunjung laki-laki dan perempuan. Tidak hanya itu saja halal tourism di pulau Santen tersebut berkaitan dengan sarana dan fasilitas seperti mushola, tempat wudhu dan beberapa jenis kuliner halal (Detiknews.com, 27/02/2019).

Fenomena lain adalah  konsep “Welcome to Halal” di Pantai Boom Marina Banyuwangi yang meliputi; halal talk, halal market dan Halal Fundraising Concert. Perwujudan Pariwisata Halal ini berbentuk even-even yang sering dilakukan di tersebut  yang cenderung ke hal yang menjurus ke religi. Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran dan kepatuhan kepada masyarakat, pelaku wisata dan wisatawan, khususnya gaya hidup secara religi, gaya hidup halal dan juga cara mengembangkan industri halal bagi para pelaku UMKM seperti kuliner, oleh-oleh khas, garmen dan handicraft yang ada di Indonesia khususnya bagi masyarakat di Banyuwangi.

Terkait dengan pengembangan industri pariwisata halal itu, ada “rekomendasi” menarik dalam  webinar yang digelar Maret 2021 antara Kepala Dinas Pariwisata Banyuwangi, Bupati Banyuwangi dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahudin Uno. Bahwa diperlukan pengeloaan potensi pariwisata yang serius khususya dibidang akomodasi, atraksi wisata, sertifikasi kebersihan dan kesehatan, preferensi wisatawan, sumberdaya manusia pariwisata dan pengaturan jam buka, khususunya pada masing-masing destinasi wisata.

Dengan demikian, pariwisata halal merupakan salah satu contoh bagaiamana para akademisi, praktisi, masyarakat serta pemerintah menyambut, memberdayakan, mengembangkan sektor pariwisata halal. Penting diingat, bahwa pariwisata halal sebetulnya bukanlah sesuatu yang tabu jika diterapkan di Indonesia, hal ini karena Indonesia adalah negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam.

Berdasarkan data Badan Pusat statistik (BPS), disebutkan sekitar 1,27 juta wisatawan mancanegara di Januari 2020 yang berkunjung di Indonesia berasal dari wisatawan Malaysia, Timur Tengah, Thailand dan Brunai Darussalam (Sindonews.com, 02/03/2020). Peluang-peluang tersebut harusnya dikaji oleh para akademisi, praktisi serta para pelaku wisata yang ada di Indonesia. Para akademsi dan praktisi bisa melihat peluang yang luar biasa kedepannya. Karena pariwisata halal tidak hanya berimbas pada satu sektor religi dan ekonomi saja, akan tetapi bisa memberikan dampak yang signifikan ke berbagai sektor yang berkaitan dengan pendapatan bagi masyarakat.

Setiap daerah pastinya memiliki perbedaan konsep dalam mengelola pariwisata halal. Konsep pariwisata halal yang diterapkan oleh pemerintah dan masyarakat di Banyuwangi adalah hal yang berkaitan dengan sarana dan prasarana kawasan wisata. Perlunya tanda/ simbol (sign- sign) yang letakkan di setiap sudut sarana dan prasarana. Tanda/ penunjuk arah itu tersebut tentunya ditulis berdasarkan bahasa yang sering digunakan oleh wisatawan dan masyarakat meliputi bahasa bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa Indonesia dan bahasa Oseng yang menjadi icon kota Banyuwangi.

Pentinganya menyatukan aspek linguistik, budaya dan pariwisata terhadap pengembangan industri pariwisata halal di Indonesia, karena ketiga aspek ini akan dapat mendongkrak perekonomian disegala sektor. Disamping itu, pariwisata merupakan sektor universal dan tidak akan mati sepanjang zaman. Dengan demikian, diperlukan calon sumberdaya manusia baik akademisi maupun praktisi yang memahami secara akademik dan praktis dalam mengelola pariwisata halal di Indonesia. Sektor pariwisata halal bisa berkembang pesat jika dikelola secara maksimal, terprogram, sistematis dan profesional (*)

*) Dr. Inayatul Mukarromah.,S.S.,M.Pd., Dosen Pascasarjana IAIN Jember

.