JEMBER, RADARJEMBER.ID – SDN Kebonsari 05 menjadi salah satu SDN yang kerap kali jadi rujukan anak berkebutuhan khusus (ABK) atau siswa difabel di wilayah kota. Sayangnya, saat ini sekolah yang berada di tengah perumahan itu sudah tidak memiliki lagi guru yang punya kemampuan mendampingi siswa difabel.
“Kalau ada anak difabel mau daftar di sekolah kami, selalu diarahkan ke SDN Kebonsari 05,” ucap Wakil Kepala SDN Sumbersari 01 Ida Riantinah. Untuk tahun ini, kata dia, tidak ada calon peserta didik yang difabel. Namun, beberapa tahun yang lalu pernah ada ABK yang daftar, tapi diarahkan ke SDN Kebonsari 05 dan akhirnya sekolah di sana.
Sementara itu, Kepala SDN Kebonsari 05 Tri Supandariasih menjelaskan, untuk tahun ini belum ada peserta didik dari difabel. Sedangkan jumlah siswa difabel di SDN Kebonsari 05 tersisa satu siswa saja. “Sekarang kelas tiga mau naik kelas empat,” paparnya.
Detailnya seperti apa siswa tersebut, Tri tidak bisa menjelaskan lantaran selama setahun terakhir ini pelaksanaan pembelajaran berlangsung daring. Namun, sepengetahuannya, siswa tersebut adalah tunagrahita.
SDN Kebonsari 05 dari dulu memang kerap menjadi rujukan siswa difabel yang ingin sekolah di SD negeri. Namun, itu dulu. Sebab, kondisi sekarang tidak ada lagi guru yang punya keahlian dan kemampuan mendidik siswa difabel. “Dulu ada guru difabel, tapi anak sukwan. Namun, sekarang keluar, tidak lagi mengajar di SDN Kebonsari 05,” ucapnya.
Dari pemerintah daerah juga telah dibuatkan ruang kelas untuk peserta didik disabilitas. Namun, karena siswa difabel hanya satu dan tidak memiliki guru khusus mengajar siswa ABK, maka dalam pembelajarannya siswa ABK tidak dibedakan. Melainkan disatukan bersama teman sekelasnya.
Tri menjelaskan, memang tidak boleh sekolah negeri menolak siswa difabel. Namun, tantangannya sekolah tidak memiliki guru dengan keahlian mengajar khusus ABK. “Kalau siswanya tunanetra atau tunarungu, nanti seperti apa mengajarnya? Karena tidak ada guru dan fasilitas yang ada di sekolah,” ucapnya.
Tidak hanya Tri yang khawatir bila ada siswa difabel yang mendaftar. Sudarti, guru yang sebelumnya Plt Kepala SDN Kepatihan 02, Kecamatan Kaliwates, mengatakan, memang yang paling berat adalah untuk tunanetra hingga tunarungu.
Dia mengaku pernah berpengalaman mengajar siswa difabel, tapi tunadaksa. Teknis pengajarannya hampir sama dengan siswa lain dan bisa menangkap pelajaran. Yang tidak bisa diikuti hanya praktik pelajaran pendidikan jasmani atau olahraga. Karena itu, saat pelajaran tersebut siswa itu kerap tidak mengikuti. “Jadi, saat ujian penjaskes, siswa tunadaksa itu diberi pengecualian nilai,” terangnya.
Setelah siswa tunadaksa itu lulus, hingga kini tidak ada lagi peserta didik difabel yang mendaftar PPDB di SDN Kepatihan 2.
Jurnalis : Dwi Siswanto
Fotografer : Dwi Siswanto
Redaktur : Mahrus Sholih