SUMBERSARI, RADARJEMBER.ID – Penurunan level PPKM di Kabupaten Jember menjadi angin segar bagi para mahasiswa dan dosen di perguruan tinggi. Mereka bisa mulai menggelar pembelajaran tatap muka (PTM) seperti yang sudah dilakukan siswa sejak beberapa waktu lalu. Namun, tak lantas meminta semua mahasiswa masuk bersamaan.
Salah satunya dilakukan oleh Politeknik Negeri Jember, yang hanya memberlakukan pembelajaran luring bagi mahasiswa yang telah menyatakan siap pada surat kesediaan yang diberikan sebelumnya. Pemberlakuan ini juga hanya diberlakukan bagi beberapa program studi yang dinilai sangat membutuhkan PTM. “Tidak untuk semua prodi, tapi memang kita batasi. Baik dari sisi kesiapan mahasiswa maupun infrastruktur kampus. Artinya, kami dalam pelaksanaan PTM ini tetap menggunakan referensi atau rujukan dari peraturan yang sudah dirilis oleh pemerintah,” ungkap Wakil Direktur I Bidang Akademik Politeknik Negeri Jember Surateno SKom MKom.
Pemberlakuan PTM memang telah ada sesuai dengan peraturan Inmendagri, yang menyatakan bahwa untuk wilayah dengan PPKM level 1 sampai 3 diperkenankan melaksanakan PTM dengan maksimal 50 persen peserta. Sementara itu, Polije sebagai pendidikan tinggi mengikuti aturan yang lebih terperinci oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) yang merilis edaran terkait PTM Nomor 4 Tahun 2021. “Itu juga menjadi rujukan kami. Sehingga dalam PTM ini kalau kami klasifikasikan ada tiga bagian besar dari proses pelaksanaan,” imbuhnya.
Klasifikasi tersebut meliputi persiapan, kemudian pelaksanaan PTM itu sendiri, dan selanjutnya pemantauan. Dalam persiapan tersebut, Polije meminta semua prodi melakukan pendataan dan mapping terhadap calon peserta yang bersedia. Kebersediaan tersebut diketahui melalui surat kebersediaan yang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu calon peserta yang di bawah 21 tahun dan calon peserta yang berusia lebih dari 21 tahun.
Peserta yang di bawah 21 tahun itu wajib meminta kesediaan orang tua atau wali. Sementara, bagi mahasiswa yang berusia 21 tahun lebih menggunakan kesediaan mandiri. “Kemudian, dalam form tersebut dicantumkan juga domisili saat ini. Bisa jadi dia Papua, tapi dari tahun sebelumnya domisili di Jember. Kemudian, status vaksinasi apakah dosis satu atau dua,” paparnya.
Dari data status vaksinasi, dilakukan mapping yang ternyata rata-rata lebih dari 90 persen mahasiswa telah divaksin. Maka, bagi yang belum divaksin, institusi juga memfasilitasi layanan vaksinasi pada 23 September lalu. “Kami ingin memastikan agar semua entitas yang terlibat dalam PTM itu, baik mahasiswa, dosen, maupun tenaga kependidikan, teknisi, itu sudah melakukan vaksinasi minimal dosis pertama,” lanjut Surateno.
Kemudian, dari sisi sarana dan prasarana kesehatan atau protokol kesehatan (prokes), setiap gedung telah disediakan tempat cuci tangan lengkap dengan sabun, rancangan sarpras pembelajaran dengan jaga jarak minimal 1,5 meter. Begitu pula dengan kapasitas laboratorium maksimal 50 persen. Kalaupun ada ruangan yang lebih besar, maka ada batasan lain, yakni maksimal 25 orang.
Dari sisi durasi, Polije melakukan konsep 3-2-3 jam. Yaitu tiga jam untuk sesi pagi, kemudian dua jam untuk masa transisi dan sterilisasi, lalu tiga jam lagi untuk sesi siang. Durasi tersebut telah dipertimbangkan demi memberikan kebugaran dan imunitas penyelenggara pendidikan maupun peserta didik di dalam menyelenggarakan layanannya.
Polije juga menyediakan sarana antisipasi ketika ada kasus selama pelaksanaan PTM. Pertama, tentu fasilitas tim dari satgas kampus, yang sudah disiapkan bahkan sejak awal pandemi. Kemudian, tersedia ruang isolasi sementara yang terletak di dalam kampus, yakni di asrama. Ruangan tersebut sifatnya semacam P3K, di mana nantinya pasien akan diisolasi sementara sambil menunggu tindakan medis lanjut. “Kami akan isolasi di situ sambil tim satgas mengomunikasikan dengan fasilitas lanjutan,” ungkapnya.
Begitu juga dengan disinfeksi yang dilakukan oleh tenaga cleaning service di masing-masing gedung. Bahkan, dalam skop yang lebih besar, setiap akhir pekan harus dilakukan disinfeksi secara menyeluruh. “Itu bagian dari mengedukasi bahwa prokes itu penting. Karena keberlanjutan PTM ini itu bergantung pada semua pihak, khususnya mahasiswa. Ini untuk semua entitas, untuk tenaga pendidik dan kependidikan kami punya instrumen sendiri untuk menilai kedisiplinan,” lanjutnya.
Pelaksanaan PTM ini akan dikaji ulang dalam dua minggu pertama. Sebab, pembelajaran ini masih bersifat habituasi dan mencoba. Jika dinilai efektif dan baik untuk semua pihak, maka akan dinilai di lingkungan yang lebih besar. Beberapa prodi yang belum PTM kemungkinan akan menyusul secara bertahap.
Reporter : Delfi Nihayah
Fotografer : Polije For Radar Jember
Editor : Lintang Anis Bena Kinanti