30.2 C
Jember
Sunday, 4 June 2023

Upaya SMP An-Nur di Tengah Persaingan Pendidikan

Bagi sekolah swasta, masa penerimaan peserta didik baru (PPDB) menjadi peluang sekaligus tantangan tersendiri. Beragam strategi dilakukan agar bisa menjaring siswa baru. Lantas, bagaimana mereka menghadapi hal itu?

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Menjamurnya sekolah-sekolah di Jember memicu persaingan dan kompetisi antarlembaga pendidikan dalam menjaring calon siswa baru. Persaingan itu tidak hanya ada di lembaga-lembaga sekolah sekitar kota. Di pinggiran kota dan perdesaan juga sama.

Baca Juga : Cermati, Persyaratan PPDB SMP/MTs Swasta di Jember

Seperti di Desa Mangaran, Kecamatan Ajung. Di sana, ada lembaga SMP An-Nur. Lembaga pendidikan SMP swasta di tempat ini tergolong baru. Berdiri sejak 2014 lalu di bawah naungan yayasan dan pondok pesantren yang lebih dulu berdiri pada tahun 1984 silam.

Mobile_AP_Rectangle 2

Meskipun pesantrennya terbilang lama, namun untuk ukuran lembaga formal SMP masih tergolong baru. Mereka pun harus bersaing dengan lembaga setara lainnya di Kecamatan Ajung yang jumlahnya tidak sedikit. Mencapai 23 lembaga. Dua SMP negeri, dan 21 SMP/MTs swasta.

Pihak SMP An-Nur mengaku, momen PPDB itu menjadi peluang sekaligus tantangan tersendiri. Terlebih untuk lembaga yang usianya baru beranjak 8 tahun. “Peluang itu ada setiap saat. Salah satunya SMP kita berada di lingkungan pondok yang mewajibkan semua siswanya nyantri,” kata Syamsul Arifin, Kepala SMP An-Nur.

Sejak awal sekolah didirikan, kata Arif, upaya menjaring siswa baru itu diakuinya gampang-gampang sulit. Selama ini, pihak sekolah dan pesantren mengupayakan itu dengan jaringan alumni pondok dan peran dari wali santri atau wali siswa. “Wali santri dan alumni kami titipkan brosur lembaga kami, disampaikan ke keluarga atau masyarakat,” tambah ayah satu anak ini.

SMP dan pondok pesantren itu sebenarnya juga sering mengadakan peringatan hari-hari besar Islam. Seperti Maulid, Isra Mikraj, Haul, dan lainnya. Selain sebagai syiar Islam, beragam kegiatan itu secara tidak langsung demi mengorbitkan eksistensi lembaga formal yang ada di pesantren tersebut. Sebab, di acara itu pula bakat dan kemampuan santri bisa ditunjukkan.

Namun demikian, bersaing dengan 23 lembaga SMP/MTs yang ada di Kecamatan Ajung tidaklah mudah. Selama berdiri hingga sekarang, SMP An-Nur masih mengupayakan untuk menjadi lembaga formal yang mandiri. “Sekarang sekolah kami masih menginduk ke MTs Ar Riyadh Kertonegoro, dengan total sekitar 28 siswa dan 15 tenaga pendidik. Termasuk guru-guru yang ada di madrasah diniyah pesantren kami,” tambah pria 27 tahun itu.

Sebenarnya, sarana dan prasarana pada SMP yang dipimpin Arif tersebut terbilang cukup. Gedung asrama dan ruang belajar untuk siswa-siswi juga ada. Bahkan siswa baru tidak dipungut biaya sama sekali selama belajar. “Kalau untuk biaya kebutuhan hidup sehari-hari saja, itu dari kiriman wali santri,” sambung Arif.

Alumnus UIN KHAS Jember itu menilai, sebenarnya baik lembaga swasta ataupun negeri, SMP ataupun MTs, sama-sama bertujuan menyediakan pendidikan untuk masyarakat yang itu kembalinya ke masyarakat pula. Namun, selama ini porsi perhatian pemerintah yang kurang merata. Oleh karenanya, masih muncul ketimpangan antara lembaga formal swasta dengan negeri. “Memang siswa kami banyak menyasar kalangan masyarakat menengah ke bawah. Tapi, kami senantiasa berupaya lembaga ini bisa mandiri. Insyaallah dalam satu atau dua tahun ke depan,” harapnya.

 

Jurnalis : Maulana
Fotografer : Istimewa
Redaktur : Nur Hariri

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Menjamurnya sekolah-sekolah di Jember memicu persaingan dan kompetisi antarlembaga pendidikan dalam menjaring calon siswa baru. Persaingan itu tidak hanya ada di lembaga-lembaga sekolah sekitar kota. Di pinggiran kota dan perdesaan juga sama.

Baca Juga : Cermati, Persyaratan PPDB SMP/MTs Swasta di Jember

Seperti di Desa Mangaran, Kecamatan Ajung. Di sana, ada lembaga SMP An-Nur. Lembaga pendidikan SMP swasta di tempat ini tergolong baru. Berdiri sejak 2014 lalu di bawah naungan yayasan dan pondok pesantren yang lebih dulu berdiri pada tahun 1984 silam.

Meskipun pesantrennya terbilang lama, namun untuk ukuran lembaga formal SMP masih tergolong baru. Mereka pun harus bersaing dengan lembaga setara lainnya di Kecamatan Ajung yang jumlahnya tidak sedikit. Mencapai 23 lembaga. Dua SMP negeri, dan 21 SMP/MTs swasta.

Pihak SMP An-Nur mengaku, momen PPDB itu menjadi peluang sekaligus tantangan tersendiri. Terlebih untuk lembaga yang usianya baru beranjak 8 tahun. “Peluang itu ada setiap saat. Salah satunya SMP kita berada di lingkungan pondok yang mewajibkan semua siswanya nyantri,” kata Syamsul Arifin, Kepala SMP An-Nur.

Sejak awal sekolah didirikan, kata Arif, upaya menjaring siswa baru itu diakuinya gampang-gampang sulit. Selama ini, pihak sekolah dan pesantren mengupayakan itu dengan jaringan alumni pondok dan peran dari wali santri atau wali siswa. “Wali santri dan alumni kami titipkan brosur lembaga kami, disampaikan ke keluarga atau masyarakat,” tambah ayah satu anak ini.

SMP dan pondok pesantren itu sebenarnya juga sering mengadakan peringatan hari-hari besar Islam. Seperti Maulid, Isra Mikraj, Haul, dan lainnya. Selain sebagai syiar Islam, beragam kegiatan itu secara tidak langsung demi mengorbitkan eksistensi lembaga formal yang ada di pesantren tersebut. Sebab, di acara itu pula bakat dan kemampuan santri bisa ditunjukkan.

Namun demikian, bersaing dengan 23 lembaga SMP/MTs yang ada di Kecamatan Ajung tidaklah mudah. Selama berdiri hingga sekarang, SMP An-Nur masih mengupayakan untuk menjadi lembaga formal yang mandiri. “Sekarang sekolah kami masih menginduk ke MTs Ar Riyadh Kertonegoro, dengan total sekitar 28 siswa dan 15 tenaga pendidik. Termasuk guru-guru yang ada di madrasah diniyah pesantren kami,” tambah pria 27 tahun itu.

Sebenarnya, sarana dan prasarana pada SMP yang dipimpin Arif tersebut terbilang cukup. Gedung asrama dan ruang belajar untuk siswa-siswi juga ada. Bahkan siswa baru tidak dipungut biaya sama sekali selama belajar. “Kalau untuk biaya kebutuhan hidup sehari-hari saja, itu dari kiriman wali santri,” sambung Arif.

Alumnus UIN KHAS Jember itu menilai, sebenarnya baik lembaga swasta ataupun negeri, SMP ataupun MTs, sama-sama bertujuan menyediakan pendidikan untuk masyarakat yang itu kembalinya ke masyarakat pula. Namun, selama ini porsi perhatian pemerintah yang kurang merata. Oleh karenanya, masih muncul ketimpangan antara lembaga formal swasta dengan negeri. “Memang siswa kami banyak menyasar kalangan masyarakat menengah ke bawah. Tapi, kami senantiasa berupaya lembaga ini bisa mandiri. Insyaallah dalam satu atau dua tahun ke depan,” harapnya.

 

Jurnalis : Maulana
Fotografer : Istimewa
Redaktur : Nur Hariri

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Menjamurnya sekolah-sekolah di Jember memicu persaingan dan kompetisi antarlembaga pendidikan dalam menjaring calon siswa baru. Persaingan itu tidak hanya ada di lembaga-lembaga sekolah sekitar kota. Di pinggiran kota dan perdesaan juga sama.

Baca Juga : Cermati, Persyaratan PPDB SMP/MTs Swasta di Jember

Seperti di Desa Mangaran, Kecamatan Ajung. Di sana, ada lembaga SMP An-Nur. Lembaga pendidikan SMP swasta di tempat ini tergolong baru. Berdiri sejak 2014 lalu di bawah naungan yayasan dan pondok pesantren yang lebih dulu berdiri pada tahun 1984 silam.

Meskipun pesantrennya terbilang lama, namun untuk ukuran lembaga formal SMP masih tergolong baru. Mereka pun harus bersaing dengan lembaga setara lainnya di Kecamatan Ajung yang jumlahnya tidak sedikit. Mencapai 23 lembaga. Dua SMP negeri, dan 21 SMP/MTs swasta.

Pihak SMP An-Nur mengaku, momen PPDB itu menjadi peluang sekaligus tantangan tersendiri. Terlebih untuk lembaga yang usianya baru beranjak 8 tahun. “Peluang itu ada setiap saat. Salah satunya SMP kita berada di lingkungan pondok yang mewajibkan semua siswanya nyantri,” kata Syamsul Arifin, Kepala SMP An-Nur.

Sejak awal sekolah didirikan, kata Arif, upaya menjaring siswa baru itu diakuinya gampang-gampang sulit. Selama ini, pihak sekolah dan pesantren mengupayakan itu dengan jaringan alumni pondok dan peran dari wali santri atau wali siswa. “Wali santri dan alumni kami titipkan brosur lembaga kami, disampaikan ke keluarga atau masyarakat,” tambah ayah satu anak ini.

SMP dan pondok pesantren itu sebenarnya juga sering mengadakan peringatan hari-hari besar Islam. Seperti Maulid, Isra Mikraj, Haul, dan lainnya. Selain sebagai syiar Islam, beragam kegiatan itu secara tidak langsung demi mengorbitkan eksistensi lembaga formal yang ada di pesantren tersebut. Sebab, di acara itu pula bakat dan kemampuan santri bisa ditunjukkan.

Namun demikian, bersaing dengan 23 lembaga SMP/MTs yang ada di Kecamatan Ajung tidaklah mudah. Selama berdiri hingga sekarang, SMP An-Nur masih mengupayakan untuk menjadi lembaga formal yang mandiri. “Sekarang sekolah kami masih menginduk ke MTs Ar Riyadh Kertonegoro, dengan total sekitar 28 siswa dan 15 tenaga pendidik. Termasuk guru-guru yang ada di madrasah diniyah pesantren kami,” tambah pria 27 tahun itu.

Sebenarnya, sarana dan prasarana pada SMP yang dipimpin Arif tersebut terbilang cukup. Gedung asrama dan ruang belajar untuk siswa-siswi juga ada. Bahkan siswa baru tidak dipungut biaya sama sekali selama belajar. “Kalau untuk biaya kebutuhan hidup sehari-hari saja, itu dari kiriman wali santri,” sambung Arif.

Alumnus UIN KHAS Jember itu menilai, sebenarnya baik lembaga swasta ataupun negeri, SMP ataupun MTs, sama-sama bertujuan menyediakan pendidikan untuk masyarakat yang itu kembalinya ke masyarakat pula. Namun, selama ini porsi perhatian pemerintah yang kurang merata. Oleh karenanya, masih muncul ketimpangan antara lembaga formal swasta dengan negeri. “Memang siswa kami banyak menyasar kalangan masyarakat menengah ke bawah. Tapi, kami senantiasa berupaya lembaga ini bisa mandiri. Insyaallah dalam satu atau dua tahun ke depan,” harapnya.

 

Jurnalis : Maulana
Fotografer : Istimewa
Redaktur : Nur Hariri

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca