RADAR JEMBER.ID – Raut wajah Nia Helvi begitu serius mendengarkan diskusi tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di ruang workshop gedung H Fakultas Ilmu Pendidikan dan Keguruan (FKIP) Universitas Jember (Unej), kemarin (24/6). Saat diberikan kesempatan bicara, warga Bintoro, Patrang, tersebut begitu lantang menyuarakan aspirasinya. Terutama tentang anaknya yang gagal masuk SMPN 2 Jember.
Ibu rumah tangga yang akrab disapa Nia itu menilai kebijakan sistem zonasi merugikan. Terutama untuk tingkat SMP. Sebab, anaknya tidak bisa diterima di SMPN 2 Jember, padahal nilainya menjadi tertinggi yang ke enam tingkat kabupaten.
Kekesalan anaknya pun diluapkan dengan menyobek hasil try out yang tinggi. Dia merasa percuma nilai tinggi, namun tidak bisa melanjutkan studi di sekolah yang diimpikan. “Saya sepakat dengan sistem zonasi ini, jika kualitas semua sekolah itu sama. Seperti guru dan sarana prasarananya,” terangnya.
Sebagai orang tua, dia memilih sekolah tidak hanya karena sekolah itu favorit. Tapi juga persoalan pergaulan dan lingkungan sekolah. “Kalau sekolah di dekat rumah, yang saya khawatirkan adalah pergaulannya,” ucapnya.
Dosen FKIP Universitas Jember, Budi Setyono mengatakan, sistem PPDB dengan zonasi dengan memperhitungkan jarak rumah dinilai terburu-buru untuk diterapkan. “Mestinya dikaji lebih dalam, agar tidak timbul polemik di masyarakat,” tambahnya.
Jika PPDB dengan sistem zonasi tersebut diberlakukan, sebaiknya pemerataan sekolah yang harus disiapkan. Bukan soal kualitas dan fasilitas saja, namun juga akses kependudukan. Sebab, tak semua kecamatan memiliki SMA negeri.
Berbeda dengan dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (Feb) Unej, Ciplis Gema Qoriah, yang juga panitia Forum Grup Diskusi (FDG) menambahkan, dunia pendidikan tidak sekadar mengejar nilai dan sekolah yang bagus. Sebab, kecerdasan anak itu tidak serta-merta dilihat dari nilai. “Pandai di bidang olahraga, pintar berbicara, bergaul, itu adalah salah satu kecerdasan,” paparnya.
Dia menilai, sistem zonasi juga ada manfaatnya. Yakni dekat dengan rumah, menghemat waktu, menghemat biaya. Isu global yaitu ketersediaan bahan bakar juga jadi perhitungan sendiri untuk menghemat bahan bakar dengan memperpendek jarak anak ke sekolah.
Sementara itu, Siti Masrifatul Fitriyah, ketua panitia sekaligus dosen di FKIP Unej menambahkan, pendidikan di Inggris juga memakai zonasi. “Ada dua sistem di sana. Zonasi dengan jarak, dan penerimaan siswa lewat tes,” ucap perempuan yang pernah menempuh pendidikan di Inggris tersebut.
Lewat jalur tes, semua siswa yang ingin masuk dites terlebih dahulu siapa yang lolos. Namun, untuk zonasi jarak, sekolah bisa menampung semua siswa yang berada dalam radius jarak atau zonanya. (*)