26.6 C
Jember
Wednesday, 31 May 2023

Manfaatkan Perpustakaan sebagai Co-Working Space

Mobile_AP_Rectangle 1

RADAR JEMBER.ID Di era disrupsi teknologi, fungsi perpustakaan tidak akan malah meredup, justru makin meluas asal dikelola dengan profesional. Ada banyak kesempatan dan cara yang bisa diambil pengelola perpustakaan agar makin diminati masyarakat. Salah satunya dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi (TIK).

Salah satu alternatif yang bisa dimunculkan adalah penggunaan perpustakaan sebagai co-working space yang kini tengah gencar dipilih generasi milenial untuk menyelesaikan urusan bisnis. Ini bisa menjadi sarana bagi anak-anak muda, khususnya mahasiswa yang umumnya akrab dengan dunia TIK.

Perpustakaan sebagai co-working space artinya perpustakaan tidak melulu hanya memberikan layanan peminjaman buku. Namun juga dapat menjadi fasilitas yang memberikan banyak layanan kepada anggotanya. Perpustakaan menjadi ruang belajar dan bekerja sama, utamanya bagi anak-anak muda yang ingin mengembangkan berbagai usaha rintisan. Untuk itu, perpustakaan wajib memberikan pelayanan yang mudah dan cepat dengan memanfaatkan kecanggihan TIK.

Mobile_AP_Rectangle 2

Keyakinan ini disampaikan oleh Prof Eko Indrajit, pakar TIK saat menjadi pemateri dalam seminar bertema Revitalisasi Peran Perpustakaan di Era Disrupsi Teknologi yang digelar oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perpustakaan Universitas Jember di Gedung Soerachman, kemarin (23/7). Selain menghadirkan Prof Eko Indrajit, para peserta seminar juga mendapatkan ilmu dari Taufiq A. Gani, Kepala UPT Perpustakaan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

Pakar yang juga merupakan ketua tim ahli TIK Kementerian Pertahanan ini lantas menyarankan agar perpustakaan melakukan reposisi fungsi dan perannya di masa disrupsi teknologi. Menurutnya, reposisi ini dijalankan dengan memperbaiki tata kelola perpustakaan serta saling berbagi layanan dan sumber daya manusia dengan perpustakaan lain.

Dengan demikian, masyarakat luas makin mudah mengakses layanan perpustakaan, tidak hanya bagi segmen tertentu saja, misalnya hanya untuk mahasiswa. “Salah satunya dengan memberikan keleluasaan dan kemandirian akses bagi anggotanya. Pengelola perpustakaan justru harus mau memahami keinginan dan kebutuhan anggotanya, yang umumnya adalah anak-anak muda yang akrab dengan dunia TIK,” imbuhnya.

Salah satunya melalui layanan Go Book, bekerja sama dengan penyedia jasa transportasi berbasis daring (online). Jika ada mahasiswa butuh buku, tinggal pesan saja. Atau ada layanan Library On Demand. Jadi, ada pembahasan mengenai suatu hal berdasarkan buku tertentu yang merujuk pada permintaan anggotanya, yang bisa juga kemudian disiarkan secara langsung ke khalayak. “Artinya fungsi perpustakaan sebagai sumber referensi ada di mana-mana dan bisa diakses oleh siapa pun,” jelas Eko.

Namun, pihaknya mengingatkan kepada pengelola perpustakaan bahwa ada fungsi perpustakaan yang tidak akan tergantikan oleh kecanggihan TIK. “Bagi kalangan intelektual, belajar di perpustakaan itu ibaratnya beribadah di tempat ibadah. Jadi, ada rasa yang tidak bisa tergantikan jika seseorang belajar di perpustakaan dengan belajar di tempat lain. Perpustakaan juga merupakan lokasi diskursus sunyi bagi seseorang untuk melakukan meditasi literasi. Dan jangan lupa, perpustakaan itu jadi salah satu indikator peradaban sebuah masyarakat. Maka tidak heran jika di negara maju pun, perpustakaan secara fisik tetap ada,” imbuhnya lagi.

Seminar tahunan yang merupakan agenda rutin UPT Perpustakaan Universitas Jember ini dibuka secara resmi oleh Zulfikar, Wakil Rektor I Universitas Jember. Dalam sambutannya, Zulfikar mengajak semua peserta seminar yang merupakan pengelola perpustakaan untuk berubah menghadapi tantangan di era Revolusi Industri 4.0 agar peran perpustakaan sebagai jantung perguruan tinggi tetap terjaga. “Perpustakaan kini dihadapkan pada tantangan makin mudahnya mencari referensi. Jika tidak berubah, maka perpustakaan akan ditinggalkan,” kata Zulfikar di hadapan seluruh peserta seminar dari Universitas Ciputra Surabaya, Universitas Petra Surabaya, Universitas Negeri Jakarta, Universitas Arta Wacana Kupang, dan peserta lainnya.

Sementara itu, menurut Kurnadi, ketua panitia kegiatan, selain menggelar seminar, pihaknya juga mengadakan lomba penulisan makalah dengan lima sub tema mengenai perpustakaan. Di antaranya strategi promosi perpustakaan di era digital, inovasi layanan perpustakaan, dan tema lainnya. “Ini seminar yang ketiga yang dimotori oleh UPT Perpustakaan, tujuannya sebagai wahana meningkatkan kemampuan pustakawan, membuka peluang kerja sama antarperpustakaan, sekaligus berbagi pengalaman dalam mengelola perpustakaan,” pungkas Kurnadi. (*)

- Advertisement -

RADAR JEMBER.ID Di era disrupsi teknologi, fungsi perpustakaan tidak akan malah meredup, justru makin meluas asal dikelola dengan profesional. Ada banyak kesempatan dan cara yang bisa diambil pengelola perpustakaan agar makin diminati masyarakat. Salah satunya dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi (TIK).

Salah satu alternatif yang bisa dimunculkan adalah penggunaan perpustakaan sebagai co-working space yang kini tengah gencar dipilih generasi milenial untuk menyelesaikan urusan bisnis. Ini bisa menjadi sarana bagi anak-anak muda, khususnya mahasiswa yang umumnya akrab dengan dunia TIK.

Perpustakaan sebagai co-working space artinya perpustakaan tidak melulu hanya memberikan layanan peminjaman buku. Namun juga dapat menjadi fasilitas yang memberikan banyak layanan kepada anggotanya. Perpustakaan menjadi ruang belajar dan bekerja sama, utamanya bagi anak-anak muda yang ingin mengembangkan berbagai usaha rintisan. Untuk itu, perpustakaan wajib memberikan pelayanan yang mudah dan cepat dengan memanfaatkan kecanggihan TIK.

Keyakinan ini disampaikan oleh Prof Eko Indrajit, pakar TIK saat menjadi pemateri dalam seminar bertema Revitalisasi Peran Perpustakaan di Era Disrupsi Teknologi yang digelar oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perpustakaan Universitas Jember di Gedung Soerachman, kemarin (23/7). Selain menghadirkan Prof Eko Indrajit, para peserta seminar juga mendapatkan ilmu dari Taufiq A. Gani, Kepala UPT Perpustakaan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

Pakar yang juga merupakan ketua tim ahli TIK Kementerian Pertahanan ini lantas menyarankan agar perpustakaan melakukan reposisi fungsi dan perannya di masa disrupsi teknologi. Menurutnya, reposisi ini dijalankan dengan memperbaiki tata kelola perpustakaan serta saling berbagi layanan dan sumber daya manusia dengan perpustakaan lain.

Dengan demikian, masyarakat luas makin mudah mengakses layanan perpustakaan, tidak hanya bagi segmen tertentu saja, misalnya hanya untuk mahasiswa. “Salah satunya dengan memberikan keleluasaan dan kemandirian akses bagi anggotanya. Pengelola perpustakaan justru harus mau memahami keinginan dan kebutuhan anggotanya, yang umumnya adalah anak-anak muda yang akrab dengan dunia TIK,” imbuhnya.

Salah satunya melalui layanan Go Book, bekerja sama dengan penyedia jasa transportasi berbasis daring (online). Jika ada mahasiswa butuh buku, tinggal pesan saja. Atau ada layanan Library On Demand. Jadi, ada pembahasan mengenai suatu hal berdasarkan buku tertentu yang merujuk pada permintaan anggotanya, yang bisa juga kemudian disiarkan secara langsung ke khalayak. “Artinya fungsi perpustakaan sebagai sumber referensi ada di mana-mana dan bisa diakses oleh siapa pun,” jelas Eko.

Namun, pihaknya mengingatkan kepada pengelola perpustakaan bahwa ada fungsi perpustakaan yang tidak akan tergantikan oleh kecanggihan TIK. “Bagi kalangan intelektual, belajar di perpustakaan itu ibaratnya beribadah di tempat ibadah. Jadi, ada rasa yang tidak bisa tergantikan jika seseorang belajar di perpustakaan dengan belajar di tempat lain. Perpustakaan juga merupakan lokasi diskursus sunyi bagi seseorang untuk melakukan meditasi literasi. Dan jangan lupa, perpustakaan itu jadi salah satu indikator peradaban sebuah masyarakat. Maka tidak heran jika di negara maju pun, perpustakaan secara fisik tetap ada,” imbuhnya lagi.

Seminar tahunan yang merupakan agenda rutin UPT Perpustakaan Universitas Jember ini dibuka secara resmi oleh Zulfikar, Wakil Rektor I Universitas Jember. Dalam sambutannya, Zulfikar mengajak semua peserta seminar yang merupakan pengelola perpustakaan untuk berubah menghadapi tantangan di era Revolusi Industri 4.0 agar peran perpustakaan sebagai jantung perguruan tinggi tetap terjaga. “Perpustakaan kini dihadapkan pada tantangan makin mudahnya mencari referensi. Jika tidak berubah, maka perpustakaan akan ditinggalkan,” kata Zulfikar di hadapan seluruh peserta seminar dari Universitas Ciputra Surabaya, Universitas Petra Surabaya, Universitas Negeri Jakarta, Universitas Arta Wacana Kupang, dan peserta lainnya.

Sementara itu, menurut Kurnadi, ketua panitia kegiatan, selain menggelar seminar, pihaknya juga mengadakan lomba penulisan makalah dengan lima sub tema mengenai perpustakaan. Di antaranya strategi promosi perpustakaan di era digital, inovasi layanan perpustakaan, dan tema lainnya. “Ini seminar yang ketiga yang dimotori oleh UPT Perpustakaan, tujuannya sebagai wahana meningkatkan kemampuan pustakawan, membuka peluang kerja sama antarperpustakaan, sekaligus berbagi pengalaman dalam mengelola perpustakaan,” pungkas Kurnadi. (*)

RADAR JEMBER.ID Di era disrupsi teknologi, fungsi perpustakaan tidak akan malah meredup, justru makin meluas asal dikelola dengan profesional. Ada banyak kesempatan dan cara yang bisa diambil pengelola perpustakaan agar makin diminati masyarakat. Salah satunya dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi (TIK).

Salah satu alternatif yang bisa dimunculkan adalah penggunaan perpustakaan sebagai co-working space yang kini tengah gencar dipilih generasi milenial untuk menyelesaikan urusan bisnis. Ini bisa menjadi sarana bagi anak-anak muda, khususnya mahasiswa yang umumnya akrab dengan dunia TIK.

Perpustakaan sebagai co-working space artinya perpustakaan tidak melulu hanya memberikan layanan peminjaman buku. Namun juga dapat menjadi fasilitas yang memberikan banyak layanan kepada anggotanya. Perpustakaan menjadi ruang belajar dan bekerja sama, utamanya bagi anak-anak muda yang ingin mengembangkan berbagai usaha rintisan. Untuk itu, perpustakaan wajib memberikan pelayanan yang mudah dan cepat dengan memanfaatkan kecanggihan TIK.

Keyakinan ini disampaikan oleh Prof Eko Indrajit, pakar TIK saat menjadi pemateri dalam seminar bertema Revitalisasi Peran Perpustakaan di Era Disrupsi Teknologi yang digelar oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perpustakaan Universitas Jember di Gedung Soerachman, kemarin (23/7). Selain menghadirkan Prof Eko Indrajit, para peserta seminar juga mendapatkan ilmu dari Taufiq A. Gani, Kepala UPT Perpustakaan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

Pakar yang juga merupakan ketua tim ahli TIK Kementerian Pertahanan ini lantas menyarankan agar perpustakaan melakukan reposisi fungsi dan perannya di masa disrupsi teknologi. Menurutnya, reposisi ini dijalankan dengan memperbaiki tata kelola perpustakaan serta saling berbagi layanan dan sumber daya manusia dengan perpustakaan lain.

Dengan demikian, masyarakat luas makin mudah mengakses layanan perpustakaan, tidak hanya bagi segmen tertentu saja, misalnya hanya untuk mahasiswa. “Salah satunya dengan memberikan keleluasaan dan kemandirian akses bagi anggotanya. Pengelola perpustakaan justru harus mau memahami keinginan dan kebutuhan anggotanya, yang umumnya adalah anak-anak muda yang akrab dengan dunia TIK,” imbuhnya.

Salah satunya melalui layanan Go Book, bekerja sama dengan penyedia jasa transportasi berbasis daring (online). Jika ada mahasiswa butuh buku, tinggal pesan saja. Atau ada layanan Library On Demand. Jadi, ada pembahasan mengenai suatu hal berdasarkan buku tertentu yang merujuk pada permintaan anggotanya, yang bisa juga kemudian disiarkan secara langsung ke khalayak. “Artinya fungsi perpustakaan sebagai sumber referensi ada di mana-mana dan bisa diakses oleh siapa pun,” jelas Eko.

Namun, pihaknya mengingatkan kepada pengelola perpustakaan bahwa ada fungsi perpustakaan yang tidak akan tergantikan oleh kecanggihan TIK. “Bagi kalangan intelektual, belajar di perpustakaan itu ibaratnya beribadah di tempat ibadah. Jadi, ada rasa yang tidak bisa tergantikan jika seseorang belajar di perpustakaan dengan belajar di tempat lain. Perpustakaan juga merupakan lokasi diskursus sunyi bagi seseorang untuk melakukan meditasi literasi. Dan jangan lupa, perpustakaan itu jadi salah satu indikator peradaban sebuah masyarakat. Maka tidak heran jika di negara maju pun, perpustakaan secara fisik tetap ada,” imbuhnya lagi.

Seminar tahunan yang merupakan agenda rutin UPT Perpustakaan Universitas Jember ini dibuka secara resmi oleh Zulfikar, Wakil Rektor I Universitas Jember. Dalam sambutannya, Zulfikar mengajak semua peserta seminar yang merupakan pengelola perpustakaan untuk berubah menghadapi tantangan di era Revolusi Industri 4.0 agar peran perpustakaan sebagai jantung perguruan tinggi tetap terjaga. “Perpustakaan kini dihadapkan pada tantangan makin mudahnya mencari referensi. Jika tidak berubah, maka perpustakaan akan ditinggalkan,” kata Zulfikar di hadapan seluruh peserta seminar dari Universitas Ciputra Surabaya, Universitas Petra Surabaya, Universitas Negeri Jakarta, Universitas Arta Wacana Kupang, dan peserta lainnya.

Sementara itu, menurut Kurnadi, ketua panitia kegiatan, selain menggelar seminar, pihaknya juga mengadakan lomba penulisan makalah dengan lima sub tema mengenai perpustakaan. Di antaranya strategi promosi perpustakaan di era digital, inovasi layanan perpustakaan, dan tema lainnya. “Ini seminar yang ketiga yang dimotori oleh UPT Perpustakaan, tujuannya sebagai wahana meningkatkan kemampuan pustakawan, membuka peluang kerja sama antarperpustakaan, sekaligus berbagi pengalaman dalam mengelola perpustakaan,” pungkas Kurnadi. (*)

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca