23.5 C
Jember
Saturday, 25 March 2023

Kiprah Bripka Muhammad Iqbal, Anggota Polri yang Mengabdi untuk Pendidikan

Sisihkan Gaji Demi Perbaikan Sekolah, Gratiskan Biaya untuk Yatim dan Duafa

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID- Mengapa masih saja ada orang yang susah-susah memikirkan liyan, padahal mereka sudah memiliki karir mapan? Misalnya, seperti yang dilakukan oleh Bripka Muhammad Iqbal ini. Sebagai anggota polisi yang berdinas di Satlantas Polres Jember, tentu saja dia sudah memiliki segudang kesibukan. Namun, di balik aktivitas rutinnya itu, dia masih saja menyempatkan diri mengabdi untuk pendidikan.

Jawa Pos Radar Jember menemuinya pekan lalu di TK Dewi Masyitoh 67, Dusun Krajan II, Desa Puger Kulon, Kecamatan Puger. Di lembaga inilah polisi yang pernah berdinas di Markas Brimob Bondowoso itu mengabdi. Sebagaimana anggota Polri pada umumnya, perawakannya tegap. Dandanannya juga rapi. “Rumah saya tidak jauh dari sini. Pinggir jalan raya yang menuju ke kantor kecamatan,” katanya, membuka percakapan.

Iqbal mengaku tak memiliki alasan khusus, kenapa dirinya sampai melibatkan diri pada dunia pendidikan anak. Namun, yang jelas, ia ingin memberi ruang seluas-luasnya kepada calon generasi bangsa supaya bisa mendapatkan pendidikan layak. Termasuk bagi anak yatim, yatim piatu, dan duafa. “Khusus untuk yatim dan yatim piatu, kami gratiskan. Tanpa syarat. Dan bagi warga tidak mampu, harus melampirkan surat keterangan dari desa,” ujarnya.

Mobile_AP_Rectangle 2

BACA JUGA: Kuota PPDB SMP Negeri Kota dan Pinggiran Masih Banyak

Bagi alumnus pendidikan Polri tahun 2001 ini, pendidikan anak bukan hanya jalan perjuangan, tapi juga wahana ibadah. Sebab, di masa bocah inilah karakter mereka terbentuk, sekaligus momentum yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai. Tak hanya nilai agama dan moralitas, tapi juga nilai kemanusiaan, kebangsaan, dan kenegaraan. “Ibarat rumah, masa kanak-kanak seperti membangun fondasinya. Jadi sangat penting. Dan saya juga meyakini, jika ilmu mereka berkah, saya juga bakal kecipratan pahalanya,” ucapnya.

Di lembaga ini, pria 42 tahun itu diamanahi sebagai Ketua Yayasan Muslimat dan Dewi Masyitoh. Ada dua lembaga yang bernaung di bawahnya. Taman kanak-kanak atau TK, serta kelompok belajar atau KB. Total ada empat rombongan belajar (rombel). Rata-rata, bocah yang bersekolah di lembaga ini merupakan anak dari warga desa setempat. “Namun, jika memang ada anak yatim maupun yatim piatu dari luar desa, kami juga siap menerima. Semuanya gratis. SPP maupun seragam dan biaya lain-lainnya,” tuturnya.

Sejak 2016 atau enam tahun lalu, Iqbal mengabdi di lembaga ini. Mulai saat itu, dirinya terus berupaya mengembangkan sekolah. Sebab, mengawal perjalanan lembaga swasta semacam ini tidaklah mudah. Biaya operasional dan anggaran pengembangan, kerap menjadi kendala. Sebagai contoh, dari empat rombel yang ada, ruangan yang digunakan belajar tidak mencukupi. Sehingga harus bergantian. “Dibagi dua sif. Pagi dan siang. Sif satu pukul 07.00-08.30 dan sif dua pukul 09.10.30,” ungkapnya.

Kini, dirinya masih berupaya mengakses bantuan dari pemerintah untuk menambah ruang kelas agar siswa tak lagi bergantian belajar. Sebab, jika harus merogoh kocek pribadi, anggarannya cukup besar. Berbeda jika hanya perbaikan ringan. Seperti mengganti kusen atau pengecatan. “Jika hanya mengecat atau perbaikan ringan, cukup pakai uang sendiri. Seperti kusen ini, baru saja dicat. Pakai anggaran pribadi,” ujarnya, sembari menunjuk kusen jendela kantor sekolah.

Iqbal juga memiliki mimpi yang lain. Selain pengembangan, serta menyediakan sekolah ramah bagi anak yatim dan duafa, dirinya juga ingin menyejahterakan para tenaga pendidik di dalamnya. Selama ini, para guru yang mengajar di lembaga ini bisa dibilang sukarelawan. Ada honornya, tapi cukup kecil.

“Beberapa waktu lalu, kami mendorong agar yang memiliki persyaratan mengikuti sertifikasi pendidik. Ini bagian dari ikhtiar menyejahterakan guru. Di luar itu, tentu saja ingin ada tambahan kesejahteraan dari yayasan,” papar lelaki asli kelahiran Puger Kulon tersebut.

Kepala TK Iis Widiyanti dan Kepala Sekolah KB Ria Iftitahul Ulumiya, mengamini hal itu. Sejak berdiri 1997, semangat para guru memang mengabdi. Karena Iis meyakini, pendidikan anak merupakan investasi jariyah terbaik yang bisa dia lakukan. “Untuk tenaga pengajar, jumlah total ada delapan orang. Semuanya perempuan,” pungkasnya. (*)

Reporter: Mahrus Sholih

Fotografer: Mahrus Sholih

Editor: Dwi Siswanto

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID- Mengapa masih saja ada orang yang susah-susah memikirkan liyan, padahal mereka sudah memiliki karir mapan? Misalnya, seperti yang dilakukan oleh Bripka Muhammad Iqbal ini. Sebagai anggota polisi yang berdinas di Satlantas Polres Jember, tentu saja dia sudah memiliki segudang kesibukan. Namun, di balik aktivitas rutinnya itu, dia masih saja menyempatkan diri mengabdi untuk pendidikan.

Jawa Pos Radar Jember menemuinya pekan lalu di TK Dewi Masyitoh 67, Dusun Krajan II, Desa Puger Kulon, Kecamatan Puger. Di lembaga inilah polisi yang pernah berdinas di Markas Brimob Bondowoso itu mengabdi. Sebagaimana anggota Polri pada umumnya, perawakannya tegap. Dandanannya juga rapi. “Rumah saya tidak jauh dari sini. Pinggir jalan raya yang menuju ke kantor kecamatan,” katanya, membuka percakapan.

Iqbal mengaku tak memiliki alasan khusus, kenapa dirinya sampai melibatkan diri pada dunia pendidikan anak. Namun, yang jelas, ia ingin memberi ruang seluas-luasnya kepada calon generasi bangsa supaya bisa mendapatkan pendidikan layak. Termasuk bagi anak yatim, yatim piatu, dan duafa. “Khusus untuk yatim dan yatim piatu, kami gratiskan. Tanpa syarat. Dan bagi warga tidak mampu, harus melampirkan surat keterangan dari desa,” ujarnya.

BACA JUGA: Kuota PPDB SMP Negeri Kota dan Pinggiran Masih Banyak

Bagi alumnus pendidikan Polri tahun 2001 ini, pendidikan anak bukan hanya jalan perjuangan, tapi juga wahana ibadah. Sebab, di masa bocah inilah karakter mereka terbentuk, sekaligus momentum yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai. Tak hanya nilai agama dan moralitas, tapi juga nilai kemanusiaan, kebangsaan, dan kenegaraan. “Ibarat rumah, masa kanak-kanak seperti membangun fondasinya. Jadi sangat penting. Dan saya juga meyakini, jika ilmu mereka berkah, saya juga bakal kecipratan pahalanya,” ucapnya.

Di lembaga ini, pria 42 tahun itu diamanahi sebagai Ketua Yayasan Muslimat dan Dewi Masyitoh. Ada dua lembaga yang bernaung di bawahnya. Taman kanak-kanak atau TK, serta kelompok belajar atau KB. Total ada empat rombongan belajar (rombel). Rata-rata, bocah yang bersekolah di lembaga ini merupakan anak dari warga desa setempat. “Namun, jika memang ada anak yatim maupun yatim piatu dari luar desa, kami juga siap menerima. Semuanya gratis. SPP maupun seragam dan biaya lain-lainnya,” tuturnya.

Sejak 2016 atau enam tahun lalu, Iqbal mengabdi di lembaga ini. Mulai saat itu, dirinya terus berupaya mengembangkan sekolah. Sebab, mengawal perjalanan lembaga swasta semacam ini tidaklah mudah. Biaya operasional dan anggaran pengembangan, kerap menjadi kendala. Sebagai contoh, dari empat rombel yang ada, ruangan yang digunakan belajar tidak mencukupi. Sehingga harus bergantian. “Dibagi dua sif. Pagi dan siang. Sif satu pukul 07.00-08.30 dan sif dua pukul 09.10.30,” ungkapnya.

Kini, dirinya masih berupaya mengakses bantuan dari pemerintah untuk menambah ruang kelas agar siswa tak lagi bergantian belajar. Sebab, jika harus merogoh kocek pribadi, anggarannya cukup besar. Berbeda jika hanya perbaikan ringan. Seperti mengganti kusen atau pengecatan. “Jika hanya mengecat atau perbaikan ringan, cukup pakai uang sendiri. Seperti kusen ini, baru saja dicat. Pakai anggaran pribadi,” ujarnya, sembari menunjuk kusen jendela kantor sekolah.

Iqbal juga memiliki mimpi yang lain. Selain pengembangan, serta menyediakan sekolah ramah bagi anak yatim dan duafa, dirinya juga ingin menyejahterakan para tenaga pendidik di dalamnya. Selama ini, para guru yang mengajar di lembaga ini bisa dibilang sukarelawan. Ada honornya, tapi cukup kecil.

“Beberapa waktu lalu, kami mendorong agar yang memiliki persyaratan mengikuti sertifikasi pendidik. Ini bagian dari ikhtiar menyejahterakan guru. Di luar itu, tentu saja ingin ada tambahan kesejahteraan dari yayasan,” papar lelaki asli kelahiran Puger Kulon tersebut.

Kepala TK Iis Widiyanti dan Kepala Sekolah KB Ria Iftitahul Ulumiya, mengamini hal itu. Sejak berdiri 1997, semangat para guru memang mengabdi. Karena Iis meyakini, pendidikan anak merupakan investasi jariyah terbaik yang bisa dia lakukan. “Untuk tenaga pengajar, jumlah total ada delapan orang. Semuanya perempuan,” pungkasnya. (*)

Reporter: Mahrus Sholih

Fotografer: Mahrus Sholih

Editor: Dwi Siswanto

JEMBER, RADARJEMBER.ID- Mengapa masih saja ada orang yang susah-susah memikirkan liyan, padahal mereka sudah memiliki karir mapan? Misalnya, seperti yang dilakukan oleh Bripka Muhammad Iqbal ini. Sebagai anggota polisi yang berdinas di Satlantas Polres Jember, tentu saja dia sudah memiliki segudang kesibukan. Namun, di balik aktivitas rutinnya itu, dia masih saja menyempatkan diri mengabdi untuk pendidikan.

Jawa Pos Radar Jember menemuinya pekan lalu di TK Dewi Masyitoh 67, Dusun Krajan II, Desa Puger Kulon, Kecamatan Puger. Di lembaga inilah polisi yang pernah berdinas di Markas Brimob Bondowoso itu mengabdi. Sebagaimana anggota Polri pada umumnya, perawakannya tegap. Dandanannya juga rapi. “Rumah saya tidak jauh dari sini. Pinggir jalan raya yang menuju ke kantor kecamatan,” katanya, membuka percakapan.

Iqbal mengaku tak memiliki alasan khusus, kenapa dirinya sampai melibatkan diri pada dunia pendidikan anak. Namun, yang jelas, ia ingin memberi ruang seluas-luasnya kepada calon generasi bangsa supaya bisa mendapatkan pendidikan layak. Termasuk bagi anak yatim, yatim piatu, dan duafa. “Khusus untuk yatim dan yatim piatu, kami gratiskan. Tanpa syarat. Dan bagi warga tidak mampu, harus melampirkan surat keterangan dari desa,” ujarnya.

BACA JUGA: Kuota PPDB SMP Negeri Kota dan Pinggiran Masih Banyak

Bagi alumnus pendidikan Polri tahun 2001 ini, pendidikan anak bukan hanya jalan perjuangan, tapi juga wahana ibadah. Sebab, di masa bocah inilah karakter mereka terbentuk, sekaligus momentum yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai. Tak hanya nilai agama dan moralitas, tapi juga nilai kemanusiaan, kebangsaan, dan kenegaraan. “Ibarat rumah, masa kanak-kanak seperti membangun fondasinya. Jadi sangat penting. Dan saya juga meyakini, jika ilmu mereka berkah, saya juga bakal kecipratan pahalanya,” ucapnya.

Di lembaga ini, pria 42 tahun itu diamanahi sebagai Ketua Yayasan Muslimat dan Dewi Masyitoh. Ada dua lembaga yang bernaung di bawahnya. Taman kanak-kanak atau TK, serta kelompok belajar atau KB. Total ada empat rombongan belajar (rombel). Rata-rata, bocah yang bersekolah di lembaga ini merupakan anak dari warga desa setempat. “Namun, jika memang ada anak yatim maupun yatim piatu dari luar desa, kami juga siap menerima. Semuanya gratis. SPP maupun seragam dan biaya lain-lainnya,” tuturnya.

Sejak 2016 atau enam tahun lalu, Iqbal mengabdi di lembaga ini. Mulai saat itu, dirinya terus berupaya mengembangkan sekolah. Sebab, mengawal perjalanan lembaga swasta semacam ini tidaklah mudah. Biaya operasional dan anggaran pengembangan, kerap menjadi kendala. Sebagai contoh, dari empat rombel yang ada, ruangan yang digunakan belajar tidak mencukupi. Sehingga harus bergantian. “Dibagi dua sif. Pagi dan siang. Sif satu pukul 07.00-08.30 dan sif dua pukul 09.10.30,” ungkapnya.

Kini, dirinya masih berupaya mengakses bantuan dari pemerintah untuk menambah ruang kelas agar siswa tak lagi bergantian belajar. Sebab, jika harus merogoh kocek pribadi, anggarannya cukup besar. Berbeda jika hanya perbaikan ringan. Seperti mengganti kusen atau pengecatan. “Jika hanya mengecat atau perbaikan ringan, cukup pakai uang sendiri. Seperti kusen ini, baru saja dicat. Pakai anggaran pribadi,” ujarnya, sembari menunjuk kusen jendela kantor sekolah.

Iqbal juga memiliki mimpi yang lain. Selain pengembangan, serta menyediakan sekolah ramah bagi anak yatim dan duafa, dirinya juga ingin menyejahterakan para tenaga pendidik di dalamnya. Selama ini, para guru yang mengajar di lembaga ini bisa dibilang sukarelawan. Ada honornya, tapi cukup kecil.

“Beberapa waktu lalu, kami mendorong agar yang memiliki persyaratan mengikuti sertifikasi pendidik. Ini bagian dari ikhtiar menyejahterakan guru. Di luar itu, tentu saja ingin ada tambahan kesejahteraan dari yayasan,” papar lelaki asli kelahiran Puger Kulon tersebut.

Kepala TK Iis Widiyanti dan Kepala Sekolah KB Ria Iftitahul Ulumiya, mengamini hal itu. Sejak berdiri 1997, semangat para guru memang mengabdi. Karena Iis meyakini, pendidikan anak merupakan investasi jariyah terbaik yang bisa dia lakukan. “Untuk tenaga pengajar, jumlah total ada delapan orang. Semuanya perempuan,” pungkasnya. (*)

Reporter: Mahrus Sholih

Fotografer: Mahrus Sholih

Editor: Dwi Siswanto

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca