22.4 C
Jember
Wednesday, 31 May 2023

Alihkan dari Gawai ke Buku

Mobile_AP_Rectangle 1

RADAR JEMBER.ID – Tantangan terbesar bagi orang tua di era milenial ini adalah  menumbuhkan  minat baca  anak. Sebab, gawai sudah menjadi pilihan pengganti buku. Sementara itu, mata anak yang selalu menggunakan gawai bisa terganggu.

Kepedulian terhadap fenomena ini muncul dari Kelurahan Jember Lor, Kecamatan Patrang. Yakni  Kampoeng Batja yang didirikan sejak 2009 silam sampai sekarang. Pendirinya adalah Iman Suligi.

Tak sekadar perpustakaan dengan banyak buku bagi anak-anak saja, tetapi di sana juga ada museum literasi, outbond kecil-kecilan, dan rumah pohon. Bahkan, disana juga ada koleksi buku pelajaran tahun 1950-an. Ada juga koleksi mesin ketik, mesin stencil, dan OHP.

Mobile_AP_Rectangle 2

“Dulu saya memang hobi membaca. Setelah pensiun jadi guru dari SMK 3 Jember tahun 2009, akhirnya saya mendirikan kampung baca ini,” kata pria yang kini berusia 69 tahun itu.

Kampung baca tersebut kerap kali dikunjungi anak-anak kampung sekitar rumahnya. Bahkan juga mahasiswa dan tamu dari luar kota hingga luar negeri. “Beberapa rekan saya dari Denmark dan Prancis pernah berkunjung kemari. Pertama kenal secara pribadi, tapi akhirnya saya ajak kerja sama,” paparnya.

Kampung baca itu buka pagi dan sore hari. Beberapa mahasiswa perguruan tinggi Jember memanfaatkannya sebagai tempat perkuliahan di luar kampus. “Ke depan, saya ingin lebih menyiapkan museum literasi, saya prioritaskan,” jelasnya.

Kampung baca di Jember Lor itu dijadikan destinasi jujukan bagi anak-anak. Selain meningkatkan minat baca, pihak sekolah seperti PAUD atau SD dapat menjadikan kampung baca sebagai tempat belajar mengajar di luar kelas.

“Intinya tempat ini saya buat senyaman mungkin untuk anak-anak. Agar mereka enjoy di sini. Karena mereka juga butuh tempat bermain ada outbond kecil kecilan, tempat bacaan, dan museum,” pungkasnya. (*)

- Advertisement -

RADAR JEMBER.ID – Tantangan terbesar bagi orang tua di era milenial ini adalah  menumbuhkan  minat baca  anak. Sebab, gawai sudah menjadi pilihan pengganti buku. Sementara itu, mata anak yang selalu menggunakan gawai bisa terganggu.

Kepedulian terhadap fenomena ini muncul dari Kelurahan Jember Lor, Kecamatan Patrang. Yakni  Kampoeng Batja yang didirikan sejak 2009 silam sampai sekarang. Pendirinya adalah Iman Suligi.

Tak sekadar perpustakaan dengan banyak buku bagi anak-anak saja, tetapi di sana juga ada museum literasi, outbond kecil-kecilan, dan rumah pohon. Bahkan, disana juga ada koleksi buku pelajaran tahun 1950-an. Ada juga koleksi mesin ketik, mesin stencil, dan OHP.

“Dulu saya memang hobi membaca. Setelah pensiun jadi guru dari SMK 3 Jember tahun 2009, akhirnya saya mendirikan kampung baca ini,” kata pria yang kini berusia 69 tahun itu.

Kampung baca tersebut kerap kali dikunjungi anak-anak kampung sekitar rumahnya. Bahkan juga mahasiswa dan tamu dari luar kota hingga luar negeri. “Beberapa rekan saya dari Denmark dan Prancis pernah berkunjung kemari. Pertama kenal secara pribadi, tapi akhirnya saya ajak kerja sama,” paparnya.

Kampung baca itu buka pagi dan sore hari. Beberapa mahasiswa perguruan tinggi Jember memanfaatkannya sebagai tempat perkuliahan di luar kampus. “Ke depan, saya ingin lebih menyiapkan museum literasi, saya prioritaskan,” jelasnya.

Kampung baca di Jember Lor itu dijadikan destinasi jujukan bagi anak-anak. Selain meningkatkan minat baca, pihak sekolah seperti PAUD atau SD dapat menjadikan kampung baca sebagai tempat belajar mengajar di luar kelas.

“Intinya tempat ini saya buat senyaman mungkin untuk anak-anak. Agar mereka enjoy di sini. Karena mereka juga butuh tempat bermain ada outbond kecil kecilan, tempat bacaan, dan museum,” pungkasnya. (*)

RADAR JEMBER.ID – Tantangan terbesar bagi orang tua di era milenial ini adalah  menumbuhkan  minat baca  anak. Sebab, gawai sudah menjadi pilihan pengganti buku. Sementara itu, mata anak yang selalu menggunakan gawai bisa terganggu.

Kepedulian terhadap fenomena ini muncul dari Kelurahan Jember Lor, Kecamatan Patrang. Yakni  Kampoeng Batja yang didirikan sejak 2009 silam sampai sekarang. Pendirinya adalah Iman Suligi.

Tak sekadar perpustakaan dengan banyak buku bagi anak-anak saja, tetapi di sana juga ada museum literasi, outbond kecil-kecilan, dan rumah pohon. Bahkan, disana juga ada koleksi buku pelajaran tahun 1950-an. Ada juga koleksi mesin ketik, mesin stencil, dan OHP.

“Dulu saya memang hobi membaca. Setelah pensiun jadi guru dari SMK 3 Jember tahun 2009, akhirnya saya mendirikan kampung baca ini,” kata pria yang kini berusia 69 tahun itu.

Kampung baca tersebut kerap kali dikunjungi anak-anak kampung sekitar rumahnya. Bahkan juga mahasiswa dan tamu dari luar kota hingga luar negeri. “Beberapa rekan saya dari Denmark dan Prancis pernah berkunjung kemari. Pertama kenal secara pribadi, tapi akhirnya saya ajak kerja sama,” paparnya.

Kampung baca itu buka pagi dan sore hari. Beberapa mahasiswa perguruan tinggi Jember memanfaatkannya sebagai tempat perkuliahan di luar kampus. “Ke depan, saya ingin lebih menyiapkan museum literasi, saya prioritaskan,” jelasnya.

Kampung baca di Jember Lor itu dijadikan destinasi jujukan bagi anak-anak. Selain meningkatkan minat baca, pihak sekolah seperti PAUD atau SD dapat menjadikan kampung baca sebagai tempat belajar mengajar di luar kelas.

“Intinya tempat ini saya buat senyaman mungkin untuk anak-anak. Agar mereka enjoy di sini. Karena mereka juga butuh tempat bermain ada outbond kecil kecilan, tempat bacaan, dan museum,” pungkasnya. (*)

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca