23 C
Jember
Saturday, 25 March 2023

Dulu Sekadar Musala Tempat Mengajar Baca Alquran

Ponpes Al Barakah An Nur Khumairoh

Mobile_AP_Rectangle 1

KLANCENG, Radar Jember – Berdiri sejak tahun 2011 oleh KH Syamsuri, Pondok Pesantren (Ponpes) Al Barakah An Nur Khumairoh yang berada di Desa Klanceng, Kecamatan Ajung, menjadi wadah menimba ilmu agama, sekaligus ilmu umum modern. Dengan perjuangan tanpa pamrih untuk menebar ilmu agama, sang pendiri memulai dakwah pada tahun itu dengan mengajari masyarakat setempat mengaji Alquran.

Baca Juga : Dharma Wanita Bakesbangpol Salurkan Baksos Ramadan

Berdirinya pesantren sebagai lembaga agama tentu saja tanpa pamrih. Hal ini juga diterapkan Ponpes Al Barakah An Nur Khumairoh yang mengajari ilmu agama tanpa meminta timbal balik.  Awal merintis, sang pendiri mengajarkan cara membaca Alquran kepada masyarakat setempat secara gratis.

Mobile_AP_Rectangle 2

Pengurus Ponpes Al Barakah An Nur Khumairoh Babun Hasan mengatakan, awal berdirinya hanya berupa musala sebagai tempat mengaji sore hari sampai malam. “Santrinya hanya masyarakat sekitar. Dulu tidak ada formalnya, hanya belajar ngaji saja,” katanya.

Pihaknya juga mengaku menjadi saksi atas perkembangan pesantren tersebut sampai sekarang. Dari awalnya tidak memiliki apa-apa, kini telah dilengkapi dengan asrama dan pendidikan formal. “Pendidikan formal, mulai dari pendidikan usia dini sampai pendidikan menengah atas,” terangnya.

Dia mengatakan, kini beberapa santrinya sudah berasal dari luar kota. Bahkan ada yang dari luar Jawa dan semua bermukim Ponpes Al Barakah An Nur Khumairoh. Babun Hasan yang menjadi santri pertama sekaligus tertua di Ponpes Al Barakah An Nur Khumairoh menjelaskan, perkembangan pesantren tersebut termasuk pesat. Sebab, ketika dilihat dari tahun berdirinya sampai sekarang hanya berjarak 10 tahun telah lengkap dengan pendidikan formalnya. “Sekarang lagi mengerjakan masjid besar untuk santri putri,” tambahnya.

Dengan bertambahnya fasilitas pesantren, minat dan ketertarikan masyarakat untuk menimba ilmu di lembaga ini semakin meningkat. Hal ini tampak ketika penerimaan peserta didik baru, baik pada lembaga formal maupun yang pesantren. “Alhamdulillah lumayan banyak santrinya. Sekarang antara putra dan putri sudah beda gedung sekolah. Dulunya masih campur,” ungkapnya kepada Jawa Pos Radar Jember. Berkaitan dengan itu, kini Ponpes Al Barakah An Nur Khumairoh diasuh oleh Kiai Abdul Wasik, putra sang pendiri, KH Syamsuri. (mg4/c2/dwi)

Seimbangkan Ilmu Agama dengan Umum

Ponpes Al Barakah An Nur Khumairoh, siang kemarin (21/4), tampak sepi. Aktivitas minimarket, depo air minum, hingga lokasi menjahit untuk santri juga lengang. Tak ada kesibukan. Bagi masyarakat umum hal itu memang sedikit aneh, namun bagi warga yang akrab dengan lingkungan pesantren menjadi hal wajar. Sebab, pada Ramadan dan mendekati Lebaran menjadi hal lazim dan ciri khas pesantren, karena santrinya libur.

Ponpes Al Barakah An Nur Khumairoh telah libur sejak 10 April lalu. Para santri akan menghabiskan sisa puasa bersama keluarganya di rumah masing-masing. Sebelum pulang, para santri mengikuti kegiatan Ramadan di pesantren seperti biasa. Mulai dari mengaji kitab kuning, Alquran, kegiatan sekolah formal, hingga kegiatan khusus di bulan Ramadan. “Seperti biasa, pondok Ramadan di sini tadarus, salat berjamaah, dan ngaji kitab kuning. Namun, sekolah formal tetap masuk,” jelas Babun Hasan, Pengurus Ponpes Pesantren Al Barakah An Nur Khumairoh, Desa Klanceng.

Menurutnya, lembaga formal tetap masuk seperti biasa di bulan Ramadan. Santri yang bermukim juga tetap wajib mengikuti kegiatan pondok setelah selesai jam sekolah formal. Berbeda dengan santri yang masih PAUD sampai MI. Sebab, mereka tidak bermukim di pesantren.

Program pendidikan pesantren ini meliputi PAUD, RA, MI, MTs, MA, dan madrasah diniyah. Untuk santri jenjang PAUD sampai MI tidak diwajibkan bermukim oleh pesantren. Sementara itu, santri jenjang di atasnya wajib bermukim, serta tidak menerima santri yang pulang pergi dari rumah. “Karena bahaya kepada yang bermukim ketika menerima santri yang pulang pergi. Khawatir pergaulan dari luar mengganggu konsentrasi santri yang mondok,” kata Hasan.

Demi menyiapkan lulusan yang unggul, Ponpes Al-Barakah Al-Nur Khumairoh memberikan pembelajaran kolaborasi tiga kurikulum sekaligus. Masing-masing adalah kurikulum dari Kementerian Agama (Kemenag), kurikulum Kulliyatul Mua’llimina Al-Islamiyyah yang diadopsi dari Pondok Modern Darussalam Gontor, serta kurikulum madrasah diniyah yang diadopsi dari Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan. “Jadi, kalau siang hari kami menerapkan pendidikan modern, sedangkan malam harinya kegiatan salafnya. Jadinya seimbang antara ilmu agama dengan ilmu umum,” pungkasnya. (mg4/c2/dwi)

- Advertisement -

KLANCENG, Radar Jember – Berdiri sejak tahun 2011 oleh KH Syamsuri, Pondok Pesantren (Ponpes) Al Barakah An Nur Khumairoh yang berada di Desa Klanceng, Kecamatan Ajung, menjadi wadah menimba ilmu agama, sekaligus ilmu umum modern. Dengan perjuangan tanpa pamrih untuk menebar ilmu agama, sang pendiri memulai dakwah pada tahun itu dengan mengajari masyarakat setempat mengaji Alquran.

Baca Juga : Dharma Wanita Bakesbangpol Salurkan Baksos Ramadan

Berdirinya pesantren sebagai lembaga agama tentu saja tanpa pamrih. Hal ini juga diterapkan Ponpes Al Barakah An Nur Khumairoh yang mengajari ilmu agama tanpa meminta timbal balik.  Awal merintis, sang pendiri mengajarkan cara membaca Alquran kepada masyarakat setempat secara gratis.

Pengurus Ponpes Al Barakah An Nur Khumairoh Babun Hasan mengatakan, awal berdirinya hanya berupa musala sebagai tempat mengaji sore hari sampai malam. “Santrinya hanya masyarakat sekitar. Dulu tidak ada formalnya, hanya belajar ngaji saja,” katanya.

Pihaknya juga mengaku menjadi saksi atas perkembangan pesantren tersebut sampai sekarang. Dari awalnya tidak memiliki apa-apa, kini telah dilengkapi dengan asrama dan pendidikan formal. “Pendidikan formal, mulai dari pendidikan usia dini sampai pendidikan menengah atas,” terangnya.

Dia mengatakan, kini beberapa santrinya sudah berasal dari luar kota. Bahkan ada yang dari luar Jawa dan semua bermukim Ponpes Al Barakah An Nur Khumairoh. Babun Hasan yang menjadi santri pertama sekaligus tertua di Ponpes Al Barakah An Nur Khumairoh menjelaskan, perkembangan pesantren tersebut termasuk pesat. Sebab, ketika dilihat dari tahun berdirinya sampai sekarang hanya berjarak 10 tahun telah lengkap dengan pendidikan formalnya. “Sekarang lagi mengerjakan masjid besar untuk santri putri,” tambahnya.

Dengan bertambahnya fasilitas pesantren, minat dan ketertarikan masyarakat untuk menimba ilmu di lembaga ini semakin meningkat. Hal ini tampak ketika penerimaan peserta didik baru, baik pada lembaga formal maupun yang pesantren. “Alhamdulillah lumayan banyak santrinya. Sekarang antara putra dan putri sudah beda gedung sekolah. Dulunya masih campur,” ungkapnya kepada Jawa Pos Radar Jember. Berkaitan dengan itu, kini Ponpes Al Barakah An Nur Khumairoh diasuh oleh Kiai Abdul Wasik, putra sang pendiri, KH Syamsuri. (mg4/c2/dwi)

Seimbangkan Ilmu Agama dengan Umum

Ponpes Al Barakah An Nur Khumairoh, siang kemarin (21/4), tampak sepi. Aktivitas minimarket, depo air minum, hingga lokasi menjahit untuk santri juga lengang. Tak ada kesibukan. Bagi masyarakat umum hal itu memang sedikit aneh, namun bagi warga yang akrab dengan lingkungan pesantren menjadi hal wajar. Sebab, pada Ramadan dan mendekati Lebaran menjadi hal lazim dan ciri khas pesantren, karena santrinya libur.

Ponpes Al Barakah An Nur Khumairoh telah libur sejak 10 April lalu. Para santri akan menghabiskan sisa puasa bersama keluarganya di rumah masing-masing. Sebelum pulang, para santri mengikuti kegiatan Ramadan di pesantren seperti biasa. Mulai dari mengaji kitab kuning, Alquran, kegiatan sekolah formal, hingga kegiatan khusus di bulan Ramadan. “Seperti biasa, pondok Ramadan di sini tadarus, salat berjamaah, dan ngaji kitab kuning. Namun, sekolah formal tetap masuk,” jelas Babun Hasan, Pengurus Ponpes Pesantren Al Barakah An Nur Khumairoh, Desa Klanceng.

Menurutnya, lembaga formal tetap masuk seperti biasa di bulan Ramadan. Santri yang bermukim juga tetap wajib mengikuti kegiatan pondok setelah selesai jam sekolah formal. Berbeda dengan santri yang masih PAUD sampai MI. Sebab, mereka tidak bermukim di pesantren.

Program pendidikan pesantren ini meliputi PAUD, RA, MI, MTs, MA, dan madrasah diniyah. Untuk santri jenjang PAUD sampai MI tidak diwajibkan bermukim oleh pesantren. Sementara itu, santri jenjang di atasnya wajib bermukim, serta tidak menerima santri yang pulang pergi dari rumah. “Karena bahaya kepada yang bermukim ketika menerima santri yang pulang pergi. Khawatir pergaulan dari luar mengganggu konsentrasi santri yang mondok,” kata Hasan.

Demi menyiapkan lulusan yang unggul, Ponpes Al-Barakah Al-Nur Khumairoh memberikan pembelajaran kolaborasi tiga kurikulum sekaligus. Masing-masing adalah kurikulum dari Kementerian Agama (Kemenag), kurikulum Kulliyatul Mua’llimina Al-Islamiyyah yang diadopsi dari Pondok Modern Darussalam Gontor, serta kurikulum madrasah diniyah yang diadopsi dari Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan. “Jadi, kalau siang hari kami menerapkan pendidikan modern, sedangkan malam harinya kegiatan salafnya. Jadinya seimbang antara ilmu agama dengan ilmu umum,” pungkasnya. (mg4/c2/dwi)

KLANCENG, Radar Jember – Berdiri sejak tahun 2011 oleh KH Syamsuri, Pondok Pesantren (Ponpes) Al Barakah An Nur Khumairoh yang berada di Desa Klanceng, Kecamatan Ajung, menjadi wadah menimba ilmu agama, sekaligus ilmu umum modern. Dengan perjuangan tanpa pamrih untuk menebar ilmu agama, sang pendiri memulai dakwah pada tahun itu dengan mengajari masyarakat setempat mengaji Alquran.

Baca Juga : Dharma Wanita Bakesbangpol Salurkan Baksos Ramadan

Berdirinya pesantren sebagai lembaga agama tentu saja tanpa pamrih. Hal ini juga diterapkan Ponpes Al Barakah An Nur Khumairoh yang mengajari ilmu agama tanpa meminta timbal balik.  Awal merintis, sang pendiri mengajarkan cara membaca Alquran kepada masyarakat setempat secara gratis.

Pengurus Ponpes Al Barakah An Nur Khumairoh Babun Hasan mengatakan, awal berdirinya hanya berupa musala sebagai tempat mengaji sore hari sampai malam. “Santrinya hanya masyarakat sekitar. Dulu tidak ada formalnya, hanya belajar ngaji saja,” katanya.

Pihaknya juga mengaku menjadi saksi atas perkembangan pesantren tersebut sampai sekarang. Dari awalnya tidak memiliki apa-apa, kini telah dilengkapi dengan asrama dan pendidikan formal. “Pendidikan formal, mulai dari pendidikan usia dini sampai pendidikan menengah atas,” terangnya.

Dia mengatakan, kini beberapa santrinya sudah berasal dari luar kota. Bahkan ada yang dari luar Jawa dan semua bermukim Ponpes Al Barakah An Nur Khumairoh. Babun Hasan yang menjadi santri pertama sekaligus tertua di Ponpes Al Barakah An Nur Khumairoh menjelaskan, perkembangan pesantren tersebut termasuk pesat. Sebab, ketika dilihat dari tahun berdirinya sampai sekarang hanya berjarak 10 tahun telah lengkap dengan pendidikan formalnya. “Sekarang lagi mengerjakan masjid besar untuk santri putri,” tambahnya.

Dengan bertambahnya fasilitas pesantren, minat dan ketertarikan masyarakat untuk menimba ilmu di lembaga ini semakin meningkat. Hal ini tampak ketika penerimaan peserta didik baru, baik pada lembaga formal maupun yang pesantren. “Alhamdulillah lumayan banyak santrinya. Sekarang antara putra dan putri sudah beda gedung sekolah. Dulunya masih campur,” ungkapnya kepada Jawa Pos Radar Jember. Berkaitan dengan itu, kini Ponpes Al Barakah An Nur Khumairoh diasuh oleh Kiai Abdul Wasik, putra sang pendiri, KH Syamsuri. (mg4/c2/dwi)

Seimbangkan Ilmu Agama dengan Umum

Ponpes Al Barakah An Nur Khumairoh, siang kemarin (21/4), tampak sepi. Aktivitas minimarket, depo air minum, hingga lokasi menjahit untuk santri juga lengang. Tak ada kesibukan. Bagi masyarakat umum hal itu memang sedikit aneh, namun bagi warga yang akrab dengan lingkungan pesantren menjadi hal wajar. Sebab, pada Ramadan dan mendekati Lebaran menjadi hal lazim dan ciri khas pesantren, karena santrinya libur.

Ponpes Al Barakah An Nur Khumairoh telah libur sejak 10 April lalu. Para santri akan menghabiskan sisa puasa bersama keluarganya di rumah masing-masing. Sebelum pulang, para santri mengikuti kegiatan Ramadan di pesantren seperti biasa. Mulai dari mengaji kitab kuning, Alquran, kegiatan sekolah formal, hingga kegiatan khusus di bulan Ramadan. “Seperti biasa, pondok Ramadan di sini tadarus, salat berjamaah, dan ngaji kitab kuning. Namun, sekolah formal tetap masuk,” jelas Babun Hasan, Pengurus Ponpes Pesantren Al Barakah An Nur Khumairoh, Desa Klanceng.

Menurutnya, lembaga formal tetap masuk seperti biasa di bulan Ramadan. Santri yang bermukim juga tetap wajib mengikuti kegiatan pondok setelah selesai jam sekolah formal. Berbeda dengan santri yang masih PAUD sampai MI. Sebab, mereka tidak bermukim di pesantren.

Program pendidikan pesantren ini meliputi PAUD, RA, MI, MTs, MA, dan madrasah diniyah. Untuk santri jenjang PAUD sampai MI tidak diwajibkan bermukim oleh pesantren. Sementara itu, santri jenjang di atasnya wajib bermukim, serta tidak menerima santri yang pulang pergi dari rumah. “Karena bahaya kepada yang bermukim ketika menerima santri yang pulang pergi. Khawatir pergaulan dari luar mengganggu konsentrasi santri yang mondok,” kata Hasan.

Demi menyiapkan lulusan yang unggul, Ponpes Al-Barakah Al-Nur Khumairoh memberikan pembelajaran kolaborasi tiga kurikulum sekaligus. Masing-masing adalah kurikulum dari Kementerian Agama (Kemenag), kurikulum Kulliyatul Mua’llimina Al-Islamiyyah yang diadopsi dari Pondok Modern Darussalam Gontor, serta kurikulum madrasah diniyah yang diadopsi dari Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan. “Jadi, kalau siang hari kami menerapkan pendidikan modern, sedangkan malam harinya kegiatan salafnya. Jadinya seimbang antara ilmu agama dengan ilmu umum,” pungkasnya. (mg4/c2/dwi)

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca