23.5 C
Jember
Monday, 27 March 2023

Kreatif, Begini Guru Honorer SMAN 1 Pikat Siswa Belajar

Biar Siswa Tidak Bosan, Gunakan Monopoli sebagai Sarana Belajar Bagi siswa yang sekolah di perdesaan, pelajaran bahasa daerah bukan hal yang asing. Tapi, bagi mereka yang tinggal di perkotaan, ceritanya bisa berbeda. Inilah yang menjadi motivasi bagi Adhana Fathonia, guru honorer di SMAN 1 Jember. Dia memanfaatkan permainan monopoli untuk mengenalkan Bahasa Jawa ke siswanya. Bagaimana kiprahnya?

Mobile_AP_Rectangle 1

AMBULU, RADAR JEMBER.ID– Sore itu, sebuah rumah di Jalan Jagalan Gang I, Desa/Kecamatan Ambulu, terlihat sepi. Tak tampak ada aktivitas orang di dalamnya. Namun, setelah Jawa Pos Radar Jember menunggu beberapa saat di teras rumah, ada seorang perempuan muda yang membukakan pintu. Dia lantas menyapa dengan ramah. “Monggo pinarak wonten lebet (silahkan duduk di dalam rumah, Red). Dari Jawa Pos Radar Jember, nggih?” ucap Nia, sapaan dia.

Wanita kelahiran 14 Mei 1997 itu mengaku tertarik mendalami bahasa dan sastra Jawa karena orang tuanya, terutama sang ibu. Dalam aktivitas keseharian di rumah, dirinya memang terbiasa menggunakan krama inggil, kosakata Jawa yang biasanya digunakan untuk menghormati lawan bicara. Krama inggil sering digunakan untuk berkomunikasi dengan orang yang lebih tua. “Semua ini awalnya lantaran keinginan ibu agar aku tidak memilih jurusan selain Bahasa Jawa,” tutur Nia.

Anak kedua pasangan Almarhum Dofir dan RR Jum’ati ini, setahun belakangan tercatat sebagai tenaga pengajar di SMAN 1 Jember. Dia mengajar Bahasa Jawa sesuai dengan disiplin ilmunya semasa menempuh pendidikan di Fakultas Bahasa dan Seni, Jurusan Pendidikan dan Sastra Jawa Universitas Negeri Surabaya (Unesa).

Mobile_AP_Rectangle 2

Menurut dia, membumikan Bahasa Jawa kepada siswa zaman sekarang bukan perkara mudah. Harus ada strategi agar para pelajar mudah menangkap materi, sekaligus menyukai pelajaran tersebut. Apalagi, sejak lahir anak-anak sekarang oleh orang tua mereka tidak dikenalkan bahasa daerah. “Sehingga anak cuma bisa mengerti tanpa bisa mengucapkan. Di SMAN 1 Jember murid-murid menggunakan dialek Jawa dan Madura, namun mereka tidak mengenal bahasa Jawa lebih mendalam,” kata Nia.

Dari situlah ia merasa tertantang agar bahasa Jawa tidak lagi dianggap kuno. Maka, saat diberlakukan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas, Nia mencetuskan ide dengan memanfaatkan aplikasi berbasis gawai untuk mendukung pembelajaran di kelas, serta mengawinkannya dengan permainan yang sudah populer di kalangan siswa. Tanpa disangka, ivonasinya tersebut disukai oleh murid-muridnya. “Aku mengajar setiap hari mulai dari kelas 10 sampai kelas 12. Satu mata pelajaran berlangsung 30 menit. Alhamdulillah, siswa antusias,” imbuhnya.

Sebagai seorang pendidik, Nia terus mengembangkan metode ajarnya. Tidak sekadar bergantung aplikasi HP, Nia juga menggunakan permainan agar belajar bahasa Jawa itu bisa menggembirakan. Dia memilih permainan monopoli. “Permainan monopoli ini menggunakan dadu. Tapi buatan aku ini, dadunya terbuat dari kertas kardus. Angka di dadu biasanya dilambangkan dengan titik, namun aku buat berbeda. Tetap ada angka, tapi bukan titik, melainkan aksara Jawa,” jelas Nia.

Permainan monopoli Bahasa Jawa itu juga dilengkapi dengan soal. Siswa diharuskan menjawab soal tersebut. Tidak jarang, saat permainan itu digelar di kelas, siswa justru berebut menjawabnya. Mereka senang karena cara belajarnya dilakukan sambil bermain.

Di sekolah tersebut, Nia seorang diri sebagai guru bahasa daerah. Karena pelaksanaan PTM masih terbatas, tidak semua siswa belajar di kelas. Sebagian ada yang mengikuti secara daring dari rumah. Sekolah ini memberlakukan sistem ganjil genap. “Setiap hari aku bawa laptop. Jadi, ketika mengajar di kelas, sekaligus juga melakukan pembelajaran online. Misal, hari ini giliran siswa berabsen ganjil yang masuk, maka ketika PTM aku juga melakukan pembelajaran online untuk siswa berabsen genap,” ungkapnya.

Nia menambahkan, untuk kelas 10 ia memberikan materi terkait artikel bahasa Jawa, kesenian tradisional, dan aksara Jawa. Sedangkan kelas 11 mendapatkan pembelajaran geguritan atau puisi Jawa, tembang macapat, dan upacara adat. Untuk kelas 12, pidato bahasa Jawa dan cerita cekak (cerkak) atau cerpen.

Reporter : Winardyasto

Fotografer : Winardyasto

Editor : Mahrus Sholih

 

- Advertisement -

AMBULU, RADAR JEMBER.ID– Sore itu, sebuah rumah di Jalan Jagalan Gang I, Desa/Kecamatan Ambulu, terlihat sepi. Tak tampak ada aktivitas orang di dalamnya. Namun, setelah Jawa Pos Radar Jember menunggu beberapa saat di teras rumah, ada seorang perempuan muda yang membukakan pintu. Dia lantas menyapa dengan ramah. “Monggo pinarak wonten lebet (silahkan duduk di dalam rumah, Red). Dari Jawa Pos Radar Jember, nggih?” ucap Nia, sapaan dia.

Wanita kelahiran 14 Mei 1997 itu mengaku tertarik mendalami bahasa dan sastra Jawa karena orang tuanya, terutama sang ibu. Dalam aktivitas keseharian di rumah, dirinya memang terbiasa menggunakan krama inggil, kosakata Jawa yang biasanya digunakan untuk menghormati lawan bicara. Krama inggil sering digunakan untuk berkomunikasi dengan orang yang lebih tua. “Semua ini awalnya lantaran keinginan ibu agar aku tidak memilih jurusan selain Bahasa Jawa,” tutur Nia.

Anak kedua pasangan Almarhum Dofir dan RR Jum’ati ini, setahun belakangan tercatat sebagai tenaga pengajar di SMAN 1 Jember. Dia mengajar Bahasa Jawa sesuai dengan disiplin ilmunya semasa menempuh pendidikan di Fakultas Bahasa dan Seni, Jurusan Pendidikan dan Sastra Jawa Universitas Negeri Surabaya (Unesa).

Menurut dia, membumikan Bahasa Jawa kepada siswa zaman sekarang bukan perkara mudah. Harus ada strategi agar para pelajar mudah menangkap materi, sekaligus menyukai pelajaran tersebut. Apalagi, sejak lahir anak-anak sekarang oleh orang tua mereka tidak dikenalkan bahasa daerah. “Sehingga anak cuma bisa mengerti tanpa bisa mengucapkan. Di SMAN 1 Jember murid-murid menggunakan dialek Jawa dan Madura, namun mereka tidak mengenal bahasa Jawa lebih mendalam,” kata Nia.

Dari situlah ia merasa tertantang agar bahasa Jawa tidak lagi dianggap kuno. Maka, saat diberlakukan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas, Nia mencetuskan ide dengan memanfaatkan aplikasi berbasis gawai untuk mendukung pembelajaran di kelas, serta mengawinkannya dengan permainan yang sudah populer di kalangan siswa. Tanpa disangka, ivonasinya tersebut disukai oleh murid-muridnya. “Aku mengajar setiap hari mulai dari kelas 10 sampai kelas 12. Satu mata pelajaran berlangsung 30 menit. Alhamdulillah, siswa antusias,” imbuhnya.

Sebagai seorang pendidik, Nia terus mengembangkan metode ajarnya. Tidak sekadar bergantung aplikasi HP, Nia juga menggunakan permainan agar belajar bahasa Jawa itu bisa menggembirakan. Dia memilih permainan monopoli. “Permainan monopoli ini menggunakan dadu. Tapi buatan aku ini, dadunya terbuat dari kertas kardus. Angka di dadu biasanya dilambangkan dengan titik, namun aku buat berbeda. Tetap ada angka, tapi bukan titik, melainkan aksara Jawa,” jelas Nia.

Permainan monopoli Bahasa Jawa itu juga dilengkapi dengan soal. Siswa diharuskan menjawab soal tersebut. Tidak jarang, saat permainan itu digelar di kelas, siswa justru berebut menjawabnya. Mereka senang karena cara belajarnya dilakukan sambil bermain.

Di sekolah tersebut, Nia seorang diri sebagai guru bahasa daerah. Karena pelaksanaan PTM masih terbatas, tidak semua siswa belajar di kelas. Sebagian ada yang mengikuti secara daring dari rumah. Sekolah ini memberlakukan sistem ganjil genap. “Setiap hari aku bawa laptop. Jadi, ketika mengajar di kelas, sekaligus juga melakukan pembelajaran online. Misal, hari ini giliran siswa berabsen ganjil yang masuk, maka ketika PTM aku juga melakukan pembelajaran online untuk siswa berabsen genap,” ungkapnya.

Nia menambahkan, untuk kelas 10 ia memberikan materi terkait artikel bahasa Jawa, kesenian tradisional, dan aksara Jawa. Sedangkan kelas 11 mendapatkan pembelajaran geguritan atau puisi Jawa, tembang macapat, dan upacara adat. Untuk kelas 12, pidato bahasa Jawa dan cerita cekak (cerkak) atau cerpen.

Reporter : Winardyasto

Fotografer : Winardyasto

Editor : Mahrus Sholih

 

AMBULU, RADAR JEMBER.ID– Sore itu, sebuah rumah di Jalan Jagalan Gang I, Desa/Kecamatan Ambulu, terlihat sepi. Tak tampak ada aktivitas orang di dalamnya. Namun, setelah Jawa Pos Radar Jember menunggu beberapa saat di teras rumah, ada seorang perempuan muda yang membukakan pintu. Dia lantas menyapa dengan ramah. “Monggo pinarak wonten lebet (silahkan duduk di dalam rumah, Red). Dari Jawa Pos Radar Jember, nggih?” ucap Nia, sapaan dia.

Wanita kelahiran 14 Mei 1997 itu mengaku tertarik mendalami bahasa dan sastra Jawa karena orang tuanya, terutama sang ibu. Dalam aktivitas keseharian di rumah, dirinya memang terbiasa menggunakan krama inggil, kosakata Jawa yang biasanya digunakan untuk menghormati lawan bicara. Krama inggil sering digunakan untuk berkomunikasi dengan orang yang lebih tua. “Semua ini awalnya lantaran keinginan ibu agar aku tidak memilih jurusan selain Bahasa Jawa,” tutur Nia.

Anak kedua pasangan Almarhum Dofir dan RR Jum’ati ini, setahun belakangan tercatat sebagai tenaga pengajar di SMAN 1 Jember. Dia mengajar Bahasa Jawa sesuai dengan disiplin ilmunya semasa menempuh pendidikan di Fakultas Bahasa dan Seni, Jurusan Pendidikan dan Sastra Jawa Universitas Negeri Surabaya (Unesa).

Menurut dia, membumikan Bahasa Jawa kepada siswa zaman sekarang bukan perkara mudah. Harus ada strategi agar para pelajar mudah menangkap materi, sekaligus menyukai pelajaran tersebut. Apalagi, sejak lahir anak-anak sekarang oleh orang tua mereka tidak dikenalkan bahasa daerah. “Sehingga anak cuma bisa mengerti tanpa bisa mengucapkan. Di SMAN 1 Jember murid-murid menggunakan dialek Jawa dan Madura, namun mereka tidak mengenal bahasa Jawa lebih mendalam,” kata Nia.

Dari situlah ia merasa tertantang agar bahasa Jawa tidak lagi dianggap kuno. Maka, saat diberlakukan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas, Nia mencetuskan ide dengan memanfaatkan aplikasi berbasis gawai untuk mendukung pembelajaran di kelas, serta mengawinkannya dengan permainan yang sudah populer di kalangan siswa. Tanpa disangka, ivonasinya tersebut disukai oleh murid-muridnya. “Aku mengajar setiap hari mulai dari kelas 10 sampai kelas 12. Satu mata pelajaran berlangsung 30 menit. Alhamdulillah, siswa antusias,” imbuhnya.

Sebagai seorang pendidik, Nia terus mengembangkan metode ajarnya. Tidak sekadar bergantung aplikasi HP, Nia juga menggunakan permainan agar belajar bahasa Jawa itu bisa menggembirakan. Dia memilih permainan monopoli. “Permainan monopoli ini menggunakan dadu. Tapi buatan aku ini, dadunya terbuat dari kertas kardus. Angka di dadu biasanya dilambangkan dengan titik, namun aku buat berbeda. Tetap ada angka, tapi bukan titik, melainkan aksara Jawa,” jelas Nia.

Permainan monopoli Bahasa Jawa itu juga dilengkapi dengan soal. Siswa diharuskan menjawab soal tersebut. Tidak jarang, saat permainan itu digelar di kelas, siswa justru berebut menjawabnya. Mereka senang karena cara belajarnya dilakukan sambil bermain.

Di sekolah tersebut, Nia seorang diri sebagai guru bahasa daerah. Karena pelaksanaan PTM masih terbatas, tidak semua siswa belajar di kelas. Sebagian ada yang mengikuti secara daring dari rumah. Sekolah ini memberlakukan sistem ganjil genap. “Setiap hari aku bawa laptop. Jadi, ketika mengajar di kelas, sekaligus juga melakukan pembelajaran online. Misal, hari ini giliran siswa berabsen ganjil yang masuk, maka ketika PTM aku juga melakukan pembelajaran online untuk siswa berabsen genap,” ungkapnya.

Nia menambahkan, untuk kelas 10 ia memberikan materi terkait artikel bahasa Jawa, kesenian tradisional, dan aksara Jawa. Sedangkan kelas 11 mendapatkan pembelajaran geguritan atau puisi Jawa, tembang macapat, dan upacara adat. Untuk kelas 12, pidato bahasa Jawa dan cerita cekak (cerkak) atau cerpen.

Reporter : Winardyasto

Fotografer : Winardyasto

Editor : Mahrus Sholih

 

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca