PAKUSARI – Berbeda dengan sekolah yang ada di kota, pendaftar di SMP negeri pinggiran masih minim. Bahkan, hingga hari ketiga masa pendaftaran, belum memenuhi pagu. Seperti di SMPN 1 Pakusari. Kemarin (19/6), di sekolah itu jumlah calon siswa baru tercatat 256 siswa dari pagu 229 siswa. Sehingga masih kurang 27 siswa dari delapan rombel yang ada.
Ketimpangan ini seolah menunjukkan semangat yang diusung sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) zonasi tak sepenuhnya berhasil. Sebab, sistem pendaftaran berbasis jarak ini bertujuan memeratakan pendidikan dan menghilangkan stempel sekolah favorit. Targetnya, semua anak memiliki akses sama untuk memperoleh pendidikan yang layak. “Nantinya bukan sekolah favorit lagi, tapi kelas favorit,” ujar Fadjar Pudjianto, Kepala SMPN 1 Pakusari.
Fadjar beralasan, belum terpenuhinya kuota siswa di sekolah yang dinakhodainya itu karena tak semua lulusan di SD atau MI yang berada di kawasan setempat memilih melanjutkan ke SMP negeri. Sebab, di wilayah pinggiran, kata dia, masih banyak orang tua yang lebih memilih menyekolahkan anaknya ke pondok pesantren. “Istilahnya sekolah sambil mondok,” katanya.
Dia mencontohkan, jika dalam satu lembaga ada 40 siswa yang lulus SD, paling hanya 15 anak yang akan mendaftar ke SMP negeri. Kendati begitu, Fadjar menilai, penerapan sistem zona ini menguntungkan sekolah. Sebab, anak pandai yang dekat sekolah tidak lagi memilih SMP negeri favorit yang ada di kota. “Karena jaraknya yang jauh,” jelasnya.
Fadjar juga optimistis, sekolah pinggiran bakal mampu bersaing. Sebab, masing-masing kelas di sekolah pinggiran akan berlomba meningkatkan mutu. Ini akan menghindari penumpukan siswa pandai di satu sekolah saja. “Meski ini menjadi tantangan sekolah untuk meningkatkan kualitas, termasuk para guru,” tandasnya.
Sementara itu, di sekolah favorit, ada orang tua calon siswa yang memilih mendaftarkan anaknya di masa injury time. Mereka baru akan mendaftar ke sekolah yang dituju di akhir waktu penutupan pendaftaran. Ini karena masih melihat peluang sekolah mana yang paling memungkinkan dimasuki dengan sisa kuota yang ada. “Karena anak saya ada dua pilihan. Apakah ke SMPN 1 atau SMPN 4,” tutur Joyo Suherman, salah seorang wali murid.
Sebenarnya, jika dihitung berdasarkan jarak dari rumahnya yang berada di Jalan Kaliurang, Kelurahan/Kecamatan Sumbersari, SMPN 4 Jember yang lebih dekat. Kendati begitu, istrinya menginginkan anak mereka menempuh pendidikan di SMPN 1 Jember. “Jadi, sejauh ini masih menunggu, dan melihat peluang,” tukasnya. (*)