JEMBER, RADARJEMBER.ID – Pondok pesantren (Ponpes) Baitul Mu’minin berdiri sejak tahun 1992 di Desa Curahkalong, Kecamatan Bangsalsari, Jember. Kiai Atthor Hatta, Ketua Yayasan Pendidikan Pesantren (YPP) Baitul Mu’minin, menyebut, banyak hal yang dilakukan, termasuk fokus mengajarkan ilmu pengetahuan agama kepada para santri.
Baca Juga :Â Cincau Hitam, Kenyal, Bikin Nagih, Teman Takjil Berbuka Puasa
Pada awal berdirinya, pondok pesantren (ponpes) ini mulai membangun kesadaran beragama bagi masyarakat. Menanamkan semangat pendidikan sejak dini agar matang begitu dewasa. Kondisi ini yang membawa semangat berdirinya.
“Dulu yang diinginkan sebenarnya SMP saja. Bukan pondok. Orang tua saya wakaf tanah dan akhirnya SMP Negeri 2 Bangsalsari ditaruh di sini. Setelah itu, baru dibangun pesantren,” jelas Kiai Atthor, panggilan akrabnya. Adanya SMP negeri tersebut telah membangkitkan kemauan masyarakat untuk melanjutkan pendidikan putra-putrinya.
Lambat laun, banyaknya siswa SMP tersebut beriringan dengan kebutuhan asrama bagi siswa. Terutama yang dari luar kecamatan maupun luar kota. Pada tahun tersebut didirikan Ponpes Baitul Mu’minin sebagai asrama bagi siswa. “Awalnya pesantren ini saling kolaborasi dengan SMP itu. Siswanya banyak yang dari jauh-jauh, sehingga butuh asrama. Karenanya, didirikan pesantren di tahun itu,” katanya kepada Jawa Pos Radar Jember.
Akhirnya, santri yang mondok rata-rata siswa SMP. Namun, setelah melihat kebutuhan siswa dan masyarakat, pesantren memutuskan untuk membangun SMK swasta milik pesantren, juga raudatul atfal (RA) untuk kanak-kanak. “Melihat kebutuhan siswa dan masyarakat, setelah SMP, mereka bisa lanjut di pondok dengan lembaga yang tersedia. Sementara, masyarakat juga menyekolahkan anaknya di RA kami,” terangnya.
Berkaitan dengan itu, terjadi koordinasi yang baik antara pihak SMP negeri dengan pesantren. Keberadaan mereka di desa sebagai wadah saling melengkapi kebutuhan masyarakat. Hal ini yang perlu diacungi jempol dalam potret pendidikan. “Kita sama-sama berbakti kepada masyarakat. SMP negeri, pesantren, kemudian SMK dan RA. Meski berbeda pengelolaan, tapi tingkatannya saling melengkapi,” jelasnya.Â
Liburan Santri Ikut Sekolah Formal
Mayoritas santri Ponpes Baitul Mu’minin bersekolah di luar pesantren. Oleh karenanya, libur Lebaran pun mengikuti aturan sekolah formal masing-masing. Termasuk beberapa lembaga yang berada di bawah naungan pesantren ikut peraturannya.
Selain beraktivitas di pesantren, hal lain yang ditunggu-tunggu santri adalah tibanya waktu libur Lebaran. Ditambah Lebaran ini sudah boleh mudik, gairah berlibur santri semakin tak terbendung. “Memang menjadi harapan semua santri. Di pondok mana pun. Apalagi selama ini mereka dikekang dengan padatnya kegiatan,” kata K Atthor Hatta, Pengasuh Ponpes Baitul Mu’minin dalem timur.
Pihaknya mengatakan, jadwal libur santri ikut jadwal sekolah formal. Sebab, mayoritas santrinya bersekolah di luar pondok. Para santri yang menempuh pendidikan di luar pondok karena tidak adanya lembaga formal yang setingkat di pesantren. “Santri yang ingin masuk SMP bisa di luar, SMA juga di luar, sedangkan SMK bisa di dalam pondok,” tambahnya.
Namun, tambahan kegiatan di bulan Ramadan ini, pesantren Baitul Mu’minin mewajibkan santri untuk bangun sepertiga malam. “Tambahannya bangun di sepertiga malam. Kemudian, salat Tahajud bersama sampai sahur, setiap hari selama Ramadan di pesantren,” jawabnya.
Solidaritas antarlembaga yang terjalin di desa tersebut membuat pesantren juga menyesuaikan dengan agenda sekolah. Tidak ada pemangkasan jam formal seperti pesantren lain. “Istilahnya, kami saling mengerti antarlembaga. Jadi, kegiatan pesantren tidak terlalu padat. Hanya mulai setelah Asar sampai setelah Tarawih,” terangnya.
Ketika sekolah sudah menetapkan libur untuk Lebaran, maka pesantren akan bersiap untuk libur di hari yang sama. “Sekolah libur, pesantren juga libur. Mereka masuk, kami juga masuk. Gitu,” pungkasnya. (mg4/c2/nur)