24.5 C
Jember
Tuesday, 6 June 2023

Simulasi SMA Tunggu Instruksi Bupati

Sekolah di Pesantren Sudah Belajar Tatap Muka

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID –  Meski tingkat SD dan SMP sudah menggelar simulasi pembelajaran tatap muka, tapi hingga saat ini untuk jenjang SMA belum ada kepastian. Sejauh ini, Cabang Dinas Pendidikan (Cabdindik) Provinsi Jawa Timur untuk wilayah Jember masih menunggu instruksi dari Bupati Jember terpilih.

Kepala Cabdindik Wilayah Jember Mahrus Syamsul menjelaskan, pengunduran pelantikan bupati terpilih berdampak pada putusan dimulainya simulasi tatap muka jenjang SMA. “Kami menunggu saja bagaimana instruksi bupati terpilih selanjutnya. Pastinya dengan izin dari Satgas Covid-19,” katanya, baru-baru ini.

Mahrus mengungkapkan, Jember menjadi salah satu wilayah yang jenjang SMA-nya belum menggelar simulasi tatap muka sama sekali. Sebelumnya, rencana simulasi pernah disampaikan pada Desember lalu. Namun gagal dilakukan lantaran jumlah penderita Covid-19 naik tajam. Akhirnya, simulasi hanya dilakukan di Kabupaten Lumajang. “Jember memang belum melakukan simulasi. Yang sudah itu di Lumajang dan Bondowoso,” ujarnya.

Mobile_AP_Rectangle 2

Adapun wacana dibukanya sekolah per awal Maret, menurut Mahrus, hal ini belum tentu dapat terlaksana. Sebab, perlu adanya pemenuhan persyaratan sebelum melakukan proses belajar langsung. Salah satunya izin dari Satgas Covid-19. “Itu kan rencana. Pastinya belum tahu bagaimana. Saya rasa, jika mau simulasi harus dapat izin dari Satgas Covid-19. Ada prosesnya,” papar dia.

Rupanya, kondisi berbeda terjadi di lembaga SMA yang ada di pesantren. Umumnya, sekolah di bawah naungan pesantren telah melakukan pembelajaran tatap muka atau secara luring. Salah satunya adalah SMK Islam Bustanul Ulum (IBU) di Kecamatan Pakusari. Di lembaga ini, proses pembelajaran yang berjalan dilakukan dengan pembatasan ketat. Di antaranya, pembatasan jam belajar di sekolah, dan jumlah murid dalam satu ruangan.

Kepala SMK IBU Mohammad Mufti Ali menjelaskan, sejatinya sekolahnya telah menerapkan teknis semidaring. Dalam pelaksanaannya, pembelajaran di sekolah akan dilakukan oleh siswa secara bergantian. Yakni setengah dari siswa dalam satu kelas atau jurusan menjalani pembelajaran secara daring, lalu separuhnya lagi secara luring. “Jadi, Senin sampai Sabtu sebagian melakukan pembelajaran secara daring. Minggu selanjutnya, gantian yang daring jadi luring. Karena kan ada teori dan praktik,” bebernya.

Sementara, jam sekolah yang berlangsung hanya beberapa jam saja. Pukul 10.00 siswa wajib menyelesaikan proses belajar mengajar. Sehingga dengan adanya proses pembelajaran, Mufti Ali yakin bahwa murid-muridnya mampu beradaptasi dengan sistem asesmen kompetensi minimum (AKM).

Dia juga mengungkapkan, seyogianya lembaganya tidak dapat melakukan pembelajaran sepenuhnya secara daring. Sebab, siswanya berkewajiban untuk melakukan praktik. Tidak hanya pembelajaran teori. “Pembelajaran di laboratorium kami buka. Namun, ya dibatasi satu jam saja,” pungkasnya.

 

Kesiapan Prokes di Sekolah

DALAM pembelajaran tatap muka, satuan lembaga pendidikan wajib mempersiapkan fasilitas untuk menjamin protokol kesehatan (prokes) Covid-19 tersedia. Salah satu kesiapan yang wajib dimiliki adalah tersedianya mobil ambulans. Kendaraan medis ini untuk memenuhi mobilitas siswa. Jika ada yang sakit, nantinya mereka langsung dibawa ke puskesmas terdekat.

Selain itu, paling utama adalah kesiapan para guru untuk menangani siswa yang tiba-tiba jatuh sakit. Di SMK Islam Bustanul Ulum, kesiapan penggunaan fasilitas prokes disimulasikan. Sebelum pembelajaran tatap muka benar-benar dilakukan.

Dalam simulasinya, salah satu siswa pura-pura pingsan. Lalu, satgas Covid-19 sekolah membopong ke ruang isolasi untuk diberikan pertolongan pertama. Jika keadaan tersebut benar-benar terjadi, selanjutnya siswa dibawa ke puskesmas terdekat.

Satgas Covid-19 dari unsur guru pun diwajibkan memakai alat pelindung diri (APD) lengkap. Begitu juga petugas kesehatan dari Puskesmas Pakusari. “Ini sebagai upaya penanganan siswa yang sakit atau pingsan sesuai dengan prokes Covid-19,” kata Iptu Muhamad Rifa’i, Kanit Binmas Polsek Pakusari, yang turut mengontrol jalannya simulasi kesiapan prokes.

Kepala SMK IBU Muhamad Mufti Ali menjelaskan, pihaknya memberikan simulasi siswa pingsan saat akan menjalani kegiatan belajar mengajar (KBM). Simulasi ini bertujuan untuk mengukur kesiapan guru bila mendapati siswa sakit saat KBM berlangsung. “Juga bagaimana guru dan pihak kesehatan dari puskesmas menangani ini,” katanya.

Sementara itu, Kepala Cabdindik wilayah Jember Mahrus Syamsul menegaskan, fasilitas prokes di setiap sekolah berupa ambulans bukanlah sesuatu yang wajib. “Jika dibutuhkan, maka sekolah harus memenuhi kebutuhan tersebut. Nanti kan dicek sama Satgas Covid-19. Jadi, fleksibel saja,” katanya.

Adapun yang wajib dimiliki oleh sekolah adalah alat cek suhu badan yakni thermo gun, fasilitas tempat cuci tangan, dan aturan jaga jarak dalam proses pembelajaran. “Aturan dan prokes yang perlu dipenuhi oleh sekolah harus sesuai dengan aturan dari Satgas Covid-19,” pungkasnya.

 

Jurnalis : Dian Cahyani
Fotografer : Jumai
Redaktur : Mahrus Sholih

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID –  Meski tingkat SD dan SMP sudah menggelar simulasi pembelajaran tatap muka, tapi hingga saat ini untuk jenjang SMA belum ada kepastian. Sejauh ini, Cabang Dinas Pendidikan (Cabdindik) Provinsi Jawa Timur untuk wilayah Jember masih menunggu instruksi dari Bupati Jember terpilih.

Kepala Cabdindik Wilayah Jember Mahrus Syamsul menjelaskan, pengunduran pelantikan bupati terpilih berdampak pada putusan dimulainya simulasi tatap muka jenjang SMA. “Kami menunggu saja bagaimana instruksi bupati terpilih selanjutnya. Pastinya dengan izin dari Satgas Covid-19,” katanya, baru-baru ini.

Mahrus mengungkapkan, Jember menjadi salah satu wilayah yang jenjang SMA-nya belum menggelar simulasi tatap muka sama sekali. Sebelumnya, rencana simulasi pernah disampaikan pada Desember lalu. Namun gagal dilakukan lantaran jumlah penderita Covid-19 naik tajam. Akhirnya, simulasi hanya dilakukan di Kabupaten Lumajang. “Jember memang belum melakukan simulasi. Yang sudah itu di Lumajang dan Bondowoso,” ujarnya.

Adapun wacana dibukanya sekolah per awal Maret, menurut Mahrus, hal ini belum tentu dapat terlaksana. Sebab, perlu adanya pemenuhan persyaratan sebelum melakukan proses belajar langsung. Salah satunya izin dari Satgas Covid-19. “Itu kan rencana. Pastinya belum tahu bagaimana. Saya rasa, jika mau simulasi harus dapat izin dari Satgas Covid-19. Ada prosesnya,” papar dia.

Rupanya, kondisi berbeda terjadi di lembaga SMA yang ada di pesantren. Umumnya, sekolah di bawah naungan pesantren telah melakukan pembelajaran tatap muka atau secara luring. Salah satunya adalah SMK Islam Bustanul Ulum (IBU) di Kecamatan Pakusari. Di lembaga ini, proses pembelajaran yang berjalan dilakukan dengan pembatasan ketat. Di antaranya, pembatasan jam belajar di sekolah, dan jumlah murid dalam satu ruangan.

Kepala SMK IBU Mohammad Mufti Ali menjelaskan, sejatinya sekolahnya telah menerapkan teknis semidaring. Dalam pelaksanaannya, pembelajaran di sekolah akan dilakukan oleh siswa secara bergantian. Yakni setengah dari siswa dalam satu kelas atau jurusan menjalani pembelajaran secara daring, lalu separuhnya lagi secara luring. “Jadi, Senin sampai Sabtu sebagian melakukan pembelajaran secara daring. Minggu selanjutnya, gantian yang daring jadi luring. Karena kan ada teori dan praktik,” bebernya.

Sementara, jam sekolah yang berlangsung hanya beberapa jam saja. Pukul 10.00 siswa wajib menyelesaikan proses belajar mengajar. Sehingga dengan adanya proses pembelajaran, Mufti Ali yakin bahwa murid-muridnya mampu beradaptasi dengan sistem asesmen kompetensi minimum (AKM).

Dia juga mengungkapkan, seyogianya lembaganya tidak dapat melakukan pembelajaran sepenuhnya secara daring. Sebab, siswanya berkewajiban untuk melakukan praktik. Tidak hanya pembelajaran teori. “Pembelajaran di laboratorium kami buka. Namun, ya dibatasi satu jam saja,” pungkasnya.

 

Kesiapan Prokes di Sekolah

DALAM pembelajaran tatap muka, satuan lembaga pendidikan wajib mempersiapkan fasilitas untuk menjamin protokol kesehatan (prokes) Covid-19 tersedia. Salah satu kesiapan yang wajib dimiliki adalah tersedianya mobil ambulans. Kendaraan medis ini untuk memenuhi mobilitas siswa. Jika ada yang sakit, nantinya mereka langsung dibawa ke puskesmas terdekat.

Selain itu, paling utama adalah kesiapan para guru untuk menangani siswa yang tiba-tiba jatuh sakit. Di SMK Islam Bustanul Ulum, kesiapan penggunaan fasilitas prokes disimulasikan. Sebelum pembelajaran tatap muka benar-benar dilakukan.

Dalam simulasinya, salah satu siswa pura-pura pingsan. Lalu, satgas Covid-19 sekolah membopong ke ruang isolasi untuk diberikan pertolongan pertama. Jika keadaan tersebut benar-benar terjadi, selanjutnya siswa dibawa ke puskesmas terdekat.

Satgas Covid-19 dari unsur guru pun diwajibkan memakai alat pelindung diri (APD) lengkap. Begitu juga petugas kesehatan dari Puskesmas Pakusari. “Ini sebagai upaya penanganan siswa yang sakit atau pingsan sesuai dengan prokes Covid-19,” kata Iptu Muhamad Rifa’i, Kanit Binmas Polsek Pakusari, yang turut mengontrol jalannya simulasi kesiapan prokes.

Kepala SMK IBU Muhamad Mufti Ali menjelaskan, pihaknya memberikan simulasi siswa pingsan saat akan menjalani kegiatan belajar mengajar (KBM). Simulasi ini bertujuan untuk mengukur kesiapan guru bila mendapati siswa sakit saat KBM berlangsung. “Juga bagaimana guru dan pihak kesehatan dari puskesmas menangani ini,” katanya.

Sementara itu, Kepala Cabdindik wilayah Jember Mahrus Syamsul menegaskan, fasilitas prokes di setiap sekolah berupa ambulans bukanlah sesuatu yang wajib. “Jika dibutuhkan, maka sekolah harus memenuhi kebutuhan tersebut. Nanti kan dicek sama Satgas Covid-19. Jadi, fleksibel saja,” katanya.

Adapun yang wajib dimiliki oleh sekolah adalah alat cek suhu badan yakni thermo gun, fasilitas tempat cuci tangan, dan aturan jaga jarak dalam proses pembelajaran. “Aturan dan prokes yang perlu dipenuhi oleh sekolah harus sesuai dengan aturan dari Satgas Covid-19,” pungkasnya.

 

Jurnalis : Dian Cahyani
Fotografer : Jumai
Redaktur : Mahrus Sholih

JEMBER, RADARJEMBER.ID –  Meski tingkat SD dan SMP sudah menggelar simulasi pembelajaran tatap muka, tapi hingga saat ini untuk jenjang SMA belum ada kepastian. Sejauh ini, Cabang Dinas Pendidikan (Cabdindik) Provinsi Jawa Timur untuk wilayah Jember masih menunggu instruksi dari Bupati Jember terpilih.

Kepala Cabdindik Wilayah Jember Mahrus Syamsul menjelaskan, pengunduran pelantikan bupati terpilih berdampak pada putusan dimulainya simulasi tatap muka jenjang SMA. “Kami menunggu saja bagaimana instruksi bupati terpilih selanjutnya. Pastinya dengan izin dari Satgas Covid-19,” katanya, baru-baru ini.

Mahrus mengungkapkan, Jember menjadi salah satu wilayah yang jenjang SMA-nya belum menggelar simulasi tatap muka sama sekali. Sebelumnya, rencana simulasi pernah disampaikan pada Desember lalu. Namun gagal dilakukan lantaran jumlah penderita Covid-19 naik tajam. Akhirnya, simulasi hanya dilakukan di Kabupaten Lumajang. “Jember memang belum melakukan simulasi. Yang sudah itu di Lumajang dan Bondowoso,” ujarnya.

Adapun wacana dibukanya sekolah per awal Maret, menurut Mahrus, hal ini belum tentu dapat terlaksana. Sebab, perlu adanya pemenuhan persyaratan sebelum melakukan proses belajar langsung. Salah satunya izin dari Satgas Covid-19. “Itu kan rencana. Pastinya belum tahu bagaimana. Saya rasa, jika mau simulasi harus dapat izin dari Satgas Covid-19. Ada prosesnya,” papar dia.

Rupanya, kondisi berbeda terjadi di lembaga SMA yang ada di pesantren. Umumnya, sekolah di bawah naungan pesantren telah melakukan pembelajaran tatap muka atau secara luring. Salah satunya adalah SMK Islam Bustanul Ulum (IBU) di Kecamatan Pakusari. Di lembaga ini, proses pembelajaran yang berjalan dilakukan dengan pembatasan ketat. Di antaranya, pembatasan jam belajar di sekolah, dan jumlah murid dalam satu ruangan.

Kepala SMK IBU Mohammad Mufti Ali menjelaskan, sejatinya sekolahnya telah menerapkan teknis semidaring. Dalam pelaksanaannya, pembelajaran di sekolah akan dilakukan oleh siswa secara bergantian. Yakni setengah dari siswa dalam satu kelas atau jurusan menjalani pembelajaran secara daring, lalu separuhnya lagi secara luring. “Jadi, Senin sampai Sabtu sebagian melakukan pembelajaran secara daring. Minggu selanjutnya, gantian yang daring jadi luring. Karena kan ada teori dan praktik,” bebernya.

Sementara, jam sekolah yang berlangsung hanya beberapa jam saja. Pukul 10.00 siswa wajib menyelesaikan proses belajar mengajar. Sehingga dengan adanya proses pembelajaran, Mufti Ali yakin bahwa murid-muridnya mampu beradaptasi dengan sistem asesmen kompetensi minimum (AKM).

Dia juga mengungkapkan, seyogianya lembaganya tidak dapat melakukan pembelajaran sepenuhnya secara daring. Sebab, siswanya berkewajiban untuk melakukan praktik. Tidak hanya pembelajaran teori. “Pembelajaran di laboratorium kami buka. Namun, ya dibatasi satu jam saja,” pungkasnya.

 

Kesiapan Prokes di Sekolah

DALAM pembelajaran tatap muka, satuan lembaga pendidikan wajib mempersiapkan fasilitas untuk menjamin protokol kesehatan (prokes) Covid-19 tersedia. Salah satu kesiapan yang wajib dimiliki adalah tersedianya mobil ambulans. Kendaraan medis ini untuk memenuhi mobilitas siswa. Jika ada yang sakit, nantinya mereka langsung dibawa ke puskesmas terdekat.

Selain itu, paling utama adalah kesiapan para guru untuk menangani siswa yang tiba-tiba jatuh sakit. Di SMK Islam Bustanul Ulum, kesiapan penggunaan fasilitas prokes disimulasikan. Sebelum pembelajaran tatap muka benar-benar dilakukan.

Dalam simulasinya, salah satu siswa pura-pura pingsan. Lalu, satgas Covid-19 sekolah membopong ke ruang isolasi untuk diberikan pertolongan pertama. Jika keadaan tersebut benar-benar terjadi, selanjutnya siswa dibawa ke puskesmas terdekat.

Satgas Covid-19 dari unsur guru pun diwajibkan memakai alat pelindung diri (APD) lengkap. Begitu juga petugas kesehatan dari Puskesmas Pakusari. “Ini sebagai upaya penanganan siswa yang sakit atau pingsan sesuai dengan prokes Covid-19,” kata Iptu Muhamad Rifa’i, Kanit Binmas Polsek Pakusari, yang turut mengontrol jalannya simulasi kesiapan prokes.

Kepala SMK IBU Muhamad Mufti Ali menjelaskan, pihaknya memberikan simulasi siswa pingsan saat akan menjalani kegiatan belajar mengajar (KBM). Simulasi ini bertujuan untuk mengukur kesiapan guru bila mendapati siswa sakit saat KBM berlangsung. “Juga bagaimana guru dan pihak kesehatan dari puskesmas menangani ini,” katanya.

Sementara itu, Kepala Cabdindik wilayah Jember Mahrus Syamsul menegaskan, fasilitas prokes di setiap sekolah berupa ambulans bukanlah sesuatu yang wajib. “Jika dibutuhkan, maka sekolah harus memenuhi kebutuhan tersebut. Nanti kan dicek sama Satgas Covid-19. Jadi, fleksibel saja,” katanya.

Adapun yang wajib dimiliki oleh sekolah adalah alat cek suhu badan yakni thermo gun, fasilitas tempat cuci tangan, dan aturan jaga jarak dalam proses pembelajaran. “Aturan dan prokes yang perlu dipenuhi oleh sekolah harus sesuai dengan aturan dari Satgas Covid-19,” pungkasnya.

 

Jurnalis : Dian Cahyani
Fotografer : Jumai
Redaktur : Mahrus Sholih

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca