JEMBER, RADARJEMBER.ID – Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jember Supriyono membenarkan banyaknya Plt kepala sekolah (kepsek) di Jember bukan hal baru. Melainkan, merupakan kasus lama yang tak kunjung selesai. Namun, dia memperkirakan, bakal ada tindakan dari Dinas Pendidikan (Dispendik) Jember untuk menuntaskan hal tersebut. “Informasinya dari Dispendik, Bupati Hendy ingin segera mengakhiri Plt,” jelasnya.
Dia menuturkan, mengapa Plt kepsek menjadi kendala? Karena tidak bisa mengambil kebijakan secara mutlak. Hal yang paling terasa akibat kepsek berstatus Plt adalah tentang legalitas ijazah. Dan menurutnya, legalitas ijazah inilah yang sempat menjadi persoalan saat pendaftaran peserta didik baru, beberapa tahun belakangan.
Dia menjelaskan, Plt bisa saja tanda tangan ijazah dengan SK penunjukan tanda tangan ijazah dari Kepala Dispendik. SK ini yang bisa menjadi solusi sementara. Namun, kata dia, itu adalah sebuah solusi jangka pendek saja. Tidak menyelesaikan masalah secara keseluruhan. “Dikhawatirkan, nanti saat ijazah itu dipakai persyaratan kerja atau menjadi anggota DPRD, dan ijazah yang ditandatangani itu bisa melemahkan (keabsahannya, Red),” terangnya.
Menurut Supriyono, banyaknya Plt kepsek tersebut karena waktu itu Dispendik telat melakukan identifikasi jumlah kepsek yang akan pensiun. Sebenarnya, kata dia, bisa diketahui kapan kepsek itu pensiun. Sebab, ada nomor induk pegawai atau NIP. “Bila ada identifikasi kepsek pensiun, maka Dispendik bisa segera menyiapkan kepsek pengganti. Jadi, rumusnya menyiapkan kepsek itu tiga banding dua dari jumlah kepsek yang pensiun,” jelasnya.
Melakukan penyiapan pengganti kepsek yang hendak pensiun tersebut karena proses menjadi kepsek juga cukup panjang. Tidak bisa langsung tunjuk. Namun, ada proses yang harus dilalui. “Makanya perlu penyiapan terlebih dulu sebelum kepsek itu purnatugas,” katanya.
Prosesnya, Supriyono membeberkan, guru yang disiapkan menjadi kepsek itu harus mengikuti diklat 300 jam dari Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah (LP2KS), yaitu lembaga di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Namun, kala itu Pemkab Jember tidak menyiapkan guru yang mengikuti diklat di LP2KS. Dampaknya, banyak lembaga pendidikan yang kepseknya dijabat oleh Plt. Dia mengaku tidak tahu, apa pertimbangan bupati era sebelumnya dengan lebih menetapkan Plt kepsek ketimbang mengirimkan guru untuk ikut diklat di LP2KS. “Mungkin jabatan Plt itu biayanya murah tanpa tunjangan jabatan atau yang lainnya,” duganya.
Imbasnya, banyaknya kepsek Plt tersebut merusak sistem yang ada selama ini. Solusi jangka pendek yang bisa ditempuh oleh pemerintah saat ini, kata dia, adalah kepsek rangkap jabatan. “Jadi, bukan guru merangkap jadi Plt. Namun, kepsek definitif di sekolah A juga merangkap jadi kepala di sekolah B,” terangnya.
Informasi yang didapat Supriyono, pemerintah saat ini telah membuat langkah dan memahami kondisi untuk mengatasi kondisi tersebut. “Mudah-mudahan September ini tidak ada Plt lagi. Kalau tidak salah informasinya seperti itu,” pungkasnya.
Pernyataan serupa juga disampaikan Syaiful Bahri, Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP di Jember. Pria yang juga Kepala SMP Negeri 7 Jember ini menerangkan, memang ketentuannya sekolah itu harus dipimpin oleh kepsek yang sudah memiliki sertifikat. Baik pada waktu calon maupun yang sudah ditetapkan sebagai kepsek.
Setelah mengikuti pelatihan kepsek yang dilaksanakan oleh LP2KS di Karanganyar, Solo, maka kepsek itu mempunyai nomor registrasi kepala sekolah (NRKS). Kepsek yang memiliki NRKS itu, kata dia, sudah bisa mengelola bantuan operasional sekolah (BOS) dan menandatangani ijazah. Ini artinya, ketika kepsek dijabat Plt, maka tidak bisa mengelola BOS dan tanda tangan ijazah.
Menurut Syaiful, hingga April 2020, kepsek yang berstatus Plt masih bisa mengelola BOS dan menandatangani ijazah. Namun catatannya, harus mendapat mandat khusus dari bupati, bukan kepala dinas. Jika bupati yang memberikan tugas, maka yang ditandatangani itu sah. “Untuk yang tahun ini belum. Karena SK Plt itu ada masa berlakunya. Maksimal enam bulan,” paparnya.
Syaiful juga khawatir, jika tak segera diambil langkah, maka akan berdampak terhadap pelaksanaan penerimaan peserta didik baru (PPDB). Untuk itu, pemerintah perlu mengambil kebijakan cepat dan sesegera mungkin menyiapkan calon kepsek yang bakal mengisi jabatan kosong tersebut. “Apakah nanti kepala sekolah ini ujiannya dipercepat sehingga pelantikannya juga dipercepat, saya belum tahu. Itu ranah pimpinan,” tandasnya.
Jurnalis : Dwi Siswanto
Fotografer : Grafis reza
Redaktur : Mahrus Sholih