JEMBER, RADARJEMBER.ID – Pondok Pesantren Nurul Islam (Nuris) yang berlokasi di Kelurahan Antirogo, Kecamatan Sumbersari, didirikan oleh KH Muhyiddin Abdusshomad. Dulu, santri yang menimba ilmu hanya belasan orang. Namun, ponpes yang kini diasuh oleh Gus Robith Qoshidi itu berkembang pesat dan maju. Banyak hal yang dilahirkan gudang ilmu pengetahuan tersebut.
Baca Juga : Melesat, Ekonomi Digital Indonesia Tertinggi di Asia Tenggara
Gus Robith menjelaskan, Ponpes Nuris lahir karena banyaknya pemuda Islam yang belajar di sekolah agama lain saat itu. Hal itu, membuat Kiai Muhyiddin ingin mendirikan sekolah umum di bawah naungan pesantren. Tanpa ragu, lembaga pendidikan SMP dibuka tahun 1983. Terobosan saat itu membuat banyak orang senang. Terlebih program sekolah umum pertama dimaksudkan untuk mewadahi pendidikan masyarakat.
Niat Kiai Muhyidin juga mendapat banyak dukungan dari para ulama besar Jawa Timur. Tak ketinggalan KHR As’ad Syamsul Arifin, Pengasuh Ponpes Salafiyah Syafiiyah Sukorejo Situbondo kala itu, turun mendukung.
Menurutnya, pesantren tidak hanya wadah untuk menimba ilmu agama, namun juga mampu mencetak santri yang paham ilmu pengetahuan umum. Kiai Muhyiddin saat itu berpandangan bahwa adaptasi pada perkembangan zaman menjadi hal krusial yang harus dilakukan. Dengan lembaga SMP, masyarakat tidak kesulitan lagi mencari sekolah umum ke sekolah agama lain. “Dua tahun setelah berdirinya ponpes ini, abah saya mendirikan sekolah umum pertama,” tuturnya Gus Robith kepada Jawa Pos Radar Jember.
Berkat doa, ketulusan, dan usahanya, Ponpes Nuris terus berkembang pesat dan maju. Kini, ponpes asuhan Gus Robith itu mampu mengantarakan para santri berprestasi. Terbukti, sudah menjadi budaya Ponpes Nuris memborong hadiah kompetisi nasional di setiap momentum lomba. Mulai dari sains, seni dan sastra, hingga ekstrakulikuler lainnya.
Sejak kedatangan Gus Robith dari Timur Tengah, tahun 2007, pihaknya mulai menemukan persoalan internal Nuris. Dengan naiknya capaian prestasi SMP Nuris kala itu, para santri mengalami sisi lemah dalam bacaan kitabnya. Mereka banyak menghabiskan waktu belajar pengetahuan umum, sehingga tidak seimbang dengan pengetahuan agamanya. “Itu menjadi tantangan bagi ponpes modern yang membuka sekolah umum” pungkasnya.
Akhirnya, Gus Robith memulai diskusi dengan abahnya untuk mendirikan lembaga yang unggul di bidang kitab kuning dan ilmu agama. Gagasan ini dimunculkan untuk mengimbangi pengetahuan umum yang sudah ada. Kemudian, pada 2008 didirikan MTs Unggulan Nuris untuk menguatkan keilmuan agama santri. “Saya melihat kondisi ponpes modern perlu melakukan penguatan lebih untuk ilmu agama, di sisi lain juga ilmu umumnya. Hal ini tergantung manajemen, SDM, dan santri,” jelasnya.
Dengan kedua program tersebut, santri Nuris betul-betul disiapkan untuk menjadi santri yang menguasai ilmu umum, namun juga kokoh ilmu agamanya. Salah satu contohnya, lulusan MTs unggulan diharapkan memahami kitab Jurmiyah dan Imrithi di bidang nahwu, amsilah tasrifiyah di bidang shorrof dan taqrib di bidang ilmu fiqih.
Dengan demikian, Ponpes Nuris telah menjawab tantangan pendidikan era sekarang. Keseimbangan ilmu pengetahuan umum dan agama berjalan dengan kedua buah gagasan tersebut. “Seperti diketahui, sekarang sulit ditemukan ponpes modern yang sama-sama maksimal memberikan ilmu agama dan ilmu umumnya,” ungkapnya. (mg4/c2/nur)