JEMBER, RADARJEMBER.ID – Aktifitas pembelajaran tatap muka di kelas sudah setahun ini tidak dilakukan semua sekolah. Mereka terpaksa harus mengikuti pembelajaran daring dari rumah menggunakan telepon genggam.
Disadari atau tidak, akibat terlalu lama pembelajaran online membuat, siswa merasa bosan. Bahkan mereka cenderung lebih memilih untuk tidak melanjutkan sekolah karena model sekolah daring dianggap tidak lagi menarik.
Kondisi seperti ini telah diprediksi oleh Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Jember. Apalagi keberlangsungan sekolah tatap muka menggunakan zoom membuat guru tidak bisa mengontrol keberadaan siswa karena tidak ada interaksi langsung.
“PGRI Kabupaten Jember tidak menampik tudingan bila sekolah daring memberikan peluang anak ogah untuk sekolah, namun kami belum tahu berapa jumlah anak putus sekolah di saat pandemi ini karena belum ada laporan dari pihak sekolah,”ungkap Supriyono, Ketua PGRI Kabupaten Jember.
Selain itu pria asal Desa Karangsono, Kecamatan Puger itu memaparkan, kondisi ekonomi orangtua siswa ikut memberi andil anak tidak bisa melanjutkan sekolah. Sebab untuk mengikuti pembelajaran online dibutuhkan telepon genggam atau HP yang memadai. Tentu harga HP tersebut tidaklah murah.
“Lagi pula selama ini sekolah belum memiliki kemampuan untuk meminjamkan HP kepada siswa. Padahal mereka wajib mengikuti pembelajaran daring setiap hari dari rumah. Dan tidak ada pilihan lain kecuali anak didik berhenti sekolah,”imbuh Supriyono.
Terpisah, Endang Herawati, salah seorang wali murid asal Kecamatan Kalisat menuturkan, jika pembelajaran daring tetap digelar dan sekolah tatap muka tidak segera dimulai, maka dipastikan angka anak putus sekolah terus semakin bertambah di Indonesia. Tidak terkecuali di Kabupaten Jember.
“Jangan biarkan anak tidak lagi melanjutkan sekolah, mereka itu kan generasi penerus bangsa. Karena itu sekolah tatap muka harus kembali diadakan dan sebagai orangtua murid tentu sangat mendukung keinginan Bupati Jember Hendy Siswanto untuk mengaktifkan kembali pembelajaran di kelas,” kata Herawati.
Reporter: Winardyasto.
Fotografer: Winardyasto.
Editor: Sholikhul Huda