23.7 C
Jember
Sunday, 26 March 2023

Sekolah Masa Pandemi Rawan Manipulasi

Sekalipun ada vaksinasi, tantangan pembelajaran di tengah pandemi masih harus dicarikan solusi. Target kurikulum tetap harus diselesaikan. Tetapi, bukan dikejar dengan asal ada kegiatan, asal ada pembelajaran, maupun asal bisa melepas kangen.

Mobile_AP_Rectangle 1

LUMAJANG, RADARJEMBER.ID – Pembelajaran menyesuaikan situasi pandemi korona telah berjalan setahun. Ada banyak inovasi metode yang ditawarkan untuk menjawab tantangan pendidikan. Namun, efektivitas pembelajaran tersebut masih perlu dievaluasi. Sebab, keadaan itu ternyata rawan terjadi manipulasi.

Selama ini masing-masing sekolah diberikan kewenangan dalam menentukan metode kegiatan belajar mengajar (KBM) sendiri. Dampaknya, sekolah bisa bebas menyederhanakan tantangannya sendiri. Seperti bisa bebas menyederhanakan kurikulum menjadi asal ada pembelajaran, asal ada kegiatan, serta asal melepas rindu.

Ada tiga metode pembelajaran pilihan yang bisa diterapkan. Awal sekolah ditutup, metodenya menjadi dalam jaringan (daring). Kemudian, ketika muncul banyak keluhan bergeser ke Guru Sambang (Gusam). Terakhir, mengingat banyak murid yang rindu sekolah, berubah lagi menjadi Program Sinau Bareng (PSB).

Mobile_AP_Rectangle 2

Koordinator Math and Science Club (MSC) Lumajang Khamidatun Nisa mengatakan, inovasi-inovasi tersebut belum sepenuhnya menjawab tantangan pendidikan. Apalagi jika efektivitas pembelajaran masih diukur dengan nilai, maka bakal banyak ketidakjujuran yang muncul. Baik dari anak, orang tua, guru, maupun sekolah.

“Pembelajaran daring, Gusam, dengan PSB itu tidak efektif. Anak akan kehilangan semangat untuk belajar. Ditambah beragam permasalahan yang masih saja sering terjadi. Sekolah di masa pandemi rawan. Diberi tugas, iya kalau dikerjakan sendiri, kalau dikerjakan orang tuanya? Target kurikulum dikesampingkan,” ucapnya.

Menurutnya, Dinas Pendidikan Lumajang terkesan tidak mau repot. Sebab, selama ketiga inovasi itu berlangsung tidak ada pengawasan maupun evaluasi masing-masing sekolah yang serius. Akibatnya, kualitas setiap murid sekolah tidak merata. Padahal perlu dilakukan standardisasi untuk mengukur pencapaian tersebut.

Kepala Dinas Pendidikan Lumajang Agus Salim mengatakan, sementara ini memang belum ada kebijakan tatap muka. Sebab, pertimbangannya adalah masalah kesehatan murid. “Ya kita kembalikan ke sekolah. Mereka mau menggunakan apa. Yang jelas, pelaksananya tidak boleh asal-asalan,” pungkasnya.

- Advertisement -

LUMAJANG, RADARJEMBER.ID – Pembelajaran menyesuaikan situasi pandemi korona telah berjalan setahun. Ada banyak inovasi metode yang ditawarkan untuk menjawab tantangan pendidikan. Namun, efektivitas pembelajaran tersebut masih perlu dievaluasi. Sebab, keadaan itu ternyata rawan terjadi manipulasi.

Selama ini masing-masing sekolah diberikan kewenangan dalam menentukan metode kegiatan belajar mengajar (KBM) sendiri. Dampaknya, sekolah bisa bebas menyederhanakan tantangannya sendiri. Seperti bisa bebas menyederhanakan kurikulum menjadi asal ada pembelajaran, asal ada kegiatan, serta asal melepas rindu.

Ada tiga metode pembelajaran pilihan yang bisa diterapkan. Awal sekolah ditutup, metodenya menjadi dalam jaringan (daring). Kemudian, ketika muncul banyak keluhan bergeser ke Guru Sambang (Gusam). Terakhir, mengingat banyak murid yang rindu sekolah, berubah lagi menjadi Program Sinau Bareng (PSB).

Koordinator Math and Science Club (MSC) Lumajang Khamidatun Nisa mengatakan, inovasi-inovasi tersebut belum sepenuhnya menjawab tantangan pendidikan. Apalagi jika efektivitas pembelajaran masih diukur dengan nilai, maka bakal banyak ketidakjujuran yang muncul. Baik dari anak, orang tua, guru, maupun sekolah.

“Pembelajaran daring, Gusam, dengan PSB itu tidak efektif. Anak akan kehilangan semangat untuk belajar. Ditambah beragam permasalahan yang masih saja sering terjadi. Sekolah di masa pandemi rawan. Diberi tugas, iya kalau dikerjakan sendiri, kalau dikerjakan orang tuanya? Target kurikulum dikesampingkan,” ucapnya.

Menurutnya, Dinas Pendidikan Lumajang terkesan tidak mau repot. Sebab, selama ketiga inovasi itu berlangsung tidak ada pengawasan maupun evaluasi masing-masing sekolah yang serius. Akibatnya, kualitas setiap murid sekolah tidak merata. Padahal perlu dilakukan standardisasi untuk mengukur pencapaian tersebut.

Kepala Dinas Pendidikan Lumajang Agus Salim mengatakan, sementara ini memang belum ada kebijakan tatap muka. Sebab, pertimbangannya adalah masalah kesehatan murid. “Ya kita kembalikan ke sekolah. Mereka mau menggunakan apa. Yang jelas, pelaksananya tidak boleh asal-asalan,” pungkasnya.

LUMAJANG, RADARJEMBER.ID – Pembelajaran menyesuaikan situasi pandemi korona telah berjalan setahun. Ada banyak inovasi metode yang ditawarkan untuk menjawab tantangan pendidikan. Namun, efektivitas pembelajaran tersebut masih perlu dievaluasi. Sebab, keadaan itu ternyata rawan terjadi manipulasi.

Selama ini masing-masing sekolah diberikan kewenangan dalam menentukan metode kegiatan belajar mengajar (KBM) sendiri. Dampaknya, sekolah bisa bebas menyederhanakan tantangannya sendiri. Seperti bisa bebas menyederhanakan kurikulum menjadi asal ada pembelajaran, asal ada kegiatan, serta asal melepas rindu.

Ada tiga metode pembelajaran pilihan yang bisa diterapkan. Awal sekolah ditutup, metodenya menjadi dalam jaringan (daring). Kemudian, ketika muncul banyak keluhan bergeser ke Guru Sambang (Gusam). Terakhir, mengingat banyak murid yang rindu sekolah, berubah lagi menjadi Program Sinau Bareng (PSB).

Koordinator Math and Science Club (MSC) Lumajang Khamidatun Nisa mengatakan, inovasi-inovasi tersebut belum sepenuhnya menjawab tantangan pendidikan. Apalagi jika efektivitas pembelajaran masih diukur dengan nilai, maka bakal banyak ketidakjujuran yang muncul. Baik dari anak, orang tua, guru, maupun sekolah.

“Pembelajaran daring, Gusam, dengan PSB itu tidak efektif. Anak akan kehilangan semangat untuk belajar. Ditambah beragam permasalahan yang masih saja sering terjadi. Sekolah di masa pandemi rawan. Diberi tugas, iya kalau dikerjakan sendiri, kalau dikerjakan orang tuanya? Target kurikulum dikesampingkan,” ucapnya.

Menurutnya, Dinas Pendidikan Lumajang terkesan tidak mau repot. Sebab, selama ketiga inovasi itu berlangsung tidak ada pengawasan maupun evaluasi masing-masing sekolah yang serius. Akibatnya, kualitas setiap murid sekolah tidak merata. Padahal perlu dilakukan standardisasi untuk mengukur pencapaian tersebut.

Kepala Dinas Pendidikan Lumajang Agus Salim mengatakan, sementara ini memang belum ada kebijakan tatap muka. Sebab, pertimbangannya adalah masalah kesehatan murid. “Ya kita kembalikan ke sekolah. Mereka mau menggunakan apa. Yang jelas, pelaksananya tidak boleh asal-asalan,” pungkasnya.

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca