TEGALBOTO, RADARJEMBER.ID – Persoalan mekanisme pendaftaran Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) masih belum usai. Banyak tenaga honorer atau peserta PPPK yang menyesali proses seleksi. Juga menyesali ketentuan afirmasi yang masih dianggap tidak relevan dan terkesan tidak adil.
Dalam hal ini pemerintah tidak mempertimbangkan lama tidaknya masa pengabdian guru honorer. Terlebih, banyak guru honorer yang belum mendapatkan SK bupati. Utamanya guru-guru yang bertugas di kawasan sekolah pinggiran.
Salah satu honorer yang juga peserta seleksi PPPK, Siti Romela, mengungkapkan bahwa dia sangat menyesalkan jika nantinya penambahan afirmasi untuk kalangan guru honorer uzur tak kunjung diberikan. Namun, pihaknya tak bisa berbuat banyak akan keputusan itu. Padahal, bagi Romela, mengikuti PPPK menjadi harapan satu-satunya untuk meningkatkan kesejahteraan finansialnya. “Sangat sedih kecewa karena PPPK merupakan harapan saya supaya saya bisa membiayai putri saya sekolah di pesantren,” ungkap Siti Romela, Jumat (1/10).
Dalam sebulan, Siti Romela hanya menerima gaji Rp 750 ribu. Tentu jumlah ini jauh dari sejahtera bagi kalangan guru honorer yang masa pengabdiannya sudah melampaui 10 tahun. Nominal gaji tersebut didapat Romela baru-baru ini, yakni sekitar tiga bulan yang lalu. Kendati ada peningkatan, namun masih belum cukup.
Jika pada akhirnya tidak ada penambahan afirmasi bagi guru honorer, Romela masih dilema untuk melakukan aksi, protes, baik turun ke jalan untuk berdemo maupun mogok mengajar. Ia tak sampai hati untuk meninggalkan murid-muridnya dalam mengajar. “Saya juga bingung mau turun jalan berdemo bersama-sama honorer lainnya, terus gimana dengan anak didik saya. Saya juga nggak tega kalau harus ninggal mereka terlalu lama. Tapi, kalau saya tetap diam, kesejahteraan kurang, sementara anak butuh biaya yang banyak,” ungkap Siti Romela.
Terpisah, Ketua Forum Guru Honorer PGRI Jawa Timur Ilham Wahyudi mengungkapkan, jika pada akhirnya tidak ada penambahan afirmasi untuk honorer, maka pihaknya akan melakukan demonstrasi serta mogok mengajar. Sebagai bentuk kekecewaan dan tak kunjung dipenuhinya kebutuhan dan kesejahteraan guru honorer.
“Kami akan demo dan mogok untuk mengajar. Kami tunjukkan ini ke pemerintah pusat. Memang ini bukan wewenang pemerintah daerah. Tapi, pemerintah daerah bisa berkirim surat kepada pusat,” ungkapnya.
Reporter : Dian Cahyani
Fotografer : JawaPos.com
Editor : Lintang Anis Bena Kinanti