22.9 C
Jember
Wednesday, 29 March 2023

Buntut SMK Analis Kesehatan Jember Disegel

Nasib Ratusan Siswa Digantung

Mobile_AP_Rectangle 1

GEBANG, RADARJEMBER.ID – Ketika ada sekolah disegel, pertanyaan pertama adalah bagaimana nasib para siswanya? Inilah yang sampai hari ini belum terjawab, lantaran buntut sengketa tanah yang membalut SMK Analis Kesehatan di Jalan Kaca Piring, Kelurahan Gebang, dengan pihak yang mengaku sebagai kuasa atas tanah dan gedung tersebut.

Pihak yayasan mengaku, sejauh ini mereka masih memperjuangkan apa-apa yang dirasa menjadi haknya. “Kami masih akan memperjuangkan hak-hak kami. Tapi, kami juga sudah siapkan alternatifnya,” terang Pembina Yayasan Bhakti Negara Jember Cahaya Ramadhani yang membawahi SMK tersebut.

Sejauh ini, ada sekitar 240 siswa di SMK tersebut. Selain berfokus mengupayakan secara hukum sengketa itu, mereka juga mengupayakan alternatif terakhir, yaitu pindah tempat di lokasi yang tak jauh dari gedung sekolah, di Jalan Kaca Piring tersebut. “Ada opsi tempat, lokasinya tak jauh dari tempat saat ini. Minggu ini sudah kami siapkan. Tapi, tetap kami upayakan apa yang menjadi hak-hak kami ini,” tambahnya melalui juru bicaranya saat ditemui Jawa Pos Radar Jember, kemarin (31/8).

Mobile_AP_Rectangle 2

Terpisah, Kepala Cabang Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur di Jember Mahrus Syamsul mengatakan, konflik yang membalut pihak sekolah dan pemilik lahan itu sebenarnya persoalan yayasan. Menurutnya, permasalahan itu tidak perlu sampai berlarut-larut, namun diharapkan bisa selesai dibicarakan di tataran internal keluarga. Sebab, kedua belah pihak masih ada hubungan keluarga. “Kami sudah mengadakan mediasi, dan saat itu sempat ada kesepakatan untuk dilakukan musyawarah lagi antara keduanya,” terangnya.

Awal Juli kemarin, pihaknya telah melakukan mediasi untuk kedua belah pihak. “Kedua belah pihak itu sebenarnya satu keluarga. Jadi, kami masih berharap besar kalau masalah itu bisa diselesaikan secara kekeluargaan dulu,” kata Mahrus.

Sebagai informasi, ratusan siswa di SMK Analis Kesehatan Gebang terancam keleleran karena tidak lagi memiliki tempat belajar mengajar. Hal itu setelah gedung sekolah yang beralamat di Jalan Kaca Piring nomor 23, Kelurahan Gebang, itu disegel oleh pihak yang mengaku sebagai ahli waris. Kabarnya, penyegelan itu lantaran pihak yayasan tidak sanggup membayar biaya sewa gedung sekolah yang nilainya mencapai kisaran Rp 6 juta per bulan.

Cahaya Ramadhani menyebutkan, sejak Mei 2011 sekolah itu dihibahkan dari kedua orang tuanya, yakni Hadi Purnomo ke Dwi Harpin, yang awalnya suami istri, lalu bercerai. “Juni 2011, ada perjanjian sewa tanah dan gedung lantai 2 di Jalan Kaca Piring Gebang itu. Di situlah dimulainya pengelolaan SMK secara sepihak,” katanya melalui keterangan tertulis saat dikonfirmasi, Jumat (27/8) lalu.

Akad sewa-menyewa itu berlanjut hingga pada 2020 lalu, dia mengaku dipaksa menandatangani akad sewa dengan nilai tinggi. “Saat itu saya terpaksa. Sebab, kalau tidak, kami dipaksa pergi,” imbuhnya. Kasus itu juga memaksanya menunjuk kuasa hukum.

Penyegelan sekolah itu kemudian berbuntut panjang. Selain perseteruan kedua belah pihak yang masih bersaudara itu, juga memantik kegelisahan wali murid. Bahkan, ada beberapa siswa yang diakuinya telah mengundurkan diri karena kasus tersebut.

Sementara itu, dari pihak kedua, Harydho Kurniawan melalui kuasa hukumnya, Cholily, menyebut berbeda. Menurutnya, tanah dan gedung yang digunakan sekolah itu milik kliennya yang dipinjam dengan akad sewa. “Yayasan tersebut sejak Maret sampai Juni 2021 tidak membayar uang sewa gedung. Semua bukti itu ada bahwa SMK Analis Kesehatan menggunakan tanah dan gedung dengan cara sewa,” jelasnya.

Reporter : Maulana

Fotografer : Maulana

Editor : Lintang Anis Bena Kinanti

- Advertisement -

GEBANG, RADARJEMBER.ID – Ketika ada sekolah disegel, pertanyaan pertama adalah bagaimana nasib para siswanya? Inilah yang sampai hari ini belum terjawab, lantaran buntut sengketa tanah yang membalut SMK Analis Kesehatan di Jalan Kaca Piring, Kelurahan Gebang, dengan pihak yang mengaku sebagai kuasa atas tanah dan gedung tersebut.

Pihak yayasan mengaku, sejauh ini mereka masih memperjuangkan apa-apa yang dirasa menjadi haknya. “Kami masih akan memperjuangkan hak-hak kami. Tapi, kami juga sudah siapkan alternatifnya,” terang Pembina Yayasan Bhakti Negara Jember Cahaya Ramadhani yang membawahi SMK tersebut.

Sejauh ini, ada sekitar 240 siswa di SMK tersebut. Selain berfokus mengupayakan secara hukum sengketa itu, mereka juga mengupayakan alternatif terakhir, yaitu pindah tempat di lokasi yang tak jauh dari gedung sekolah, di Jalan Kaca Piring tersebut. “Ada opsi tempat, lokasinya tak jauh dari tempat saat ini. Minggu ini sudah kami siapkan. Tapi, tetap kami upayakan apa yang menjadi hak-hak kami ini,” tambahnya melalui juru bicaranya saat ditemui Jawa Pos Radar Jember, kemarin (31/8).

Terpisah, Kepala Cabang Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur di Jember Mahrus Syamsul mengatakan, konflik yang membalut pihak sekolah dan pemilik lahan itu sebenarnya persoalan yayasan. Menurutnya, permasalahan itu tidak perlu sampai berlarut-larut, namun diharapkan bisa selesai dibicarakan di tataran internal keluarga. Sebab, kedua belah pihak masih ada hubungan keluarga. “Kami sudah mengadakan mediasi, dan saat itu sempat ada kesepakatan untuk dilakukan musyawarah lagi antara keduanya,” terangnya.

Awal Juli kemarin, pihaknya telah melakukan mediasi untuk kedua belah pihak. “Kedua belah pihak itu sebenarnya satu keluarga. Jadi, kami masih berharap besar kalau masalah itu bisa diselesaikan secara kekeluargaan dulu,” kata Mahrus.

Sebagai informasi, ratusan siswa di SMK Analis Kesehatan Gebang terancam keleleran karena tidak lagi memiliki tempat belajar mengajar. Hal itu setelah gedung sekolah yang beralamat di Jalan Kaca Piring nomor 23, Kelurahan Gebang, itu disegel oleh pihak yang mengaku sebagai ahli waris. Kabarnya, penyegelan itu lantaran pihak yayasan tidak sanggup membayar biaya sewa gedung sekolah yang nilainya mencapai kisaran Rp 6 juta per bulan.

Cahaya Ramadhani menyebutkan, sejak Mei 2011 sekolah itu dihibahkan dari kedua orang tuanya, yakni Hadi Purnomo ke Dwi Harpin, yang awalnya suami istri, lalu bercerai. “Juni 2011, ada perjanjian sewa tanah dan gedung lantai 2 di Jalan Kaca Piring Gebang itu. Di situlah dimulainya pengelolaan SMK secara sepihak,” katanya melalui keterangan tertulis saat dikonfirmasi, Jumat (27/8) lalu.

Akad sewa-menyewa itu berlanjut hingga pada 2020 lalu, dia mengaku dipaksa menandatangani akad sewa dengan nilai tinggi. “Saat itu saya terpaksa. Sebab, kalau tidak, kami dipaksa pergi,” imbuhnya. Kasus itu juga memaksanya menunjuk kuasa hukum.

Penyegelan sekolah itu kemudian berbuntut panjang. Selain perseteruan kedua belah pihak yang masih bersaudara itu, juga memantik kegelisahan wali murid. Bahkan, ada beberapa siswa yang diakuinya telah mengundurkan diri karena kasus tersebut.

Sementara itu, dari pihak kedua, Harydho Kurniawan melalui kuasa hukumnya, Cholily, menyebut berbeda. Menurutnya, tanah dan gedung yang digunakan sekolah itu milik kliennya yang dipinjam dengan akad sewa. “Yayasan tersebut sejak Maret sampai Juni 2021 tidak membayar uang sewa gedung. Semua bukti itu ada bahwa SMK Analis Kesehatan menggunakan tanah dan gedung dengan cara sewa,” jelasnya.

Reporter : Maulana

Fotografer : Maulana

Editor : Lintang Anis Bena Kinanti

GEBANG, RADARJEMBER.ID – Ketika ada sekolah disegel, pertanyaan pertama adalah bagaimana nasib para siswanya? Inilah yang sampai hari ini belum terjawab, lantaran buntut sengketa tanah yang membalut SMK Analis Kesehatan di Jalan Kaca Piring, Kelurahan Gebang, dengan pihak yang mengaku sebagai kuasa atas tanah dan gedung tersebut.

Pihak yayasan mengaku, sejauh ini mereka masih memperjuangkan apa-apa yang dirasa menjadi haknya. “Kami masih akan memperjuangkan hak-hak kami. Tapi, kami juga sudah siapkan alternatifnya,” terang Pembina Yayasan Bhakti Negara Jember Cahaya Ramadhani yang membawahi SMK tersebut.

Sejauh ini, ada sekitar 240 siswa di SMK tersebut. Selain berfokus mengupayakan secara hukum sengketa itu, mereka juga mengupayakan alternatif terakhir, yaitu pindah tempat di lokasi yang tak jauh dari gedung sekolah, di Jalan Kaca Piring tersebut. “Ada opsi tempat, lokasinya tak jauh dari tempat saat ini. Minggu ini sudah kami siapkan. Tapi, tetap kami upayakan apa yang menjadi hak-hak kami ini,” tambahnya melalui juru bicaranya saat ditemui Jawa Pos Radar Jember, kemarin (31/8).

Terpisah, Kepala Cabang Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur di Jember Mahrus Syamsul mengatakan, konflik yang membalut pihak sekolah dan pemilik lahan itu sebenarnya persoalan yayasan. Menurutnya, permasalahan itu tidak perlu sampai berlarut-larut, namun diharapkan bisa selesai dibicarakan di tataran internal keluarga. Sebab, kedua belah pihak masih ada hubungan keluarga. “Kami sudah mengadakan mediasi, dan saat itu sempat ada kesepakatan untuk dilakukan musyawarah lagi antara keduanya,” terangnya.

Awal Juli kemarin, pihaknya telah melakukan mediasi untuk kedua belah pihak. “Kedua belah pihak itu sebenarnya satu keluarga. Jadi, kami masih berharap besar kalau masalah itu bisa diselesaikan secara kekeluargaan dulu,” kata Mahrus.

Sebagai informasi, ratusan siswa di SMK Analis Kesehatan Gebang terancam keleleran karena tidak lagi memiliki tempat belajar mengajar. Hal itu setelah gedung sekolah yang beralamat di Jalan Kaca Piring nomor 23, Kelurahan Gebang, itu disegel oleh pihak yang mengaku sebagai ahli waris. Kabarnya, penyegelan itu lantaran pihak yayasan tidak sanggup membayar biaya sewa gedung sekolah yang nilainya mencapai kisaran Rp 6 juta per bulan.

Cahaya Ramadhani menyebutkan, sejak Mei 2011 sekolah itu dihibahkan dari kedua orang tuanya, yakni Hadi Purnomo ke Dwi Harpin, yang awalnya suami istri, lalu bercerai. “Juni 2011, ada perjanjian sewa tanah dan gedung lantai 2 di Jalan Kaca Piring Gebang itu. Di situlah dimulainya pengelolaan SMK secara sepihak,” katanya melalui keterangan tertulis saat dikonfirmasi, Jumat (27/8) lalu.

Akad sewa-menyewa itu berlanjut hingga pada 2020 lalu, dia mengaku dipaksa menandatangani akad sewa dengan nilai tinggi. “Saat itu saya terpaksa. Sebab, kalau tidak, kami dipaksa pergi,” imbuhnya. Kasus itu juga memaksanya menunjuk kuasa hukum.

Penyegelan sekolah itu kemudian berbuntut panjang. Selain perseteruan kedua belah pihak yang masih bersaudara itu, juga memantik kegelisahan wali murid. Bahkan, ada beberapa siswa yang diakuinya telah mengundurkan diri karena kasus tersebut.

Sementara itu, dari pihak kedua, Harydho Kurniawan melalui kuasa hukumnya, Cholily, menyebut berbeda. Menurutnya, tanah dan gedung yang digunakan sekolah itu milik kliennya yang dipinjam dengan akad sewa. “Yayasan tersebut sejak Maret sampai Juni 2021 tidak membayar uang sewa gedung. Semua bukti itu ada bahwa SMK Analis Kesehatan menggunakan tanah dan gedung dengan cara sewa,” jelasnya.

Reporter : Maulana

Fotografer : Maulana

Editor : Lintang Anis Bena Kinanti

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca