27.7 C
Jember
Tuesday, 6 June 2023

Transisi AKM Masih Terhalang Budaya UN

Sekolah Diperbolehkan Melakukan Penguatan

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Asesmen kompetisi minimum (AKM) bakal dilaksanakan pada September mendatang, dengan menyasar siswa kelas V untuk jenjang SD, VIII untuk jenjang SMP, dan XI untuk jenjang SMA. Penerapan kebijakan ini akan menjadi sebuah ujian yang dilakukan secara berkala untuk mengevaluasi kemampuan literasi dan berhitung siswa. Sayangnya, implementasinya masih dibayangi kerancuan.

Kabid SMP Dinas Pendidikan Kabupaten Jember Nur Hamid menerangkan bahwa meskipun pelaksanaannya masih September mendatang, namun seluruh persiapannya mulai dilakukan sejak beberapa waktu lalu. Paling utama adalah persiapan atas fasilitas atau kebutuhan laboratorium. Sebab, nantinya AKM akan dilaksanakan secara daring. Semua soal ditentukan oleh pusat.

Dinas Pendidikan hanya menyiapkan 30 siswa setiap lembaga untuk mengikuti AKM. Selain itu, tidak semua lembaga dapat mengikuti AKM. Untuk jenjang SMP, setiap lembaga sekolah dapat mengikutkan 45 siswa dari setiap lembaga sekolah.

Mobile_AP_Rectangle 2

AKM, lanjut dia, bukan menjadi syarat kelulusan siswa. Sebab, kelulusan siswa akan tetap mengacu pada ujian sekolah. “Asesmen nasional ini menghasilkan potret yang komprehensif bagi sekolah dan pemerintah sebagai evaluasi sekolah. Dan perencanaannya adalah untuk mutu pendidikan, bukan untuk kelulusan sekolah,” imbuh Nur Hamid.

Pemahaman mengenai tata cara pelaksanaan AKM di beberapa sekolah pun masih rancu. Ini berdasarkan sampling yang dilakukan Jawa Pos Radar Jember melalui pertanyaan kesiapan sekolah menghadapi AKM.

Dari lima lembaga SD dan SMP, yang terdiri atas satu SD swasta, dua SD negeri, dan 2 SMP negeri, pertanyaan acak mengenai kesiapan AKM pada setiap sekolah tersebut hanya dijawab sekenanya. Artinya, hingga saat ini sosialisasi mengenai teknik AKM belum masif dilakukan oleh Dinas Pendidikan.

Menanggapi kondisi ini, Nur Hamid mengakui belum ada sosialisasi secara optimal ke sekolah-sekolah. “Saat ini kami kirim dua orang untuk mengikuti workshop AKM. Nantinya, kami akan sosialisasikan ke sekolah-sekolah mengenai AKM. Biar satu persepsi,” katanya.

Bahkan, jika dipandang perlu, sekolah juga diizinkan untuk melakukan try out pada siswa yang menghadapi AKM. Try out yang dimaksud untuk menunjang kesiapan sekolah adalah berupa penguatan kemampuan siswa memahami literasi. “Sifatnya fleksibel sesuai dengan kebutuhan sekolah. Bukan trial soal-soal AKM atau ulasan kisi-kisi, tapi penguatan yang memacu siswa lebih banyak membaca,” ungkapnya.

Di sisi lain, pakar pendidikan IAIN Jember, Khoirul Faizin, menyarankan guru dan sekolah memaknai kehadiran AKM sebagai langkah konkret penilaian kompetensi siswa. Sehingga nasib kelulusan siswa bukan hanya bergantung pada tes berstandar nasional dalam satu kali ujian. “AKM bisa menjadi peluang berubahnya semangat evaluasi pendidikan dari budaya tes menjadi budaya asesmen jika tidak ada praktik try out,” tegasnya.

Meski demikian, dia juga menambahkan bahwa guru tidak bisa memaknai AKM sebagai pengganti UN. Sebab, AKM tidak berdasarkan pada kurikulum diajarkan, namun penekanannya pada pemetaan numerasi dan literasi. “Bukan untuk menguji pengetahuan siswa, tapi hanya mengukur kualitas pembelajaran. Bukan cuma kemampuan membaca dan memahami konsep di balik tulisan tersebut,” paparnya.

Menurutnya, guru ataupun sekolah tidak perlu melakukan persiapan khusus untuk AKM. Hal yang harus dilakukan adalah merefleksikan dan mencoba untuk mencari formula yang tepat untuk asesmen siswa.

Sekolah juga perlu memfasilitasi guru melakukan refleksi, yakni guru diberikan ruang selama evaluasi mengajar, apakah sudah berjalan atau belum terkait dengan strategi pembelajarannya. “Yang paling penting adalah guru dan sekolah menggunakan momen ini untuk evaluasi waktu yang akan datang. Di sini, orang tua tidak perlu melakukan persiapan membeli buku-buku AKM seperti UN,” pungkasnya.

 

 

 

Jurnalis : Dian Cahyani
Fotografer : Dokumentasi Radar Jember
Redaktur : Lintang Anis Bena Kinanti

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Asesmen kompetisi minimum (AKM) bakal dilaksanakan pada September mendatang, dengan menyasar siswa kelas V untuk jenjang SD, VIII untuk jenjang SMP, dan XI untuk jenjang SMA. Penerapan kebijakan ini akan menjadi sebuah ujian yang dilakukan secara berkala untuk mengevaluasi kemampuan literasi dan berhitung siswa. Sayangnya, implementasinya masih dibayangi kerancuan.

Kabid SMP Dinas Pendidikan Kabupaten Jember Nur Hamid menerangkan bahwa meskipun pelaksanaannya masih September mendatang, namun seluruh persiapannya mulai dilakukan sejak beberapa waktu lalu. Paling utama adalah persiapan atas fasilitas atau kebutuhan laboratorium. Sebab, nantinya AKM akan dilaksanakan secara daring. Semua soal ditentukan oleh pusat.

Dinas Pendidikan hanya menyiapkan 30 siswa setiap lembaga untuk mengikuti AKM. Selain itu, tidak semua lembaga dapat mengikuti AKM. Untuk jenjang SMP, setiap lembaga sekolah dapat mengikutkan 45 siswa dari setiap lembaga sekolah.

AKM, lanjut dia, bukan menjadi syarat kelulusan siswa. Sebab, kelulusan siswa akan tetap mengacu pada ujian sekolah. “Asesmen nasional ini menghasilkan potret yang komprehensif bagi sekolah dan pemerintah sebagai evaluasi sekolah. Dan perencanaannya adalah untuk mutu pendidikan, bukan untuk kelulusan sekolah,” imbuh Nur Hamid.

Pemahaman mengenai tata cara pelaksanaan AKM di beberapa sekolah pun masih rancu. Ini berdasarkan sampling yang dilakukan Jawa Pos Radar Jember melalui pertanyaan kesiapan sekolah menghadapi AKM.

Dari lima lembaga SD dan SMP, yang terdiri atas satu SD swasta, dua SD negeri, dan 2 SMP negeri, pertanyaan acak mengenai kesiapan AKM pada setiap sekolah tersebut hanya dijawab sekenanya. Artinya, hingga saat ini sosialisasi mengenai teknik AKM belum masif dilakukan oleh Dinas Pendidikan.

Menanggapi kondisi ini, Nur Hamid mengakui belum ada sosialisasi secara optimal ke sekolah-sekolah. “Saat ini kami kirim dua orang untuk mengikuti workshop AKM. Nantinya, kami akan sosialisasikan ke sekolah-sekolah mengenai AKM. Biar satu persepsi,” katanya.

Bahkan, jika dipandang perlu, sekolah juga diizinkan untuk melakukan try out pada siswa yang menghadapi AKM. Try out yang dimaksud untuk menunjang kesiapan sekolah adalah berupa penguatan kemampuan siswa memahami literasi. “Sifatnya fleksibel sesuai dengan kebutuhan sekolah. Bukan trial soal-soal AKM atau ulasan kisi-kisi, tapi penguatan yang memacu siswa lebih banyak membaca,” ungkapnya.

Di sisi lain, pakar pendidikan IAIN Jember, Khoirul Faizin, menyarankan guru dan sekolah memaknai kehadiran AKM sebagai langkah konkret penilaian kompetensi siswa. Sehingga nasib kelulusan siswa bukan hanya bergantung pada tes berstandar nasional dalam satu kali ujian. “AKM bisa menjadi peluang berubahnya semangat evaluasi pendidikan dari budaya tes menjadi budaya asesmen jika tidak ada praktik try out,” tegasnya.

Meski demikian, dia juga menambahkan bahwa guru tidak bisa memaknai AKM sebagai pengganti UN. Sebab, AKM tidak berdasarkan pada kurikulum diajarkan, namun penekanannya pada pemetaan numerasi dan literasi. “Bukan untuk menguji pengetahuan siswa, tapi hanya mengukur kualitas pembelajaran. Bukan cuma kemampuan membaca dan memahami konsep di balik tulisan tersebut,” paparnya.

Menurutnya, guru ataupun sekolah tidak perlu melakukan persiapan khusus untuk AKM. Hal yang harus dilakukan adalah merefleksikan dan mencoba untuk mencari formula yang tepat untuk asesmen siswa.

Sekolah juga perlu memfasilitasi guru melakukan refleksi, yakni guru diberikan ruang selama evaluasi mengajar, apakah sudah berjalan atau belum terkait dengan strategi pembelajarannya. “Yang paling penting adalah guru dan sekolah menggunakan momen ini untuk evaluasi waktu yang akan datang. Di sini, orang tua tidak perlu melakukan persiapan membeli buku-buku AKM seperti UN,” pungkasnya.

 

 

 

Jurnalis : Dian Cahyani
Fotografer : Dokumentasi Radar Jember
Redaktur : Lintang Anis Bena Kinanti

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Asesmen kompetisi minimum (AKM) bakal dilaksanakan pada September mendatang, dengan menyasar siswa kelas V untuk jenjang SD, VIII untuk jenjang SMP, dan XI untuk jenjang SMA. Penerapan kebijakan ini akan menjadi sebuah ujian yang dilakukan secara berkala untuk mengevaluasi kemampuan literasi dan berhitung siswa. Sayangnya, implementasinya masih dibayangi kerancuan.

Kabid SMP Dinas Pendidikan Kabupaten Jember Nur Hamid menerangkan bahwa meskipun pelaksanaannya masih September mendatang, namun seluruh persiapannya mulai dilakukan sejak beberapa waktu lalu. Paling utama adalah persiapan atas fasilitas atau kebutuhan laboratorium. Sebab, nantinya AKM akan dilaksanakan secara daring. Semua soal ditentukan oleh pusat.

Dinas Pendidikan hanya menyiapkan 30 siswa setiap lembaga untuk mengikuti AKM. Selain itu, tidak semua lembaga dapat mengikuti AKM. Untuk jenjang SMP, setiap lembaga sekolah dapat mengikutkan 45 siswa dari setiap lembaga sekolah.

AKM, lanjut dia, bukan menjadi syarat kelulusan siswa. Sebab, kelulusan siswa akan tetap mengacu pada ujian sekolah. “Asesmen nasional ini menghasilkan potret yang komprehensif bagi sekolah dan pemerintah sebagai evaluasi sekolah. Dan perencanaannya adalah untuk mutu pendidikan, bukan untuk kelulusan sekolah,” imbuh Nur Hamid.

Pemahaman mengenai tata cara pelaksanaan AKM di beberapa sekolah pun masih rancu. Ini berdasarkan sampling yang dilakukan Jawa Pos Radar Jember melalui pertanyaan kesiapan sekolah menghadapi AKM.

Dari lima lembaga SD dan SMP, yang terdiri atas satu SD swasta, dua SD negeri, dan 2 SMP negeri, pertanyaan acak mengenai kesiapan AKM pada setiap sekolah tersebut hanya dijawab sekenanya. Artinya, hingga saat ini sosialisasi mengenai teknik AKM belum masif dilakukan oleh Dinas Pendidikan.

Menanggapi kondisi ini, Nur Hamid mengakui belum ada sosialisasi secara optimal ke sekolah-sekolah. “Saat ini kami kirim dua orang untuk mengikuti workshop AKM. Nantinya, kami akan sosialisasikan ke sekolah-sekolah mengenai AKM. Biar satu persepsi,” katanya.

Bahkan, jika dipandang perlu, sekolah juga diizinkan untuk melakukan try out pada siswa yang menghadapi AKM. Try out yang dimaksud untuk menunjang kesiapan sekolah adalah berupa penguatan kemampuan siswa memahami literasi. “Sifatnya fleksibel sesuai dengan kebutuhan sekolah. Bukan trial soal-soal AKM atau ulasan kisi-kisi, tapi penguatan yang memacu siswa lebih banyak membaca,” ungkapnya.

Di sisi lain, pakar pendidikan IAIN Jember, Khoirul Faizin, menyarankan guru dan sekolah memaknai kehadiran AKM sebagai langkah konkret penilaian kompetensi siswa. Sehingga nasib kelulusan siswa bukan hanya bergantung pada tes berstandar nasional dalam satu kali ujian. “AKM bisa menjadi peluang berubahnya semangat evaluasi pendidikan dari budaya tes menjadi budaya asesmen jika tidak ada praktik try out,” tegasnya.

Meski demikian, dia juga menambahkan bahwa guru tidak bisa memaknai AKM sebagai pengganti UN. Sebab, AKM tidak berdasarkan pada kurikulum diajarkan, namun penekanannya pada pemetaan numerasi dan literasi. “Bukan untuk menguji pengetahuan siswa, tapi hanya mengukur kualitas pembelajaran. Bukan cuma kemampuan membaca dan memahami konsep di balik tulisan tersebut,” paparnya.

Menurutnya, guru ataupun sekolah tidak perlu melakukan persiapan khusus untuk AKM. Hal yang harus dilakukan adalah merefleksikan dan mencoba untuk mencari formula yang tepat untuk asesmen siswa.

Sekolah juga perlu memfasilitasi guru melakukan refleksi, yakni guru diberikan ruang selama evaluasi mengajar, apakah sudah berjalan atau belum terkait dengan strategi pembelajarannya. “Yang paling penting adalah guru dan sekolah menggunakan momen ini untuk evaluasi waktu yang akan datang. Di sini, orang tua tidak perlu melakukan persiapan membeli buku-buku AKM seperti UN,” pungkasnya.

 

 

 

Jurnalis : Dian Cahyani
Fotografer : Dokumentasi Radar Jember
Redaktur : Lintang Anis Bena Kinanti

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca